Djoko Pekik (Sumber gambar: Instagram/Plataran Djoko Pekik)

Kiprah Djoko Pekik, Seniman di Balik Lukisan Masyhur Berburu Celeng 

12 August 2023   |   15:03 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Like
Di dunia seni rupa Tanah Air, sosok perupa  Djoko Pekik bukanlah seniman kaleng-kaleng. Pasalnya, maestro lukis Indonesia itu populer dan dikenal lewat karya monumental berjudul  Berburu Celeng (1998) yang dihargai Rp1 miliar dan membuat publik gempar pada masanya.

Sesuai judulnya, lukisan tersebut menggambarkan kelimun rakyat yang sedang menari laiknya berparade. Berlatar kota besar, dengan jalan layang dan gedung-gedung raksasa, mereka digambarkan menari sambil menggotong hasil buruan berupa celeng gemuk.

Baca juga: Profil dan Kiprah Djoko Pekik, Seniman Kelas Dunia dari Yogyakarta
 
 



Beberapa kritikus mengungkap lukisan berdimensi 275 X 450 cm itu menggambarkan keadaan pemimpin Indonesia di masa tersebut. Terutama momen peralihan Orde Baru menuju era reformasi setelah tiga dekade lebih dipimpin Presiden Soeharto.

"Saya ingin melukis sesuatu bukan hanya untuk cerminan penguasa setempat, tapi bagi siapa saja yang mempunyai kekuasaan," kata Djoko Pekik dikutip dari buku Menyusu Celeng karya Sindhunata.

Selama hidupnya, Djoko Pekik selalu menggambarkan realitas dengan caranya yang khas. Asam garam kehidupan pun telah direguknya hingga tandas, bahkan terungku juga tak menggetarkan nyalinya untuk terus berkarya mengabarkan kenyataan.


Profil Djoko Pekik

Lahir di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah pada 2 Januari 1937. Djoko Pekik memulai karir kesenimanannya pada 1958 saat dia hijrah ke Kota Yogyakarta untuk belajar seni rupa sekaligus mengadu nasib, keluar dari daerahnya yang gersang.

Di Kota Gudeg, Pekik mengasah bakatnya pada maestro-maestro lukis Indonesia. Termasuk dengan masuk Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta dan belajar melukis langsung dari para maestro lukis seperti Suromo, Abas Alibasyah, dan Widayat. 

Tak berselang lama, pada 1961, Djoko Pekik bersama Amrus Natalsya, Ng Sembiring, Isa Hasanda, Misbach Thamrin, kemudian mendirikan Sanggar Bumi Tarung. Kelak kolektif kesenian tersebut juga berafiliasi dengan Lembaga Kesenian Rakyat atau Lekra.

Berbeda dengan seniman lain yang mengusung tema abstrak aliran lain, Bumi Tarung  lebih memilih mengusung aliran realisme revolusioner. Selain itu, strategi berkesenian dari kelompok ini turun ke bawah (turba) untuk berdialog langsung mengenai persoalan yang terjadi di masyarakat.
 

Dijebloskan ke Penjara

Sebelum tragedi 1965 pecah di Indonesia, Djoko Pekik tercatat pernah beberapa kali menggelar pameran lukisan di Jakarta. Bahkan karyanya juga masuk dalam kategori lima besar lukisan terbaik di pameran tingkat nasional yang diadakan oleh Lekra pada tahun 1964.

Namun, setelah gerakan 30 September 1965 meletus, Djoko Pekik bersama anggota Lekra yang lain ditangkap aparat kepolisian. Peristiwa penangkapan itu dipicu oleh pemberontakan G30S yang akhirnya membuat Partai Komunis Indonesia dan para simpatisannya dijebloskan ke penjara.

Di masa itu, Djoko Pekik sempat mendekam di bui di penjara Wirogunan selama 7 tahun, yakni dari 1965 sampai 1972. Setelah bebas dari penjara, Djoko Pekik sempat vakum melukis dengan bekerja serabutan. Kendati begitu jiwa melukisnya tidak pernah surut.

"Saya ini masuk tahanan juga, saya masuk tahanan di beteng Yogyakarta. Sementara itu seniman-seniman lain banyak yang dibuang ke Pulau Buru dan Nusakambangan," papar Djoko pekik dikutip dari wawancara arsip video IVAA.
 

Karya-karya Terbaik 

Sejak penangkapannya, Djoko Pekik baru mulai aktif melakukan pameran pada sekitar 1900-an. Melalui gaya melukisnya yang khas lewat aliran realis ekspresif dengan dibumbui nilai-nilai kerakyatan. Pelan tapi pasti, akhirnya banyak kolektor melirik karyanya yang sarat akan kritik sosial.

Baca juga: Mengenang Karya-karya Djoko Pekik yang Masyhur dan Tak Lekang Ditelan Zaman

Sebelum lukisan Berburu Celeng populer, Pekik sebenarnya sudah mengolah objek simbol keserakahan itu dalam lukisan lain, yakni Susu Raja Celeng (1996). Dekade 2000-an, dia juga mengeksplorasi tema yang sama lewat lukisan Tanpa Bunga dan Telegram Duka (1999).
 
 


Ketiga lukisan itu kelak menjadi bagian dari Trilogi Celeng dan dikenal sebagai salah satu karya Djoko Pekik dengan ukuran yang besar. Namun, tak berselang lama, dia juga melukis Demit 2000 (2001) yang kini menjadi salah satu koleksi Galeri Nasional Indonesia.

Adapun, dalam karya tersebut Pekik menggambarkan figur penguasa yang sedang mengungkapkan ekspresi marahnya, dengan mata melotot dan mulut menganga sambil memegang pelantang suara. Sementara itu di latar belakangnya berdiri orang yang seolah mengikuti koor dari karakter deformasi wayang itu.

"Lukisan ini secara simbolik menggambarkan sifat kekuasaan yang kasar dengan dukungan jajaran kepatuhan. Representasi kerasnya kekuasaan tersirat dari figur penguasa yang berwajah sangar seperti demit atau setan," tulis Galeri Nasional Indonesia.

 

Indonesia Berduka

Setelah malang melintang di dunia seni rupa, maestro lukis itu kini berpulang. Berdasarkan berita yang diterima Hypeabis.id, Djoko Pekik wafat pada Sabtu, 12 Agustus 2023 pukul 08.19 WIB di Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta.

Sejumlah seniman dan budayawan dalam negeri pun turut mengucapkan bela sungkawa. Salah satunya adalah Butet Kartaredjasa, yang mengunggah foto bersama senior sekaligus sahabatnya dalam melukis itu di laman Instagramnya.

“Selamat jalan Pak Djoko Pekik. Sumangga Gusti,” tulis Butet sembari menyertakan foto mereka berdua yang tengah asyik bercengkrama di bawah pohon bambu.

Sementara itu, terkait lokasi pemakaman masih belum ada informasi detail mengenai di mana mendiang maestro lukis itu akan dikebumikan. “Belum ada update (pemakaman)nanti akan diberi tahu,” ujar Butet saat dihubungi awak media.

Baca juga: Dunia Seni Indonesia Berduka, Maestro Lukis Djoko Pekik Tutup Usia

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Gita Carla

SEBELUMNYA

Mengenang Karya-karya Djoko Pekik yang Masyhur dan Tak Lekang Ditelan Zaman

BERIKUTNYA

Sosok Djoko Pekik di Mata Para Seniman hingga Pejabat 

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: