7 Tanda Serius Bencana Iklim Global Sepanjang 2022
28 December 2022 |
11:00 WIB
Dunia dalam kondisi tidak baik-baik saja dan menghadapi krisis iklim global. Suhu Bumi menghangat secara dramatis dan mendatangkan malapetaka pada hewan, tumbuhan, dan tentunya manusia. Sejumlah bencana pun timbul dan mengancam ekosistem kehidupan di planet.
Hilangnya es di kutub akibat pemanasan global menimbulkan masalah baru. Virus lama bermunculan, cuaca buruk sering muncul dan tidak menentu, hingga naiknya permukaan air laut yang kini cukup terlihat di wilayah pesisir utara Jakarta, Indonesia.
Sebagai pengingat dan kesadaran untuk kamu yang abai terhadap isu lingkungan, berikut 7 tanda bencana iklim yang terjadi sepanjang 2022.
Baca juga: 5 Langkah Menghadapi Bencana Badai dari BNPB
Para peneliti mengisolasi total 13 virus dari 7 sampel permafrost dan 2 sampel air di Sungai Siberia. Tiga dari virus bernama Megavirus mammoth, Pithovirus mammoth, dan Pandoravirus mammoth karena ditemukan di dalam wol mamut yang membatu berusia 27.000 tahun. Virus lainnya ditemukan di usus beku serigala Siberia kuno. Virus ini hanya menginfeksi amuba. Namun demikian, keberadaan dan infektivitas virus purba yang menginfeksi amuba bisa berdampak pada hewan atau manusia karena hidup berdampingan dengan mikroorganisme tersebut.
Sementara itu, sebuah organisasi ilmuwan dan komunikator Amerika Serikat, Climate Central, memprediksi sebagian wilayah utara DKI Jakarta bakal tenggelam pada 2030. Perubahan iklim pada masa depan menjadi faktor utama yang membuat sebagian daerah tersebut hilang tersapu air.
Dalam peta yang dirilis Climate Central, ditampilkan bahwa sebagian Kawasan Pantai Indah Kapuk hingga daerah Pelabuhan Cituis yang berada di wilayah utara Banten akan hilang digenangi air laut. Sementara itu, wilayah-wilayah yang berada di utara Jakarta seperti Marunda hingga ke bagian utara Bekasi juga akan tenggelam. Hampir sebagian besar wilayah pantai utara Pulau Jawa akan ikut rata dengan air laut.
Pada akhir abad ini, setengah dari tutupan es dunia bisa hilang jika kita tidak mengurangi emisi gas rumah kaca. Menurut laporan di Badan Perserikatan Bangsa Bangsa, bahkan jika dunia mengencangkan sabuk emisi secara signifikan, hampir sepertiga dari gletser ini tetap bisa hilang.
Gletser Thwaites yang dijuluki Gletser Kiamat pun diprediksi akan runtuh. Thwaites adalah bongkahan es seukuran Florida di Antartika Barat. Likuidasi totalnya dapat menaikkan permukaan laut hingga 3 hingga 10 kaki (0,9 hingga 3 m). Saat ini, gletser tersebut masih menggantung di permukaan air laur.
Baca juga: Waspada 4 Penyakit Menular Usai Bencana Gempa, Ini Hal-hal yang Perlu Dilakukan
Hilangnya es di kutub akibat pemanasan global menimbulkan masalah baru. Virus lama bermunculan, cuaca buruk sering muncul dan tidak menentu, hingga naiknya permukaan air laut yang kini cukup terlihat di wilayah pesisir utara Jakarta, Indonesia.
Sebagai pengingat dan kesadaran untuk kamu yang abai terhadap isu lingkungan, berikut 7 tanda bencana iklim yang terjadi sepanjang 2022.
Baca juga: 5 Langkah Menghadapi Bencana Badai dari BNPB
1. Virus Zombie Bangkit
Para ahli menemukan virus berusia ribuan tahun yang muncul akibat mencairnya tanah beku (permafrost) di Siberia. Permafrost merupakan lapisan es di permukaan Bumi yang di dalamnya bisa mengandung tanah, kerikil, dan pasir. Lapisan yang mengunci mikroba seperti virus, bakteri, dan jamur tersebut mencair sejak pemanasan global.Para peneliti mengisolasi total 13 virus dari 7 sampel permafrost dan 2 sampel air di Sungai Siberia. Tiga dari virus bernama Megavirus mammoth, Pithovirus mammoth, dan Pandoravirus mammoth karena ditemukan di dalam wol mamut yang membatu berusia 27.000 tahun. Virus lainnya ditemukan di usus beku serigala Siberia kuno. Virus ini hanya menginfeksi amuba. Namun demikian, keberadaan dan infektivitas virus purba yang menginfeksi amuba bisa berdampak pada hewan atau manusia karena hidup berdampingan dengan mikroorganisme tersebut.
2. Permukaan Air Laut Naik
Ini menjadi salah satu tanda bencana iklim yang paling terkenal dan paling menakutkan. Para ilmuwan mencatat garis pantai di sepanjang AS dapat meningkat rata-rata 12 inci (30 sentimeter) pada 2050. Kenaikan permukaan laut rata-rata akan lebih besar di Pantai Timur daripada di Pantai Barat, dan kota-kota dataran rendah di Timur seperti Miami bisa mengalami masalah besarSementara itu, sebuah organisasi ilmuwan dan komunikator Amerika Serikat, Climate Central, memprediksi sebagian wilayah utara DKI Jakarta bakal tenggelam pada 2030. Perubahan iklim pada masa depan menjadi faktor utama yang membuat sebagian daerah tersebut hilang tersapu air.
Dalam peta yang dirilis Climate Central, ditampilkan bahwa sebagian Kawasan Pantai Indah Kapuk hingga daerah Pelabuhan Cituis yang berada di wilayah utara Banten akan hilang digenangi air laut. Sementara itu, wilayah-wilayah yang berada di utara Jakarta seperti Marunda hingga ke bagian utara Bekasi juga akan tenggelam. Hampir sebagian besar wilayah pantai utara Pulau Jawa akan ikut rata dengan air laut.
3. Gletser Mencair
Yellowstone dan Yosemite, dua taman nasional paling ikonik di Amerika Serikat, diprediksi akan kehilangan gletsernya pada 2050. Apabila gletser ini hilang, masyarakat setempat akan kehilangan akses air bersih dan dapat menimbulkan bencana alam.Pada akhir abad ini, setengah dari tutupan es dunia bisa hilang jika kita tidak mengurangi emisi gas rumah kaca. Menurut laporan di Badan Perserikatan Bangsa Bangsa, bahkan jika dunia mengencangkan sabuk emisi secara signifikan, hampir sepertiga dari gletser ini tetap bisa hilang.
Gletser Thwaites yang dijuluki Gletser Kiamat pun diprediksi akan runtuh. Thwaites adalah bongkahan es seukuran Florida di Antartika Barat. Likuidasi totalnya dapat menaikkan permukaan laut hingga 3 hingga 10 kaki (0,9 hingga 3 m). Saat ini, gletser tersebut masih menggantung di permukaan air laur.
Baca juga: Waspada 4 Penyakit Menular Usai Bencana Gempa, Ini Hal-hal yang Perlu Dilakukan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.