5 Fakta Unik Suku Bajo yang Jadi Inspirasi Film Avatar 2: The Way of Water
24 December 2022 |
19:42 WIB
Suku Bajo menjadi perbincangan hangat selama akhir pekan. Sebab, etnis asal Asia Tenggara yang memiliki karakteristik kemaritiman cukup kental dan tersebar di beberapa wilayah perairan Sulawesi, Kalimantan Timur, Maluku, Nusa Tenggara ini, menjadi inspirasi dari film Avatar 2: The Way of Water.
Adapun, Suku Bajo juga ditemukan di pantai timur Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Dalam sebuah wawancara bersama National Geographic berjudul The Science Behind James Camron's Avatar The Way of Water, James Cameron mengungkapkan Suku Metkayina, salah satu suku Na'vi yang mendiami laut di Pandora Avatar 2, merupakan cerminan dari Suku Bajo.
Baca juga: Sutradara James Cameron Sebut Avatar 2 Terinspirasi dari Kehidupan Tepi Laut Indonesia
“Ada orang laut di Indonesia (Bajo) yang hidup di rumah panggung (di laut) dan di atas rakit dan semacamnya," kata Cameron.
Dia dan timnya melakukan banyak penelitian tentang pribumi yang erat dengan kehidupan laut. Cameron terinspirasi pada mereka yang menghormati dan mendalami keseimbangan alam dan harmoni.
Oleh karena itu, Na'vi, Avatar yang mendiami laut berintegrasi dengan alam serta menunjukkan rasa syukur atas lingkungan hidup yang mereka tinggali. “Jadi kami harus menghadirkan arsitektur khas mereka (di film ini)," imbuhnya.
Nah, buat kamu yang penasaran dengan Suku Bajo atau Suku Bajau, simak beberapa faktanya berikut ini yuk:
Suku yang tersebar di hampir seluruh perairan Indonsia, Filipina, dan Malaysia ini dikenal hidup secara nomaden, sehingga dikenal dengan sebutan sea gypsy atau gipsi laut. Kendati demikian, saat ini banyak dari Suku Bajo yang sudah menetap. Mereka membangun rumah di atas laut, kemudian dibuatkan jalan ke pemukiman mereka.
Salah satu pemukiman Suku Bajo terletak di Taman Nasional Kepulauan Togean. Kepulauan Togean adalah sebuah kepulauan yang terletak di Teluk Tomini, tepatnya berada di wilayah Kabupaten Tojo Una Una, Sulawesi Tengah.
Rumah mereka berdiri di tepian pantai atau di atas perairan laut dangkal yang dipasang tiang pancang agar terhindar dari gelombang pasang. Dinding rumah suku Bajo berbahan dasar kayu dan atapnya terbuat dari rumbia.
Lahir dan tinggal di laut membuat Suku Bajo menjadi perenang serta penyelam yang andal. Mengutip National Geographic, orang Bajo rata-rata bisa menyelam selama 13 menit di kedalaman 200 kaki.
Melissa Llardo, pemimpin penelitian dari Center for Geogenetics, University of Copenhagen, menyebut mutasi DNA untuk limpa yang lebih besar yang membuat orang Bajo bisa bertahan di kedalaman laut dalam jangka waktu lama. Dari studi tersebut, ditemukan bahwa ukuran rata-rata limpa orang Bajau, 50 persen lebih besar dari organ milik suku Saluan yang tinggal di daratan Indonesia.
Hasil tangkapan akan dijual kepada masyarakat di sekitar pesisir atau pulau terdekat. Selain mencari ikan, sebagian masyarakat Bajo juga belajar budidaya beberapa komoditas bahari seperti lobster, ikan kerapu, atau udang.
Suku Bajo, memahami laut dengan berbagai sudut pandang. Pertama, laut sebagai sehe atau sahabat. Kedua, laut sebagai tabar atau obat. Ketiga, laut sebagai anudinta atau makanan. Keempat, laut sebagai lalang atau prasarana tranportasi.
Kelima, laut sebagai patambangang tempat tinggal. Keenam, laut sebagai pamunang ala’ baka raha’ atau sumber kebaikan dan keburukan. Ketujuh, laut sebagai patambangan umbo ma’dilao atau tempat leluhur orang Bajo yang menguasai laut.
Suku Bajo hidup berdampingan dengan lingkungan secara bijaksana dan tidak destruktif. Hidup bukan hanya untuk hari ini, tapi memikirkan generasi mendatang.
Dari penelitan di Kemendikbud, masyarakat nelayan suku Bajo adalah penganut agama Islam yang taat beribadah. Agama ini diperoleh secara turun menurun sejak nenek moyang mereka merantau ke perairan Malaysia dan Brunei. Kendati demikian, masih ada beberapa dari mereka yang menganut paham animisme dan dinamisme.
Baca juga: Mengenal Tulkun, Hewan Pintar di Film Avatar 2 yang Jadi Incaran Bangsa Langit
Adapun, Suku Bajo juga ditemukan di pantai timur Sabah (Malaysia) dan Kepulauan Sulu (Filipina). Dalam sebuah wawancara bersama National Geographic berjudul The Science Behind James Camron's Avatar The Way of Water, James Cameron mengungkapkan Suku Metkayina, salah satu suku Na'vi yang mendiami laut di Pandora Avatar 2, merupakan cerminan dari Suku Bajo.
Baca juga: Sutradara James Cameron Sebut Avatar 2 Terinspirasi dari Kehidupan Tepi Laut Indonesia
“Ada orang laut di Indonesia (Bajo) yang hidup di rumah panggung (di laut) dan di atas rakit dan semacamnya," kata Cameron.
Dia dan timnya melakukan banyak penelitian tentang pribumi yang erat dengan kehidupan laut. Cameron terinspirasi pada mereka yang menghormati dan mendalami keseimbangan alam dan harmoni.
Oleh karena itu, Na'vi, Avatar yang mendiami laut berintegrasi dengan alam serta menunjukkan rasa syukur atas lingkungan hidup yang mereka tinggali. “Jadi kami harus menghadirkan arsitektur khas mereka (di film ini)," imbuhnya.
Latar film Avatar 2. (Sumber gambar : Disney)
1. Hidup di Atas Laut
Suku yang tersebar di hampir seluruh perairan Indonsia, Filipina, dan Malaysia ini dikenal hidup secara nomaden, sehingga dikenal dengan sebutan sea gypsy atau gipsi laut. Kendati demikian, saat ini banyak dari Suku Bajo yang sudah menetap. Mereka membangun rumah di atas laut, kemudian dibuatkan jalan ke pemukiman mereka.Salah satu pemukiman Suku Bajo terletak di Taman Nasional Kepulauan Togean. Kepulauan Togean adalah sebuah kepulauan yang terletak di Teluk Tomini, tepatnya berada di wilayah Kabupaten Tojo Una Una, Sulawesi Tengah.
Rumah mereka berdiri di tepian pantai atau di atas perairan laut dangkal yang dipasang tiang pancang agar terhindar dari gelombang pasang. Dinding rumah suku Bajo berbahan dasar kayu dan atapnya terbuat dari rumbia.
2. Penyelam Andal
Lahir dan tinggal di laut membuat Suku Bajo menjadi perenang serta penyelam yang andal. Mengutip National Geographic, orang Bajo rata-rata bisa menyelam selama 13 menit di kedalaman 200 kaki. Melissa Llardo, pemimpin penelitian dari Center for Geogenetics, University of Copenhagen, menyebut mutasi DNA untuk limpa yang lebih besar yang membuat orang Bajo bisa bertahan di kedalaman laut dalam jangka waktu lama. Dari studi tersebut, ditemukan bahwa ukuran rata-rata limpa orang Bajau, 50 persen lebih besar dari organ milik suku Saluan yang tinggal di daratan Indonesia.
3. Profesi Utama
Dilansir dari situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, mayoritas mata pencaharian masyarakat Suku Bajo adalah nelayan. Mereka mencari ikan dengan cara-cara tradisional seperti memancing menggunakan kail, menjaring, dan juga memanah.Hasil tangkapan akan dijual kepada masyarakat di sekitar pesisir atau pulau terdekat. Selain mencari ikan, sebagian masyarakat Bajo juga belajar budidaya beberapa komoditas bahari seperti lobster, ikan kerapu, atau udang.
4. Laut adalah Segalanya
Suku Bajo, memahami laut dengan berbagai sudut pandang. Pertama, laut sebagai sehe atau sahabat. Kedua, laut sebagai tabar atau obat. Ketiga, laut sebagai anudinta atau makanan. Keempat, laut sebagai lalang atau prasarana tranportasi.Kelima, laut sebagai patambangang tempat tinggal. Keenam, laut sebagai pamunang ala’ baka raha’ atau sumber kebaikan dan keburukan. Ketujuh, laut sebagai patambangan umbo ma’dilao atau tempat leluhur orang Bajo yang menguasai laut.
Suku Bajo hidup berdampingan dengan lingkungan secara bijaksana dan tidak destruktif. Hidup bukan hanya untuk hari ini, tapi memikirkan generasi mendatang.
5. Mayoritas Beragama Islam
Dari penelitan di Kemendikbud, masyarakat nelayan suku Bajo adalah penganut agama Islam yang taat beribadah. Agama ini diperoleh secara turun menurun sejak nenek moyang mereka merantau ke perairan Malaysia dan Brunei. Kendati demikian, masih ada beberapa dari mereka yang menganut paham animisme dan dinamisme. Baca juga: Mengenal Tulkun, Hewan Pintar di Film Avatar 2 yang Jadi Incaran Bangsa Langit
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.