Tim peneliti STEI-ITB Richard Mengko (kiri) saat menerima NIVA dari COO SCNP Shirly Effendy (Foto : Hypeabis/Desyinta Nuraini)

NIVA, Alat Baru Deteksi Dini Penyakit Jantung Buatan Anak Bangsa

23 December 2022   |   20:00 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Teknologi deteksi dan diagnosis penyakit kardiovaskular semakin berkembang. Terbaru, PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk. (SCNP) bersama peneliti dari Institut Teknologi Bandung dan tim dokter dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita, meluncurkan alat kesehatan yang dinamakan Non-Invasive Vascular Analyzer (NIVA). 

NIVA merupakan alat kesehatan (alkes) yang berfungsi sebagai detektor dini penyakit kardiovaskular (screening). Ide awal alat ini datang dari Tim Akademisi Elektromedik, Sekolah Teknik Elektro dan Informatika Institut Teknologi Bandung (STEI-ITB). Dalam proses pengembangan dan komersialisasinya, ITB bersinergi dengan tim riset dan pengembangan produk SCNP. 

Ketua tim peneliti NIVA dari STEI-ITB, Prof. Tati Mengko menerangkan riset NIVA dilakukan sejak 2013. Saat itu pihaknya memandang perlu alkes untuk pemeriksaan jantung dan pembuluh darah. Pasalnya, parameter alkes untuk mengukur kesehatan jantung dan pembuluh darah saat itu sangat minim.

Hal tersebut menjadi keprihatinan, mengingat penyakit jantung masih menjadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia dan memakan biaya program Jaminan Kesehatan (JKN) yang sangat besar. Oleh karena itu, pengembangan ke industri untuk alat deteksi dini jantung ini dilakukan, tepatnya pada 2018. 

Lebih lanjut Tati menjelaskan cara kerja NIVA berfokus pada kemampuannya mengukur tingkat kesehatan pembuluh darah melalui indikator parameter yang berkaitan dengan tekanan dan aliran darah. Alat ini juga mendeteksi derajat kelenturan dinding pembuluh darah. “Ini proporsi kebaruan unik dan canggih yang terkandung NIVA,” katanya dalam konferensi pers, Jumat (23/12/2022). 

Baca juga4 Pengobatan Gagal Jantung, Jangan Salah Pilih!
 

Tim yang terlibat dalam pengembangan dan produksi NIVA (Foto : Desyinta Nuraini)

Tim yang terlibat dalam pengembangan dan produksi NIVA (Foto : Desyinta Nuraini)

Peneliti lainnya, Dr. Richard Mengko menjelaskan NIVA mengukur tekanan darah di 4 titik yakni tangan kanan dan kiri serta kaki kanan dan kiri. Dengan demikian, yang dideteksi bukan hanya tekanan darah sistol dan diastol, tapi lebih banyak lagi. Dia menyebut, alat yang berbasis photoplethysmography (PPG) dan sensor tekanan darah ini dapat mengukur 12 parameter fungsi pembuluh darah seperti pulsa darah dan Ankle Brachial Index (ABI).

“Mengukur EKG tetapi empat titik. Dengan data semua itu akhirnya banyak yang bisa kita deteksi seperti kekakuan pembuluh darah, fungsi pembuluh darah kira-kira umur biologisnya berapa,” jelasnya. 

NIVA juga telah diuji klinis oleh tim dokter pakar jantung dari Pusat Jantung Nasional Harapan Kita (PJNHK). Dari uji klinis yang dilakukan, pengukuran ABI dengan alat ini memiliki reabilitas dan parameter yang baik. 

Adapun ABI dilakukan dengan membandingkan antara ukuran nilai sistolik tekanan darah pada pergelangan kaki (ankle) dengan sistolik tekanan darah pada arteri brachialis. Diketahui, penyakit jantung bisa dideteksi melalui ada tidaknya penyempitan pembuluh darah di tungkai kaki.

“Paling sering jalan kaki nyeri, setelah istirahat hilang. Itu penyempitan pembuluh darah,” sebut Ketua tim PJNHK Dr. Suko Adiarto. 

Baca jugaFaktor Gaya Hidup Jadi Penentu, Waspadai Penyebab dan Gejala Jantung Koroner

Sementara itu, COO SCNP Shirly Effendy menyatakan pihaknya siap memproduksi NIVA pada akhir 2022. Mereka akan memproduksi dan mendistribusikan setidaknya 100 unit alkes NIVA ke pasar domestik pada kuartal 1/2023. “Sudah masuk e-katalog skrining ke primary hospital. Harga Rp161 juta sudah termasuk PPN,” ungkapnya.

Shirly menyebut alat tersebut lebih murah 52 persen dibandingkan alkes produk impor yang dipakai banyak rumah sakit dan Puskesmas saat ini. “NIVA AKB pertama dalam negeri,” tegasnya.

Walaupun memakan biaya investasi senilai Rp10 miliar, Shirly mengatakan ini adalah kontribusi nyata SCNP terhadap Pemerintah dalam bidang kesehatan. Saat ini, ketergantungan industri alkes domestik terhadap impor menurutnya masih sangat tinggi. Total anggaran belanja alkes pemerintah (impor dan domestik) dalam setahun mencapai Rp490 triliun. Dari figur itu, dominasi impor masih sangat signifikan. 

Berdasarkan data belanja alkes melalui e-katalog dengan nilai total Rp15,4 triliun periode Mei 2020 hingga Juni 2021, ternyata figur pemesanan alkes dari impor saja sebesar Rp12,5 triliun. Sementara pemesanan alkes produksi lokal hanya senilai Rp2,9 triliun. “Ke depan kita akan melanjutkan riset dan pengembangan (NIVA) menjadi 18 parameter,” tambah Shirly. 

Baca jugaMengenal Perbedaan Henti Jantung & Serangan Jantung Serta Faktor Risikonya

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

Editor: Syaiful Millah 

SEBELUMNYA

Inspirasi Gaya Nyaman dan Stylish untuk Liburan Akhir Tahun

BERIKUTNYA

Waspada Konsumsi Gula Berlebih Saat Libur Nataru, Begini Cara Mengontrolnya

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: