Like & Share: Ketika Kita Memilih Untuk Menjadi 'Naif'
18 December 2022 |
22:00 WIB
ASMR alias sensasi menggoda dari kunyahan makanan yang dikecap disertai desahan yang dilakukan oleh Lisa (Aurora Ribero) dan Sarah (Arawinda Kirana) menambah rasa penasaran saya akan karya terbaru dari sutradara dan penulis skenario, Gina S. Noer, yang sebelumnya juga menarik perhatian lewat karya Dua Garis Biru (2019) dan Cinta Pertama, Kedua, dan Ketiga (2021).
Ekspektasi saya yang sudah kadung tinggi makin naik lagi ketika menonton adegan pembuka dari film Like & Share. Apakah Kak Gina berhasil untuk memenuhi ekspektasi penonton sampai lampu bioskop menyala kembali?. Saya sudah memiliki jawaban-jawabannya.
Baca juga: Go Hyun-jung Terjebak 'Lingkaran Setan' dalam Drakor A Person Like You
Cerita dimulai dengan konflik Lisa yang mulai kecanduan menonton video porno. Kecanduan ini membuat Sarah dan Ibu Lisa (Unique Priscilla) khawatir karena mulai menggangu Lisa dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, Lisa sampai menyempatkan bermasturbasi sambil menonton video porno ketika sedang mengerjakan ulangan di sekolah.
Lisa juga mulai tidak menikmati kesehariannya untuk bermain dengan teman-teman karena yang dia inginkan hanya menonton video porno dan bermasturbasi. Lisa beruntung memiliki sahabat seperti Sarah yang mengerti kondisinya dan selalu memberikan dukungan agar Lisa keluar dari kecanduan.
Namun, Ibu Lisa yang seorang mualaf, tidak memberikan dukungan yang sama. Ibu Lisa hanya menyuruh Lisa untuk mengaji, beribadah, dan menjaga jarak dengan Sarah. Padahal apa yang dialami oleh Lisa disebabkan oleh rasa penasarannya sendiri bukan dipengaruhi oleh orang lain termasuk Sarah.
Kasus Lisa dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di dunia nyata yaitu orang tua yang sebagian besar bersikap naif ketika menangkap basah anak remajanya sedang menjelajahi dunia seksual. Alih-alih memberikan edukasi yang benar, orang tua di Indonesia cenderung melarang dengan dalih agama.
Padahal, penjelasan ilmiah seperti akibat buruk pornografi dan edukasi aktual tentang seks itu sendiri bisa lebih menyadarkan anak-anak remaja yang memang lagi kepo-keponya dibandingkan hanya melarang karena nanti mendapatkan dosa dan masuk neraka.
Menurut saya, konsep akhirat terlalu jauh dan hanya Tuhan yang tahu untuk ditangkap oleh anak remaja yang sedang mempertanyakan segalanya.
Kecanduan Lisa membuat dia terobsesi dengan salah satu pemain video porno, Sinta (Aulia Sarah) yang tidak sengaja dia temui di toko kue. Lisa sampai mengikuti Sinta untuk salat di masjid bahkan ikut kelas membuat kue yang diajarkan oleh Sinta.
Lisa semakin penasaran karena Sinta adalah wanita berkerudung dan baik-baik di dunia nyata. Hal ini sempat membuat Lisa berpikir untuk meminta maaf kepada Sinta karena dia menikmati video Sinta yang sedang digagahi oleh seorang laki-laki sampai menangis kesakitan.
Tangisan inilah yang ingin dikonfirmasi oleh Lisa, apa yang sebenarnya terjadi di balik video yang dia nikmati itu meskipun Sarah yang masih naif malah menganggap itu hanya efek dari kecanduan pornografi Lisa. Saya pikir film ini akan membawa kita kepada cerita Lisa yang sedang mengeksplorasi seksualitas hingga akhirnya mengungkap penyebab Lisa bisa sampai kecanduan.
Saya sempat curiga bahwa Lisa adalah korban pelecehan seksual di masa lalu sehingga tanpa sadar menjadi hiperseks. Ternyata, kenaifan Sarah yang bersikap seperti anak-anak remaja pada umumnya yang akhirnya mengubah kehidupan Sarah dan Lisa.
Hidup Sarah berubah ketika dia bertemu dengan Devan (Jerome Kurnia) yang 10 tahun lebih tua darinya. Berbeda dengan Lisa yang lebih sering berfantasi, Sarah mulai menikmati kemesraan yang sesungguhnya bersama dengan Devan dari berpegangan tangan, berpelukan, hingga berciuman.
Sosok Devan yang jauh lebih tua membuat Lisa khawatir dengan perubahan sikap Sarah yang lebih sering menghabiskan waktu dengan Devan dibandingkan dirinya. Penonton pasti berpikir bahwa Lisa adalah lesbian yang menyukai Sarah.
Namun, adegan Sarah yang senang mengenakan pakaian seksi lalu mengirimkannya kepada Devan. Lalu, Devan yang terganggu dengan Sarah membuat penonton menyadari bahwa Lisa sebenarnys khawatir dengan kenaifan Sarah yang sedang cinta-cintanya pada lelaki idaman.
Sarah yang naif juga mempercayakan Devan untuk menceritakan kehidupan dan kesedihannya setelah ditinggalkan kedua orang tuanya dan kakaknya, Ario (Kevin Julio) yang sedang lebih fokus dengan calon istrinya, Mima (Sahira Anjani). Hal itu bukannya membuat Devan melindungi Sarah tetapi malah menjadi celah untuk mengambil kesempatan yang semakin dibuka lebar oleh Sarah.
Sampai pada adegan ini, saya masih menebak-nebak ke mana Kak Gina akan membawa cerita ini karena konflik kecanduan Lisa mulai tidak terlihat dan lebih banyak menceritakan Sarah dan Devan dengan Lisa dan ibunya.
Lisa yang menjadi seorang diri semakin gila menghadapi sikap ibunya yang selalu menyudutkannya. Lisa akhirnya lebih sering menghabiskan waktu bersama Sinta untuk belajar membuat kue.
Lisa mencurahkan kemarahannya melalui kue yang dia buat dan membesarkan ragi yang dibuat dari bakteri yang sebenarnya hidup. Lisa menamai ragi itu dengan nama ayahnya, Michael dengan berbicara yang baik-baik agar ragi itu bisa berkembang sesuai dengan yang dia inginkan.
Namun, Ibu Lisa malah mencuci bersih toples berisi ragi itu tanpa seizin Lisa sebelum Lisa menggunakannya untuk membuat kue. Lisa pun marah dan merasa ibunya sudah kelewatan. Lagi-lagi, Lisa tidak mendapatkan jawaban yang dia mau, kenapa ibunya tega mencuci ragi yang sedang dia besarkan.
Ibu Lisa malah membahas hasil ulangan kimia yang jelek karena dia tinggalkan untuk bermasturbasi dan menyarankan Lisa untuk fokus belajar dan berhenti membuat kue.
Klimaks cerita ketika Sarah berulang tahun ke-18, dia menerima tawaran Devan untuk staycation kembali setelah sebelumnya gagal berhubungan intim karena keraguan Sarah. Awalnya, Sarah sudah mengatakan bahwa dia belum mau melakukannya. Devanpun meyakinkan dengan ucapan, "Kamu kayak enggak kenal aku aja".
Ternyata memang Sarah belum mengenal Devan sepenuhnya. Kecurigaan Lisa terhadap Devan memang benar adanya. Devan memaksa Sarah untuk melakukan penetrasi ditambah dengan kekerasan. Sarah yang lebih lemah terpaksa pasrah dengan perlakuan Devan.
Adegan Sarah yang termenung sedih setelah diambil keperawanannya dengan paksa di atas tempat tidur dengan dengkuran Devan yang tertidur pulas membuat emosi penonton teraduk-aduk melihat adegan pemerkosaan yang awalnya dilandasi suka sama suka tersebut setelah sebelumnya penonton dibiarkan menikmati adegan syur dengan tambahan suara-suara ASMR dan lelehan selai merah yang keluar dari robekan roti yang menggoda.
Set yang menunjukkan lokasi hotel yang dicap "murah" juga sangat menggambarkan kegalauan bahwa dia merasa seperti wanita murahan tetapi rasanya tidak tepat karena Devan juga laki-laki yang tidak bisa menjaga nafsunya sebagai laki-laki yang seharusnya melindungi dan menjaga gadis yang dicintainya.
Sarah yang menyesali kenaifannya akhirnya menceritakan pengalaman pertamanya kepada Lisa. Lisa yang sudah lebih banyak mengeksplorasi menganggap itu adalah pemerkosaan karena dia menganggap seharusnya Sarah menikmati dan tidak menyesali apabila dia tidak terpaksa melakukannya.
Pada tahap inilah, penonton mulai merasa dikritisi akan konsep "naif" yang selama ini kita pilih untuk menanggapi hal-hal tabu seputar edukasi seksual.
Musibah yang menimpa Sarah inilah yang akhirnya mengungkap apa yang terjadi di balik video porno Sinta. Sinta dan Sarah sama-sama memiliki aib yang seharusnya tersimpan rapat pada perangkat milik pasangan namun akhirnya tersebar menjadi konsumsi publik.
Film ini mengambil adegan yang menurut saya berani untuk film Indonesia sehingga menjadi film yang tidak hanya menggampar namun berhasil memenuhi ekspektasi penonton akan film yang mengangkat edukasi seks.
Berhentinya Lisa dari kecanduan pornografi tidak dibahas secara eksplisit namun disajikan dengan musibah yang dialami oleh sahabat-sahabatnya yang telah menjadi penyintas karena kenaifan dan penghakiman dari masyarakat.
Gongnya, ketika Lisa meminta maaf kepada Sinta karena selama ini sudah menonton, menikmati, dan berfantasi melalui video rekaman amatir yang sebenarnya kita bisa memilih untuk tidak menontonnya dan tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya dibalik kenikmatan yang kita dapatkan.
Dialog Sinta yang mengatakan "Sudah banyak yang menonton, menikmati, dan membayangkan Mbak tapi cuma kamu yang minta maaf" membuat penonton yang mungkin juga sempat menikmati video amatir yang merajalela di media sosial menjadi merasa bersalah dan berpikir bahwa menonton saja sebenarnya sudah merupakan kejahatan.
Ditambah, dialog Ibu Sarah yang sempat mengatakan, "Perempuan baik mana yang punya video porno yang tersebar dimana-mana", dibalas oleh Lisa dengan, "Perempuan baik mana yang nggak punya empati dengan perempuan lain yang sedang terkena musibah" seharusnya membuat penonton perempuan tidak serta merta menghakimi apa yang ada dalam video amatir yang sedang beredar luas.
Film ini memang membuat penonton merasa jahat namun Kak Gina tetap membawa film ini dengan netral di antara patriarki dan feminisme. Saya yakin pasti ada penonton wanita yang tetap menyudutkan Sarah dan Sinta karena terlalu naif dan mau percaya begitu saja dengan laki-laki karena sesuatu yang dianggap tidak baik oleh norma sebenarnya memang lebih banyak tidak baiknya ketimbang pembelaan feminist dan misogini akan pemikirannya.
Fitrahnya, perempuan dan laki-laki memiliki kemampuan yang sama untuk mencegah dan memilih mana yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan. Film ini tetap memberikan ruang bagi penonton untuk berpendapat dengan menghadirkan kekurangan dari karakter yang ditampilkan yang dibawakan sempurna oleh Kak Gina sebagai penulis skenario dan sutradara.
Baca juga: Review Film Like & Share, Menggugat Realita Tabu Kalangan Remaja
Kak Gina berhasil melebihi ekspektasi saya akan film bertema edukasi seks yang tadinya saya pikir hanya bercerita tentang influencer yang feminist menjadi sebum film universal yang kaya makna dan mengedukasi tanpa menggurui.
Saya memberikan tepuk tangan dan mengucapkan terima kasih kepada Kak Gina yang telah menghadirkan film ini di tengah-tengah penonton yang sedang gelisah akan kekerasan seksual domestik yang sepertinya belum menemukan solusi di negeri dengan orang-orang yang lebih banyak memilih untuk menjadi naif akan topik seksual padahal dekat dan banyak di sekitar kita.
Editor: Fajar Sidik
Disclaimer: Seluruh konten dalam tulisan ini merupakan hasil karya artikel yang bersangkutan sebagai penulis independen. Hypeabis.id tidak bertanggung jawab jika di kemudian hari terdapat kekeliruan atau gugatan dari pihak lain.
Ekspektasi saya yang sudah kadung tinggi makin naik lagi ketika menonton adegan pembuka dari film Like & Share. Apakah Kak Gina berhasil untuk memenuhi ekspektasi penonton sampai lampu bioskop menyala kembali?. Saya sudah memiliki jawaban-jawabannya.
Baca juga: Go Hyun-jung Terjebak 'Lingkaran Setan' dalam Drakor A Person Like You
Cerita dimulai dengan konflik Lisa yang mulai kecanduan menonton video porno. Kecanduan ini membuat Sarah dan Ibu Lisa (Unique Priscilla) khawatir karena mulai menggangu Lisa dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan, Lisa sampai menyempatkan bermasturbasi sambil menonton video porno ketika sedang mengerjakan ulangan di sekolah.
Lisa juga mulai tidak menikmati kesehariannya untuk bermain dengan teman-teman karena yang dia inginkan hanya menonton video porno dan bermasturbasi. Lisa beruntung memiliki sahabat seperti Sarah yang mengerti kondisinya dan selalu memberikan dukungan agar Lisa keluar dari kecanduan.
Namun, Ibu Lisa yang seorang mualaf, tidak memberikan dukungan yang sama. Ibu Lisa hanya menyuruh Lisa untuk mengaji, beribadah, dan menjaga jarak dengan Sarah. Padahal apa yang dialami oleh Lisa disebabkan oleh rasa penasarannya sendiri bukan dipengaruhi oleh orang lain termasuk Sarah.
Kasus Lisa dapat ditemukan dalam kehidupan sehari-hari di dunia nyata yaitu orang tua yang sebagian besar bersikap naif ketika menangkap basah anak remajanya sedang menjelajahi dunia seksual. Alih-alih memberikan edukasi yang benar, orang tua di Indonesia cenderung melarang dengan dalih agama.
Padahal, penjelasan ilmiah seperti akibat buruk pornografi dan edukasi aktual tentang seks itu sendiri bisa lebih menyadarkan anak-anak remaja yang memang lagi kepo-keponya dibandingkan hanya melarang karena nanti mendapatkan dosa dan masuk neraka.
Menurut saya, konsep akhirat terlalu jauh dan hanya Tuhan yang tahu untuk ditangkap oleh anak remaja yang sedang mempertanyakan segalanya.
Kecanduan Lisa membuat dia terobsesi dengan salah satu pemain video porno, Sinta (Aulia Sarah) yang tidak sengaja dia temui di toko kue. Lisa sampai mengikuti Sinta untuk salat di masjid bahkan ikut kelas membuat kue yang diajarkan oleh Sinta.
Lisa semakin penasaran karena Sinta adalah wanita berkerudung dan baik-baik di dunia nyata. Hal ini sempat membuat Lisa berpikir untuk meminta maaf kepada Sinta karena dia menikmati video Sinta yang sedang digagahi oleh seorang laki-laki sampai menangis kesakitan.
Tangisan inilah yang ingin dikonfirmasi oleh Lisa, apa yang sebenarnya terjadi di balik video yang dia nikmati itu meskipun Sarah yang masih naif malah menganggap itu hanya efek dari kecanduan pornografi Lisa. Saya pikir film ini akan membawa kita kepada cerita Lisa yang sedang mengeksplorasi seksualitas hingga akhirnya mengungkap penyebab Lisa bisa sampai kecanduan.
Saya sempat curiga bahwa Lisa adalah korban pelecehan seksual di masa lalu sehingga tanpa sadar menjadi hiperseks. Ternyata, kenaifan Sarah yang bersikap seperti anak-anak remaja pada umumnya yang akhirnya mengubah kehidupan Sarah dan Lisa.
Hidup Sarah berubah ketika dia bertemu dengan Devan (Jerome Kurnia) yang 10 tahun lebih tua darinya. Berbeda dengan Lisa yang lebih sering berfantasi, Sarah mulai menikmati kemesraan yang sesungguhnya bersama dengan Devan dari berpegangan tangan, berpelukan, hingga berciuman.
Sosok Devan yang jauh lebih tua membuat Lisa khawatir dengan perubahan sikap Sarah yang lebih sering menghabiskan waktu dengan Devan dibandingkan dirinya. Penonton pasti berpikir bahwa Lisa adalah lesbian yang menyukai Sarah.
Namun, adegan Sarah yang senang mengenakan pakaian seksi lalu mengirimkannya kepada Devan. Lalu, Devan yang terganggu dengan Sarah membuat penonton menyadari bahwa Lisa sebenarnys khawatir dengan kenaifan Sarah yang sedang cinta-cintanya pada lelaki idaman.
Sarah yang naif juga mempercayakan Devan untuk menceritakan kehidupan dan kesedihannya setelah ditinggalkan kedua orang tuanya dan kakaknya, Ario (Kevin Julio) yang sedang lebih fokus dengan calon istrinya, Mima (Sahira Anjani). Hal itu bukannya membuat Devan melindungi Sarah tetapi malah menjadi celah untuk mengambil kesempatan yang semakin dibuka lebar oleh Sarah.
Sampai pada adegan ini, saya masih menebak-nebak ke mana Kak Gina akan membawa cerita ini karena konflik kecanduan Lisa mulai tidak terlihat dan lebih banyak menceritakan Sarah dan Devan dengan Lisa dan ibunya.
Lisa yang menjadi seorang diri semakin gila menghadapi sikap ibunya yang selalu menyudutkannya. Lisa akhirnya lebih sering menghabiskan waktu bersama Sinta untuk belajar membuat kue.
Lisa mencurahkan kemarahannya melalui kue yang dia buat dan membesarkan ragi yang dibuat dari bakteri yang sebenarnya hidup. Lisa menamai ragi itu dengan nama ayahnya, Michael dengan berbicara yang baik-baik agar ragi itu bisa berkembang sesuai dengan yang dia inginkan.
Namun, Ibu Lisa malah mencuci bersih toples berisi ragi itu tanpa seizin Lisa sebelum Lisa menggunakannya untuk membuat kue. Lisa pun marah dan merasa ibunya sudah kelewatan. Lagi-lagi, Lisa tidak mendapatkan jawaban yang dia mau, kenapa ibunya tega mencuci ragi yang sedang dia besarkan.
Ibu Lisa malah membahas hasil ulangan kimia yang jelek karena dia tinggalkan untuk bermasturbasi dan menyarankan Lisa untuk fokus belajar dan berhenti membuat kue.
Klimaks cerita ketika Sarah berulang tahun ke-18, dia menerima tawaran Devan untuk staycation kembali setelah sebelumnya gagal berhubungan intim karena keraguan Sarah. Awalnya, Sarah sudah mengatakan bahwa dia belum mau melakukannya. Devanpun meyakinkan dengan ucapan, "Kamu kayak enggak kenal aku aja".
Ternyata memang Sarah belum mengenal Devan sepenuhnya. Kecurigaan Lisa terhadap Devan memang benar adanya. Devan memaksa Sarah untuk melakukan penetrasi ditambah dengan kekerasan. Sarah yang lebih lemah terpaksa pasrah dengan perlakuan Devan.
Adegan Sarah yang termenung sedih setelah diambil keperawanannya dengan paksa di atas tempat tidur dengan dengkuran Devan yang tertidur pulas membuat emosi penonton teraduk-aduk melihat adegan pemerkosaan yang awalnya dilandasi suka sama suka tersebut setelah sebelumnya penonton dibiarkan menikmati adegan syur dengan tambahan suara-suara ASMR dan lelehan selai merah yang keluar dari robekan roti yang menggoda.
Set yang menunjukkan lokasi hotel yang dicap "murah" juga sangat menggambarkan kegalauan bahwa dia merasa seperti wanita murahan tetapi rasanya tidak tepat karena Devan juga laki-laki yang tidak bisa menjaga nafsunya sebagai laki-laki yang seharusnya melindungi dan menjaga gadis yang dicintainya.
Sarah yang menyesali kenaifannya akhirnya menceritakan pengalaman pertamanya kepada Lisa. Lisa yang sudah lebih banyak mengeksplorasi menganggap itu adalah pemerkosaan karena dia menganggap seharusnya Sarah menikmati dan tidak menyesali apabila dia tidak terpaksa melakukannya.
Pada tahap inilah, penonton mulai merasa dikritisi akan konsep "naif" yang selama ini kita pilih untuk menanggapi hal-hal tabu seputar edukasi seksual.
Musibah yang menimpa Sarah inilah yang akhirnya mengungkap apa yang terjadi di balik video porno Sinta. Sinta dan Sarah sama-sama memiliki aib yang seharusnya tersimpan rapat pada perangkat milik pasangan namun akhirnya tersebar menjadi konsumsi publik.
Film ini mengambil adegan yang menurut saya berani untuk film Indonesia sehingga menjadi film yang tidak hanya menggampar namun berhasil memenuhi ekspektasi penonton akan film yang mengangkat edukasi seks.
Berhentinya Lisa dari kecanduan pornografi tidak dibahas secara eksplisit namun disajikan dengan musibah yang dialami oleh sahabat-sahabatnya yang telah menjadi penyintas karena kenaifan dan penghakiman dari masyarakat.
Gongnya, ketika Lisa meminta maaf kepada Sinta karena selama ini sudah menonton, menikmati, dan berfantasi melalui video rekaman amatir yang sebenarnya kita bisa memilih untuk tidak menontonnya dan tidak tahu apa yang terjadi sebenarnya dibalik kenikmatan yang kita dapatkan.
Dialog Sinta yang mengatakan "Sudah banyak yang menonton, menikmati, dan membayangkan Mbak tapi cuma kamu yang minta maaf" membuat penonton yang mungkin juga sempat menikmati video amatir yang merajalela di media sosial menjadi merasa bersalah dan berpikir bahwa menonton saja sebenarnya sudah merupakan kejahatan.
Ditambah, dialog Ibu Sarah yang sempat mengatakan, "Perempuan baik mana yang punya video porno yang tersebar dimana-mana", dibalas oleh Lisa dengan, "Perempuan baik mana yang nggak punya empati dengan perempuan lain yang sedang terkena musibah" seharusnya membuat penonton perempuan tidak serta merta menghakimi apa yang ada dalam video amatir yang sedang beredar luas.
Film ini memang membuat penonton merasa jahat namun Kak Gina tetap membawa film ini dengan netral di antara patriarki dan feminisme. Saya yakin pasti ada penonton wanita yang tetap menyudutkan Sarah dan Sinta karena terlalu naif dan mau percaya begitu saja dengan laki-laki karena sesuatu yang dianggap tidak baik oleh norma sebenarnya memang lebih banyak tidak baiknya ketimbang pembelaan feminist dan misogini akan pemikirannya.
Fitrahnya, perempuan dan laki-laki memiliki kemampuan yang sama untuk mencegah dan memilih mana yang sebaiknya dilakukan dan tidak dilakukan. Film ini tetap memberikan ruang bagi penonton untuk berpendapat dengan menghadirkan kekurangan dari karakter yang ditampilkan yang dibawakan sempurna oleh Kak Gina sebagai penulis skenario dan sutradara.
Baca juga: Review Film Like & Share, Menggugat Realita Tabu Kalangan Remaja
Kak Gina berhasil melebihi ekspektasi saya akan film bertema edukasi seks yang tadinya saya pikir hanya bercerita tentang influencer yang feminist menjadi sebum film universal yang kaya makna dan mengedukasi tanpa menggurui.
Saya memberikan tepuk tangan dan mengucapkan terima kasih kepada Kak Gina yang telah menghadirkan film ini di tengah-tengah penonton yang sedang gelisah akan kekerasan seksual domestik yang sepertinya belum menemukan solusi di negeri dengan orang-orang yang lebih banyak memilih untuk menjadi naif akan topik seksual padahal dekat dan banyak di sekitar kita.
Editor: Fajar Sidik
Disclaimer: Seluruh konten dalam tulisan ini merupakan hasil karya artikel yang bersangkutan sebagai penulis independen. Hypeabis.id tidak bertanggung jawab jika di kemudian hari terdapat kekeliruan atau gugatan dari pihak lain.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.