Menguji Nyali di Wisata Panjat Tebing Via Ferrata
17 December 2022 |
16:00 WIB
Di bawah tebing batu yang menjulang tinggi dan tak terlihat ujungnya itu, sekitar belasan orang serentak menutup mata dan menundukkan kepala. Sejenak tercipta keheningan yang tenang dan khidmat, hingga dipecah oleh suara lantang “berdoa selesai”.
Suasana lantas kembali riuh, sekelompok orang tadi saling berkomentar dan bergumam takjub tentang aktivitas ekstrem yang akan mereka lakukan. Panjat tebing. Kegiatan yang telah menjadi magnet wisata di Gunung Parang, Purwakarta dalam beberapa waktu terakhir.
Sebuah suara tepukan tangan kembali menyita perhatian kelompok tersebut. Berdiri di atas batu besar, pemandu tur memberi pidato singkat tentang lokasi wisata itu.
“Selamat datang di Parang Via Ferrata. Via Ferrata ini berasal dari bahasa Italia yang artinya jalur besi,” katanya, sembari tangannya menunjuk besi-besi yang tertancap di dinding bukit batu secara vertikal, tempat pijakan kaki untuk manjat.
Baca juga: Suka Panjat Tebing? Yuk Jajal 5 Lokasi yang Menantang Ini!
Pemandu juga menjelaskan mekanisme kerja peralatan yang telah digunakan untuk melakoni aktivitas panjat tebing ini, di mana sebelumnya para peserta telah memakai peralatan seperti hardness (alat penopang tubuh yang terikat di pinggang sebagai pengaman) lengkap dengan carabiner (cincin kait) dan helm pelindung kepala.
Dia juga meyakinkan kelompok yang dipandunya bahwa aktivitas ini aman dijalani. Pijakan besi yang tertanam kuat disebut mampu menopang beban hingga 500 kilogram. Sementara, tali pengaman yang ada di pinggirnya, sebagai tempat mengaitkan carabiner juga diklaim sama amannya.
Cara kerja untuk panjat tebing Via Ferrata cukup simpel. Kaitkan dua buah carabiner yang tersambung di hardness ke tali di pinggir jalur besi, lalu tinggal melangkah naik sambil satu tangan membawa tali pengikat carabiner.
Dalam beberapa meter interval vertikal, akan ada paku yang menyendat carabiner sehingga perlu dilepas dan dipasang kembali di bagian atasnya. Kuncinya, jangan lepas sekaligus dua carabiner. Lepaskan satu lalu pasang di atas, dan ulang hal yang sama sehingga keamanan tetap terjaga.
Ketika ingin beristirahat, peserta bisa mengaitkan satu carabiner ke jalur besi lalu tinggal melepaskan pegangan tangan dan hanya bertumpu pada kaki. Sensasinya serasa melayang di ketinggian, kendati memang cukup menakutkan bagi yang belum terbiasa.
Melihat ke arah bawah juga mungkin cukup mengerikan, tetapi pemandangan yang disuguhkan dari ketinggian ratusan meter di atas permukaan tanah itu nilainya sangat sepadan. Hamparan pohon hijau, rumah dan jalan pedesaan, serta waduk Jatiluhur terbentang saat berbalik dari hadapan tebing batu.
Awalnya, pendakian tebing Via Ferrata ini hanya bergerak naik lurus ke atas tetapi lama-kelamaan, makin tinggi jalur yang dilalui, posisi jalur besinya makin meliuk. Peserta tak lagi bergerak lurus ke atas tapi mulai bergerak horizontal hingga diagonal.
Berselang sekitar 1 sampai 2 jam terus bergerak dari titik awal, peserta tur akan sampai di titik finish yang ditandai dengan adanya cekungan di dinding tebing batu. Layaknya goa tapi tidak dalam, cukup untuk sekadar duduk-duduk santai di ketinggian 750 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Baca juga: Ingin Nyobain Wisata Paralayang? Segini Biayanya
Sebenarnya, dalam paket tur tersedia dua pilihan ketinggian yang bisa dipilih. 750 mdpl dengan total lintasan atau jarak tempuh 150 meter vertikal dan pilihan 950 mdpl dengan total lintasan 300 meter. Estimasi waktunya bertambah jadi dua kali lipat untuk pilihan yang lebih tinggi.
Setelah sekitar 30 menit beristirahat di cekungan tebing, peserta akan kembali turun. Caranya, bisa turun manual dengan menuruni jalur besi seperti saat naik atau dengan cara meluncur turun (rappelling) menggunakan alat yang telah dipasang oleh pemandu tur. Cara kedua paling banyak dipilih di antara kelompok saya kala itu.
Mekanisme rappeling mirip seperti proses menimba air dari sumur. Orang yang diturunkan adalah sebagai embernya. Dari atas langsung meluncur ke bawah dengan penjagaan pemandu yang mengontrol laju kecepatan turun tebing.
Rasanya cukup mengejutkan. Kaki harus kokoh berpijat pada dinding batu vertikal dan berjalan mundur, turun ke bawah. Sesekali lakukan hentakan kaki untuk mempercepat proses turun layaknya sedang melompat. Jika durasi pendakian membutuhkan waktu 1 hingga 2 jam, proses turunnya hanya sekitar 5 menit.
Aktivitas panjat tebing Via Ferrata di Gunung Parang memberikan pengalaman yang sangat menarik. Berada di pinggiran tebing yang tingginya ratusan meter dan bergantung pada peralatan seperti tali dan carabiner menjadi momen yang menimbulkan keberanian diri.
Sebagai informasi, paket tur ini harganya bervariasi tergantung agen dan pilihan ketinggian yang ingin ditempuh, mulai dari Rp350.000 sampai Rp700.000 dengan titik pemberangkatan di Jakarta. Fasilitas yang disediakan termasuk perjalanan pergi-pulang, peralatan, makan siang, dan dokumentasi.
Tips penting yang perlu diperhatikan saat akan melakukan aktivitas ini adalah mengenakan pakaian yang nyaman, sandal atau sepatu yang tidak licin, dan tidak perlu membawa banyak barang ketika memanjat tebing. Taruh barang-barang penting di basecamp yang disediakan pemandu tur. Selamat mencoba salah satu wisata ekstrem ini!
Baca juga: 5 Destinasi Wisata Anti-Mainstream di Indonesia, Wajib Masuk Bucketlist Libur Akhir Tahun!
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Suasana lantas kembali riuh, sekelompok orang tadi saling berkomentar dan bergumam takjub tentang aktivitas ekstrem yang akan mereka lakukan. Panjat tebing. Kegiatan yang telah menjadi magnet wisata di Gunung Parang, Purwakarta dalam beberapa waktu terakhir.
Sebuah suara tepukan tangan kembali menyita perhatian kelompok tersebut. Berdiri di atas batu besar, pemandu tur memberi pidato singkat tentang lokasi wisata itu.
“Selamat datang di Parang Via Ferrata. Via Ferrata ini berasal dari bahasa Italia yang artinya jalur besi,” katanya, sembari tangannya menunjuk besi-besi yang tertancap di dinding bukit batu secara vertikal, tempat pijakan kaki untuk manjat.
Baca juga: Suka Panjat Tebing? Yuk Jajal 5 Lokasi yang Menantang Ini!
(Sumber gambar: Wikimedia Commons)
Dia juga meyakinkan kelompok yang dipandunya bahwa aktivitas ini aman dijalani. Pijakan besi yang tertanam kuat disebut mampu menopang beban hingga 500 kilogram. Sementara, tali pengaman yang ada di pinggirnya, sebagai tempat mengaitkan carabiner juga diklaim sama amannya.
Cara kerja untuk panjat tebing Via Ferrata cukup simpel. Kaitkan dua buah carabiner yang tersambung di hardness ke tali di pinggir jalur besi, lalu tinggal melangkah naik sambil satu tangan membawa tali pengikat carabiner.
Dalam beberapa meter interval vertikal, akan ada paku yang menyendat carabiner sehingga perlu dilepas dan dipasang kembali di bagian atasnya. Kuncinya, jangan lepas sekaligus dua carabiner. Lepaskan satu lalu pasang di atas, dan ulang hal yang sama sehingga keamanan tetap terjaga.
Ketika ingin beristirahat, peserta bisa mengaitkan satu carabiner ke jalur besi lalu tinggal melepaskan pegangan tangan dan hanya bertumpu pada kaki. Sensasinya serasa melayang di ketinggian, kendati memang cukup menakutkan bagi yang belum terbiasa.
Melihat ke arah bawah juga mungkin cukup mengerikan, tetapi pemandangan yang disuguhkan dari ketinggian ratusan meter di atas permukaan tanah itu nilainya sangat sepadan. Hamparan pohon hijau, rumah dan jalan pedesaan, serta waduk Jatiluhur terbentang saat berbalik dari hadapan tebing batu.
Awalnya, pendakian tebing Via Ferrata ini hanya bergerak naik lurus ke atas tetapi lama-kelamaan, makin tinggi jalur yang dilalui, posisi jalur besinya makin meliuk. Peserta tak lagi bergerak lurus ke atas tapi mulai bergerak horizontal hingga diagonal.
Berselang sekitar 1 sampai 2 jam terus bergerak dari titik awal, peserta tur akan sampai di titik finish yang ditandai dengan adanya cekungan di dinding tebing batu. Layaknya goa tapi tidak dalam, cukup untuk sekadar duduk-duduk santai di ketinggian 750 meter di atas permukaan laut (mdpl).
Baca juga: Ingin Nyobain Wisata Paralayang? Segini Biayanya
(Sumber gambar: Syaiful)
Setelah sekitar 30 menit beristirahat di cekungan tebing, peserta akan kembali turun. Caranya, bisa turun manual dengan menuruni jalur besi seperti saat naik atau dengan cara meluncur turun (rappelling) menggunakan alat yang telah dipasang oleh pemandu tur. Cara kedua paling banyak dipilih di antara kelompok saya kala itu.
Mekanisme rappeling mirip seperti proses menimba air dari sumur. Orang yang diturunkan adalah sebagai embernya. Dari atas langsung meluncur ke bawah dengan penjagaan pemandu yang mengontrol laju kecepatan turun tebing.
Rasanya cukup mengejutkan. Kaki harus kokoh berpijat pada dinding batu vertikal dan berjalan mundur, turun ke bawah. Sesekali lakukan hentakan kaki untuk mempercepat proses turun layaknya sedang melompat. Jika durasi pendakian membutuhkan waktu 1 hingga 2 jam, proses turunnya hanya sekitar 5 menit.
Aktivitas panjat tebing Via Ferrata di Gunung Parang memberikan pengalaman yang sangat menarik. Berada di pinggiran tebing yang tingginya ratusan meter dan bergantung pada peralatan seperti tali dan carabiner menjadi momen yang menimbulkan keberanian diri.
Sebagai informasi, paket tur ini harganya bervariasi tergantung agen dan pilihan ketinggian yang ingin ditempuh, mulai dari Rp350.000 sampai Rp700.000 dengan titik pemberangkatan di Jakarta. Fasilitas yang disediakan termasuk perjalanan pergi-pulang, peralatan, makan siang, dan dokumentasi.
Tips penting yang perlu diperhatikan saat akan melakukan aktivitas ini adalah mengenakan pakaian yang nyaman, sandal atau sepatu yang tidak licin, dan tidak perlu membawa banyak barang ketika memanjat tebing. Taruh barang-barang penting di basecamp yang disediakan pemandu tur. Selamat mencoba salah satu wisata ekstrem ini!
Baca juga: 5 Destinasi Wisata Anti-Mainstream di Indonesia, Wajib Masuk Bucketlist Libur Akhir Tahun!
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.