Menengok Tantangan Produksi Kayu Manis di Indonesia
16 December 2022 |
17:30 WIB
Kayu manis asal Indonesia masih terus diburu dan digemari pasar global. Selain karena kualitasnya yang nomor satu, kayu manis asal Indonesia kian diminati konsumen global yang kini mulai menyukai produk alami. Tren mengonsumsi produk alami membuat potensi bisnis kayu manis di Indonesia makin menjanjikan.
Saat ini, Indonesia juga tercatat sebagai negara penghasil kayu manis terbesar di dunia dengan jumlah produksi 91.242 ton per tahun, seperti dikutip dari Food and Agriculture Organization.
Meskipun demikian, komoditas yang seksi ini bukannya tanpa tantangan. Peneliti Kayu Manis dari Ghent University Sidi Rana Menggala mengatakan tantangan produksi kayu manis di Indonesia ialah soal nilai tambah.
Selama ini masyarakat hanya bisa mengelola dari sisi kulitnya saja. Padahal, dalam satu pohon masih banyak nilai ekonomis lain yang bisa dimanfaatkan.
Baca juga: Kenari Khas Maluku, Komoditas Mungil yang Punya Manfaat Besar
Sidi mengatakan daun kayu manis sangat diminati dari Dewan Atsiri Indonesia karena bisa menjadi essential oil. Kemudian, batang pohon yang sudah berusia 15 tahun secara tradisional bisa digunakan sebagai peti buah kemas dan pondasi bangunan rumah.
Selain itu, perlu ada upaya dari pemerintah dan stakeholder terkait untuk mendorong penciptaan produk turunan atau olahan dari kayu manis. Jadi, kayu manis tidak dijual dalam bentuk mentah. Sebab, ketika sudah diproses secara sederhana, seperti bubuk kayu manis, nilai tambahnya luar biasa.
Indonesia juga harus mulai menerapkan pola produksi yang lebih berkelanjutan. Sebab, pola pertanian untuk kayu manis di seluruh Indonesia tidak berubah dari 1900 sampai 2022.
Salah satu yang menarik diduplikasi ialah budi daya kayu manis di suku Dayak. Di Desa Emil Baru, para petani memiliki kebajikan secara adat untuk mengambil hasil hutan sesuai keperluan. Mereka hanya mengambil kayu manis sebanyak keranjang rotan yang mereka bawa sehingga keberlanjutannya lebih terjaga.
Dia mengatakan harga di dalam negeri ketika sedang rendah bisa menembus Rp20.000 per kilogram. Padahal, di luar negeri harganya masih bisa menyentuh 3 kali lipat dari harga tersebut.
Selain itu, persoalan jalur distribusi dan paskapanen juga jadi tantangan yang masih kerap ditemui. Menurut dia, para petani sudah jujur dan membawa hasil panen terbaik. Namun, para tengkulak justru melakukan hal yang merugikan industri ini.
“Barang 2 ton atau 3 ton, masuk oplosan sedikit itu tidak akan kentara. Jadi, barang Indonesia kerap dimainkan oleh para tengkulak ini,” ujar Rasyad.
Dia mengatakan para eksportir yang bermain di industri ini juga lebih banyak orang asing. Mereka memanfaatkan hasil bumi Indonesia dengan cara yang merugikan petani.
Para eksportir banyak yang membeli barang langsung dari petani supaya lebih murah. Kemudian, mereka bisa mengekspor ke luar dengan harga yang mahal. Terkadang, kata dia, pembelian ke petani bahkan dilakukan dengan cara utang.
Rasyad berharap pemerintah bisa memantau praktik yang seharusnya tidak terjadi ini. Peran pemerintah sangat penting untuk bisa mensejahterakan petani dan menghindari praktik tengkulak. pemerintah bisa mengawal jalur distribusi agar hasil panen terbaik bisa mendapatkan harga yang baik pula.
Padahal, potensi kayu manis sangat besar. Satu batang kayu manis selama 7 tahun bisa menghasilkan 500 kilogram kulit kayu manis. Para pelaku budi daya kayu manis juga tidak hanya memanfaatkan kulit saja.
Batang pohonnya juga sudah dimanfaatkan untuk memberi nilai tambah. Batang pohon kayu manis memiliki kualitas yang baik sebagai kayu bakar dan penambah cita rasa masakan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Saat ini, Indonesia juga tercatat sebagai negara penghasil kayu manis terbesar di dunia dengan jumlah produksi 91.242 ton per tahun, seperti dikutip dari Food and Agriculture Organization.
Meskipun demikian, komoditas yang seksi ini bukannya tanpa tantangan. Peneliti Kayu Manis dari Ghent University Sidi Rana Menggala mengatakan tantangan produksi kayu manis di Indonesia ialah soal nilai tambah.
Selama ini masyarakat hanya bisa mengelola dari sisi kulitnya saja. Padahal, dalam satu pohon masih banyak nilai ekonomis lain yang bisa dimanfaatkan.
Baca juga: Kenari Khas Maluku, Komoditas Mungil yang Punya Manfaat Besar
Sidi mengatakan daun kayu manis sangat diminati dari Dewan Atsiri Indonesia karena bisa menjadi essential oil. Kemudian, batang pohon yang sudah berusia 15 tahun secara tradisional bisa digunakan sebagai peti buah kemas dan pondasi bangunan rumah.
Selain itu, perlu ada upaya dari pemerintah dan stakeholder terkait untuk mendorong penciptaan produk turunan atau olahan dari kayu manis. Jadi, kayu manis tidak dijual dalam bentuk mentah. Sebab, ketika sudah diproses secara sederhana, seperti bubuk kayu manis, nilai tambahnya luar biasa.
Indonesia juga harus mulai menerapkan pola produksi yang lebih berkelanjutan. Sebab, pola pertanian untuk kayu manis di seluruh Indonesia tidak berubah dari 1900 sampai 2022.
Salah satu yang menarik diduplikasi ialah budi daya kayu manis di suku Dayak. Di Desa Emil Baru, para petani memiliki kebajikan secara adat untuk mengambil hasil hutan sesuai keperluan. Mereka hanya mengambil kayu manis sebanyak keranjang rotan yang mereka bawa sehingga keberlanjutannya lebih terjaga.
Rantai Distribusi
Penggagas Komunitas Petani Kayu Manis Indonesia Bahagia Rasyad mengatakan kayu manis adalah komoditas yang menggiurkan. Namun, sering kali harganya bergerak terlalu fluktuatif. Dia berharap ada mekanisme yang membuat harga kayu manis bisa lebih stabil.Dia mengatakan harga di dalam negeri ketika sedang rendah bisa menembus Rp20.000 per kilogram. Padahal, di luar negeri harganya masih bisa menyentuh 3 kali lipat dari harga tersebut.
Selain itu, persoalan jalur distribusi dan paskapanen juga jadi tantangan yang masih kerap ditemui. Menurut dia, para petani sudah jujur dan membawa hasil panen terbaik. Namun, para tengkulak justru melakukan hal yang merugikan industri ini.
“Barang 2 ton atau 3 ton, masuk oplosan sedikit itu tidak akan kentara. Jadi, barang Indonesia kerap dimainkan oleh para tengkulak ini,” ujar Rasyad.
Dia mengatakan para eksportir yang bermain di industri ini juga lebih banyak orang asing. Mereka memanfaatkan hasil bumi Indonesia dengan cara yang merugikan petani.
Para eksportir banyak yang membeli barang langsung dari petani supaya lebih murah. Kemudian, mereka bisa mengekspor ke luar dengan harga yang mahal. Terkadang, kata dia, pembelian ke petani bahkan dilakukan dengan cara utang.
Rasyad berharap pemerintah bisa memantau praktik yang seharusnya tidak terjadi ini. Peran pemerintah sangat penting untuk bisa mensejahterakan petani dan menghindari praktik tengkulak. pemerintah bisa mengawal jalur distribusi agar hasil panen terbaik bisa mendapatkan harga yang baik pula.
Padahal, potensi kayu manis sangat besar. Satu batang kayu manis selama 7 tahun bisa menghasilkan 500 kilogram kulit kayu manis. Para pelaku budi daya kayu manis juga tidak hanya memanfaatkan kulit saja.
Batang pohonnya juga sudah dimanfaatkan untuk memberi nilai tambah. Batang pohon kayu manis memiliki kualitas yang baik sebagai kayu bakar dan penambah cita rasa masakan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.