Review The Fabelmans, Kenangan Emosional & Kecintaan Sinema Steven Spielberg
25 November 2022 |
14:55 WIB
Sejak pertama kali diputar pada ajang Toronto International Film Festival (TIFF) dan mendapatkan tepuk tangan meriah penonton, film terbaru karya sutradara kawakan Steven Spielberg berjudul The Fabelmans telah dinantikan para penikmat sinema.
Apalagi, film ini disebut-sebut sebagai karya paling personalnya. Menceritakan perjalanan hidup seorang bocah yang jatuh cinta terhadap dunia sinema, serta lika-liku hidupnya di tengah keluarga dan lingkungan yang penuh drama.
Ya, The Fabelmans merupakan film semi autobiografi tentang Steven Spielberg. Dibalut dengan sentuhan dan karakter fiksi, sutradara peraih Oscar itu bertutur kisah mengenai masa kecilnya, ibu dan ayahnya, keluarganya, dan semua intrik yang muncul di antaranya.
Di panggung TIFF, Spielberg mengatakan bahwa pandemi Covid-19 menginspirasinya untuk menceritakan kisahnya yang paling pribadi. Tentang upaya pembuatan film awalnya, tentang masa kecilnya di Arizona dan California, dan tentang perpecahan keluarganya.
“Ketika keadaan menjadi semakin buruk, saya merasa bahwa jika saya akan meninggalkan sesuatu, hal apa yang benar-benar perlu untuk diselesaikan dan dibongkar tentang ibu saya, ayah saya,” katanya, dilansir dari Variety.
Baca juga: Review Film Lesson in Murder
Spoiler Alert
Film The Fabelmans dimulai dengan adegan keluarga Fabelmans: Mitzi (diperankan Michelle Williams), Burt (Paul Dano), dan Samuel/Sammy kecil (Mateo Zoryon Francis-DeFord) yang menyaksikan film layar lebar The Greatest Show on Earth.
Pada awalnya, Sammy merasa ketakutan. Akan tetapi, Burt yang merupakan seorang insinyur menjelaskan konsep dan teknis mengenai pemutaran film di bioskop era 1950-an. Dia berupaya menyampaikan pesan bahwa pengalaman yang bakal dilaluinya tidaklah menakutkan.
Sebagai sutradara sekaligus penulis film [bersama Tony Kushner], Spielberg dengan telaten menyelipkan informasi seputar dunia sinema kala itu. Pembahasan mengenai cara kerja proyektor, jenis kamera era Perang Dunia I, hingga proses pengeditan memakai rol film digambarkan secara presisi.
Diyakinkan kedua orang tuanya, Sammy kecil pun menonton film pertamanya. Setelahnya, salah satu adegan dalam film kerap menghantuinya dalam mimpi, tetapi juga menjadi pembuka jalannya berkenalan dengan dunia sinema.
Berbekal kamera lawas milik ayahnya, Sammy merekam banyak adegan keseharian hingga membuat film bersama teman-teman. Babak awal film ini menyuguhkan kisah manis keluarga kecil Fabelmans.
Intrik mulai muncul saat Sammy beranjak remaja (diperankan Gabriel LaBelle), ketika keluarganya pindah ke Arizona, lalu ke California. Ibunya, Mitzi merupakan sosok yang tempramental dan impulsif. Sifatnya yang seperti itu banyak memberi dinamika dalam keluarga mereka.
Ayahnya, Burt adalah seorang pekerja di bidang teknologi yang antusias dengan apa yang dilakukannya, tapi kerap luput akan konsekuensi emosional yang dialami keluarga. Tak jarang, dia meminta Sammy untuk berhenti menjalani hobinya membuat film, dan menyuruhnya membuat sesuatu yang lebih riil.
Ada juga percikan yang disadari Sammy di antara ibunya dan paman Bennie (Seth Rogen), yang semakin menambah rumit urusan keluarga Fabelmans. Belum lagi, perihal diskriminasi keluarga Yahudi dan perundungan yang dialaminya di sekolah.
Baca juga: Review Sri Asih, Aksi Superhero Wanita yang Penuh Plot Twist
Dengan kondisi yang pelik itu, The Fabelmans akan mengaduk perasaan para penggemarnya. Karya sinema ini bahkan diakui Spielberg melibatkan sisi emosi yang tebal. Alih-alih mudah dibuat karena didasarkan pada pengalamannya, justru film ini jadi sulit dikerjakan dari sisi emosional.
“Bagi saya ini adalah pengalaman yang menakutkan, karena saya mencoba dengan cara semi otobiografi untuk menciptakan kembali ingatan yang sangat besar. Tidak hanya dalam hidup saya, tapi juga dalam kehidupan ketiga saudara perempuan saya, ibu dan ayah yang tidak lagi bersama kami,” katanya.
Kendati film disuguhkan dengan alur yang lambat, slow pace dan berdurasi lebih dari 2 jam (151 menit), tapi pendalaman karakter dan luapan emosi dari para pemeran tidak akan membuat kalian ngantuk. Justru ada banyak adegan yang membuat penonton menahan napas atau bahkan air mata.
Tidak melulu kehidupan yang melodrama, film juga menampilkan kenangan Sammy dengan momen komedi dan lucu, yang bakal menghibur penonton. Dengan begitu, film ini memberikan pengalaman utuh, yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Lewat kisah Sammy, kita seolah diberi gambaran lebih jelas tentang perjalanan hidup Spielberg kecil yang traumatis, dan kecintaannya terhadap sinema. Film ini juga agaknya menjadi upaya menggali kembali dan rekonsiliasi sang sutradara atas kenangan tersebut.
The Fablemans mendapatkan ulasan yang positif. Situs IMDb mencatat nilai 8,2/10 dan Rotten Tomatoes dengan skor 93 persen. Judul ini juga telah membawa pulang trofi People’s Choice Award Toronto International Film Festival dan Precious Gem Award Miami International Film Festival, serta digadang jadi penantang kuat Oscar di Academy Awards mendatang.
Baca juga: Daftar 9 Film Tayang di Bioskop Bulan Desember 2022, Cocok Jadi Tontonan Akhir Tahun
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Apalagi, film ini disebut-sebut sebagai karya paling personalnya. Menceritakan perjalanan hidup seorang bocah yang jatuh cinta terhadap dunia sinema, serta lika-liku hidupnya di tengah keluarga dan lingkungan yang penuh drama.
Ya, The Fabelmans merupakan film semi autobiografi tentang Steven Spielberg. Dibalut dengan sentuhan dan karakter fiksi, sutradara peraih Oscar itu bertutur kisah mengenai masa kecilnya, ibu dan ayahnya, keluarganya, dan semua intrik yang muncul di antaranya.
Di panggung TIFF, Spielberg mengatakan bahwa pandemi Covid-19 menginspirasinya untuk menceritakan kisahnya yang paling pribadi. Tentang upaya pembuatan film awalnya, tentang masa kecilnya di Arizona dan California, dan tentang perpecahan keluarganya.
“Ketika keadaan menjadi semakin buruk, saya merasa bahwa jika saya akan meninggalkan sesuatu, hal apa yang benar-benar perlu untuk diselesaikan dan dibongkar tentang ibu saya, ayah saya,” katanya, dilansir dari Variety.
Baca juga: Review Film Lesson in Murder
Ulasan
Spoiler AlertFilm The Fabelmans dimulai dengan adegan keluarga Fabelmans: Mitzi (diperankan Michelle Williams), Burt (Paul Dano), dan Samuel/Sammy kecil (Mateo Zoryon Francis-DeFord) yang menyaksikan film layar lebar The Greatest Show on Earth.
Pada awalnya, Sammy merasa ketakutan. Akan tetapi, Burt yang merupakan seorang insinyur menjelaskan konsep dan teknis mengenai pemutaran film di bioskop era 1950-an. Dia berupaya menyampaikan pesan bahwa pengalaman yang bakal dilaluinya tidaklah menakutkan.
Sebagai sutradara sekaligus penulis film [bersama Tony Kushner], Spielberg dengan telaten menyelipkan informasi seputar dunia sinema kala itu. Pembahasan mengenai cara kerja proyektor, jenis kamera era Perang Dunia I, hingga proses pengeditan memakai rol film digambarkan secara presisi.
Diyakinkan kedua orang tuanya, Sammy kecil pun menonton film pertamanya. Setelahnya, salah satu adegan dalam film kerap menghantuinya dalam mimpi, tetapi juga menjadi pembuka jalannya berkenalan dengan dunia sinema.
Berbekal kamera lawas milik ayahnya, Sammy merekam banyak adegan keseharian hingga membuat film bersama teman-teman. Babak awal film ini menyuguhkan kisah manis keluarga kecil Fabelmans.
(Sumber gambar: Universal Pictures/Amblin Entertainment)
Ayahnya, Burt adalah seorang pekerja di bidang teknologi yang antusias dengan apa yang dilakukannya, tapi kerap luput akan konsekuensi emosional yang dialami keluarga. Tak jarang, dia meminta Sammy untuk berhenti menjalani hobinya membuat film, dan menyuruhnya membuat sesuatu yang lebih riil.
Ada juga percikan yang disadari Sammy di antara ibunya dan paman Bennie (Seth Rogen), yang semakin menambah rumit urusan keluarga Fabelmans. Belum lagi, perihal diskriminasi keluarga Yahudi dan perundungan yang dialaminya di sekolah.
Baca juga: Review Sri Asih, Aksi Superhero Wanita yang Penuh Plot Twist
Dengan kondisi yang pelik itu, The Fabelmans akan mengaduk perasaan para penggemarnya. Karya sinema ini bahkan diakui Spielberg melibatkan sisi emosi yang tebal. Alih-alih mudah dibuat karena didasarkan pada pengalamannya, justru film ini jadi sulit dikerjakan dari sisi emosional.
“Bagi saya ini adalah pengalaman yang menakutkan, karena saya mencoba dengan cara semi otobiografi untuk menciptakan kembali ingatan yang sangat besar. Tidak hanya dalam hidup saya, tapi juga dalam kehidupan ketiga saudara perempuan saya, ibu dan ayah yang tidak lagi bersama kami,” katanya.
Kendati film disuguhkan dengan alur yang lambat, slow pace dan berdurasi lebih dari 2 jam (151 menit), tapi pendalaman karakter dan luapan emosi dari para pemeran tidak akan membuat kalian ngantuk. Justru ada banyak adegan yang membuat penonton menahan napas atau bahkan air mata.
Tidak melulu kehidupan yang melodrama, film juga menampilkan kenangan Sammy dengan momen komedi dan lucu, yang bakal menghibur penonton. Dengan begitu, film ini memberikan pengalaman utuh, yang dekat dengan kehidupan sehari-hari.
Lewat kisah Sammy, kita seolah diberi gambaran lebih jelas tentang perjalanan hidup Spielberg kecil yang traumatis, dan kecintaannya terhadap sinema. Film ini juga agaknya menjadi upaya menggali kembali dan rekonsiliasi sang sutradara atas kenangan tersebut.
The Fablemans mendapatkan ulasan yang positif. Situs IMDb mencatat nilai 8,2/10 dan Rotten Tomatoes dengan skor 93 persen. Judul ini juga telah membawa pulang trofi People’s Choice Award Toronto International Film Festival dan Precious Gem Award Miami International Film Festival, serta digadang jadi penantang kuat Oscar di Academy Awards mendatang.
Baca juga: Daftar 9 Film Tayang di Bioskop Bulan Desember 2022, Cocok Jadi Tontonan Akhir Tahun
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.