Review Film Lesson in Murder
07 November 2022 |
17:57 WIB
1
Like
Like
Like
Gelaran Japanese Film Festival (JFF) di Jakarta, Indonesia telah rampung dihelat pada akhir pekan lalu, 4 sampai 6 November 2022. Total ada 14 film berbagai genre asal Negeri Sakura yang ditampilkan di layar lebar CGV Grand Indonesia selama tiga hari festival berlangsung.
Salah satunya adalah Lesson in Murder besutan Kazuya Shiraishi. Bagi para penggemar film kriminal (crime), nama Shiraishi tentu sudah tidak asing lagi. Dia adalah sutradara sejumlah film aksi kejahatan memukau asal Jepang, termasuk The Devil’s Path (2013) dan film seri Wolves; The Blood of Wolves (2018), dan Last of Wolves (2021).
Tak ayal, buah tangan film terbarunya selalu dinantikan. Hal ini juga yang mendorong penulis bergegas memesan tiket ketika mengetahui ada judul terbaru Shiraishi di JFF 2022. Lesson in Murder. Film sebenarnya telah rilis di Jepang sejak 6 Mei lalu, tapi baru sampai ke Indonesia lewat festival ini.
Lesson in Murder merupakan film kriminal psikologis yang didasarkan pada novel berjudul Jepang Shikei ni Itaru Yamai karya Kuishiki Riu. Riu juga terlibat dalam penulisan naskah skenario film ini bersama dengan Ryo Takada (The Light Shines Only There; Silver Spoon; You’re Not Normal, Either; dll).
Baca juga: 8 Film Psikologis yang Wajib Ditonton, Seru & Menegangkan
*Spoiler alert*
Ceritanya mengikuti seorang mahasiswa yang bersekolah di kampus kelas tiga, Kakei Masaya (diperankan Koshi Mizukami). Satu ketika, dia menerima surat dari pembunuh berantai Haimura Yamato (Sadawo Abe). Pada awalnya, hubungan mereka berdua sebatas pelanggan dan pemilik toko roti. Ketika kecil, Masaya adalah pembeli yang sering datang ke toko yang dikelola oleh Yamato.
Di kemudian waktu, Yamato tertangkap dan divonis bersalah atas 24 pembunuhan yang dilakukannya pada remaja berusia sekitar 18 hingga 19 tahun. Hanya saja, dalam surat yang disampaikannya kepada Masaya, dia bersikeras menyatakan tidak bersalah atas satu kasus dari seluruh aksi pembunuhan yang dituduhkan.
Disebutkan bahwa satu kasus itu memiliki pola yang berbeda dengan kriteria target dan cara pembunuhan yang biasanya dilakukan. Melalui surat itu, Yamato mendorong Masaya secara halus untuk melakukan penyelidikan ulang, yang membawanya membuka tabir tentang hubungan dengan orang-orang terdekatnya.
Lesson in Murder dibuka dengan penampilan Haimura Yamato yang polos dan baik hati melayani para pelanggan remaja di tokonya. Tak lama berselang, hal itu berubah total. Abe yang memerankan karakter pembunuh berantai itu tampak menjadi sosok yang bengis dan mengerikan.
Film ini menampilkan beberapa adegan mengganggu yang memperlihatkan aksi penyiksaan si pembunuh terhadap korbannya. Tak hanya dari sisi visual, dialog yang diutarakan dalam persidangan juga menjabarkan bagaimana Yamato melakukan aksi keji pada para remaja. Cerita terus berlanjut dengan serangkaian adegan yang bikin bergidik.
Menonton karya sinema Jepang ini sedikit banyak mengingatkan pada salah satu film kriminal horor terbaik sepanjang masa, The Silence of the Lambs (1991) dari sutradara Jonathan Demme. Penokohan karakter pembunuh bayaran yang cerdas dan percaya diri hingga percakapan intens dan manipulatif, disuguhkan sebagai sajian utama.
Baca juga: 7 Film Horor yang Tayang di Genflix, Awas Bergidik!
Salah satu pengalaman terbaik menonton Lesson in Murder ada pada adegan bincang-bincang antara Yamato dan Masaya di ruang kunjungan penjara. Yamato yang menunggu hukuman matinya, bertutur kisah soal aksi pembunuhan. Mengingat kembali apa yang telah diperbuatnya, dengan tetap menyembunyikan motifnya terhadap Masaya.
Sementara itu, Masaya yang menelusuri kembali deretan pembunuhan berantai bertahun-tahun lalu, menemukan banyak fakta mengejutkan. Tak jarang kemajuan jalan ceritanya terbentur dengan motif Yamato melakukan aksi keji itu. Alhasil, dia berulang kali mengunjungi penjara untuk mencari jawaban dan kebenaran.
Lewat rangkaian kalimat yang disampaikan, dialog antara kedua tokoh utama itu mengeksploitasi perasaan gelap dan kelam manusia. Penjabaran Yamato yang blak-blakan dan respons Masaya yang emosional, beradu dan saling bersambut penuh ketegangan.
Bincang-bincang keduanya makin memukau dengan pengambilan gambar yang jempolan. Kreasi tampilan scene by scene yang dihadirkan pada film ini punya detail presisi, yang kian mendorong keseluruhan pengalaman menonton film. Khususnya adegan percakapan di antara keduanya.
Refleksi wajah Yamato dan Masaya di kaca pembatas, yang banyak dipakai, menambah kesan mendalam pada obrolan mereka. Tak jarang, kamera juga menyoroti keduanya dalam satu posisi yang sama. Ini terjadi ketika Masaya mulai menunjukkan perubahan emosi menjadi lebih kelam. Seolah menggambarkan dia telah menjadi dan sosok keji, layaknya si pembunuh bayaran.
Di samping itu, penokohan karakter utama di film ini juga terejawantahkan dengan sangat baik dari para aktornya. Abe sebagai pemeran karakter pembunuh berantai, melakukan perannya dengan epik. Ekspresi wajah polosnya, tapi pada saat yang bersamaan terlihat keji, hingga cara bicaranya yang kalem tapi intimidatif, sangat memukau.
Akan tetapi hal tersebut menyebabkan alur ceritanya jadi tumpang tindih. Penonton barangkali akan dibuat bingung dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Di luar itu, narasi besar soal sifat gelap manusia memang tergambarkan dan tersampaikan secara detail lewat dialog, ekspresi, dan adegan film yang gamblang.
Secara keseluruhan, Lesson in Murder karya Kazuya Shiraishi menawarkan tontonan kriminal psikologis yang menegangkan dan meninggalkan kesan mendalam soal sifat dan emosi kelam dari sosok manusia.
Baca juga: Profil Akira Kurosawa, Sineas Asal jepang yang Jadi Inspirasi Pembuat Film Dunia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Salah satunya adalah Lesson in Murder besutan Kazuya Shiraishi. Bagi para penggemar film kriminal (crime), nama Shiraishi tentu sudah tidak asing lagi. Dia adalah sutradara sejumlah film aksi kejahatan memukau asal Jepang, termasuk The Devil’s Path (2013) dan film seri Wolves; The Blood of Wolves (2018), dan Last of Wolves (2021).
Tak ayal, buah tangan film terbarunya selalu dinantikan. Hal ini juga yang mendorong penulis bergegas memesan tiket ketika mengetahui ada judul terbaru Shiraishi di JFF 2022. Lesson in Murder. Film sebenarnya telah rilis di Jepang sejak 6 Mei lalu, tapi baru sampai ke Indonesia lewat festival ini.
Lesson in Murder merupakan film kriminal psikologis yang didasarkan pada novel berjudul Jepang Shikei ni Itaru Yamai karya Kuishiki Riu. Riu juga terlibat dalam penulisan naskah skenario film ini bersama dengan Ryo Takada (The Light Shines Only There; Silver Spoon; You’re Not Normal, Either; dll).
Baca juga: 8 Film Psikologis yang Wajib Ditonton, Seru & Menegangkan
*Spoiler alert*
Ceritanya mengikuti seorang mahasiswa yang bersekolah di kampus kelas tiga, Kakei Masaya (diperankan Koshi Mizukami). Satu ketika, dia menerima surat dari pembunuh berantai Haimura Yamato (Sadawo Abe). Pada awalnya, hubungan mereka berdua sebatas pelanggan dan pemilik toko roti. Ketika kecil, Masaya adalah pembeli yang sering datang ke toko yang dikelola oleh Yamato.
Di kemudian waktu, Yamato tertangkap dan divonis bersalah atas 24 pembunuhan yang dilakukannya pada remaja berusia sekitar 18 hingga 19 tahun. Hanya saja, dalam surat yang disampaikannya kepada Masaya, dia bersikeras menyatakan tidak bersalah atas satu kasus dari seluruh aksi pembunuhan yang dituduhkan.
Disebutkan bahwa satu kasus itu memiliki pola yang berbeda dengan kriteria target dan cara pembunuhan yang biasanya dilakukan. Melalui surat itu, Yamato mendorong Masaya secara halus untuk melakukan penyelidikan ulang, yang membawanya membuka tabir tentang hubungan dengan orang-orang terdekatnya.
(Sumber gambar: Klock Worx)
Film ini menampilkan beberapa adegan mengganggu yang memperlihatkan aksi penyiksaan si pembunuh terhadap korbannya. Tak hanya dari sisi visual, dialog yang diutarakan dalam persidangan juga menjabarkan bagaimana Yamato melakukan aksi keji pada para remaja. Cerita terus berlanjut dengan serangkaian adegan yang bikin bergidik.
Menonton karya sinema Jepang ini sedikit banyak mengingatkan pada salah satu film kriminal horor terbaik sepanjang masa, The Silence of the Lambs (1991) dari sutradara Jonathan Demme. Penokohan karakter pembunuh bayaran yang cerdas dan percaya diri hingga percakapan intens dan manipulatif, disuguhkan sebagai sajian utama.
Baca juga: 7 Film Horor yang Tayang di Genflix, Awas Bergidik!
Dialog Intens
Salah satu pengalaman terbaik menonton Lesson in Murder ada pada adegan bincang-bincang antara Yamato dan Masaya di ruang kunjungan penjara. Yamato yang menunggu hukuman matinya, bertutur kisah soal aksi pembunuhan. Mengingat kembali apa yang telah diperbuatnya, dengan tetap menyembunyikan motifnya terhadap Masaya. Sementara itu, Masaya yang menelusuri kembali deretan pembunuhan berantai bertahun-tahun lalu, menemukan banyak fakta mengejutkan. Tak jarang kemajuan jalan ceritanya terbentur dengan motif Yamato melakukan aksi keji itu. Alhasil, dia berulang kali mengunjungi penjara untuk mencari jawaban dan kebenaran.
Lewat rangkaian kalimat yang disampaikan, dialog antara kedua tokoh utama itu mengeksploitasi perasaan gelap dan kelam manusia. Penjabaran Yamato yang blak-blakan dan respons Masaya yang emosional, beradu dan saling bersambut penuh ketegangan.
Sinematografi Ciamik
Bincang-bincang keduanya makin memukau dengan pengambilan gambar yang jempolan. Kreasi tampilan scene by scene yang dihadirkan pada film ini punya detail presisi, yang kian mendorong keseluruhan pengalaman menonton film. Khususnya adegan percakapan di antara keduanya. Refleksi wajah Yamato dan Masaya di kaca pembatas, yang banyak dipakai, menambah kesan mendalam pada obrolan mereka. Tak jarang, kamera juga menyoroti keduanya dalam satu posisi yang sama. Ini terjadi ketika Masaya mulai menunjukkan perubahan emosi menjadi lebih kelam. Seolah menggambarkan dia telah menjadi dan sosok keji, layaknya si pembunuh bayaran.
Di samping itu, penokohan karakter utama di film ini juga terejawantahkan dengan sangat baik dari para aktornya. Abe sebagai pemeran karakter pembunuh berantai, melakukan perannya dengan epik. Ekspresi wajah polosnya, tapi pada saat yang bersamaan terlihat keji, hingga cara bicaranya yang kalem tapi intimidatif, sangat memukau.
Alur yang Tumpang Tindih
Lesson in Murder banyak menerapkan alur maju mundur. Percakapan dan penyelidikan pada masa kini, dibandingkan dengan peristiwa yang terjadi pada masa lampau. Penonton juga perlu fokus pada penceritaan dan alur yang ada film ini. Soalnya, tak sedikit cerita yang diungkap sebelumnya dibantah dengan cerita yang lebih baru dari Yamato. Memang tujuannya adalah untuk mengaburkan motif dan memanipulasi kondisi emosi Yamasa.Akan tetapi hal tersebut menyebabkan alur ceritanya jadi tumpang tindih. Penonton barangkali akan dibuat bingung dengan apa yang terjadi sesungguhnya. Di luar itu, narasi besar soal sifat gelap manusia memang tergambarkan dan tersampaikan secara detail lewat dialog, ekspresi, dan adegan film yang gamblang.
Secara keseluruhan, Lesson in Murder karya Kazuya Shiraishi menawarkan tontonan kriminal psikologis yang menegangkan dan meninggalkan kesan mendalam soal sifat dan emosi kelam dari sosok manusia.
Baca juga: Profil Akira Kurosawa, Sineas Asal jepang yang Jadi Inspirasi Pembuat Film Dunia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.