Suguhan Seni & Inovasi Teknologi dalam Pameran Rekam Masa
06 November 2022 |
14:25 WIB
Tren Non-Fungible Token (NFT) yang semakin populer di masyarakat membuat pameran seni pun kian terhubung dengan perkembangan teknologi tersebut. Salah satunya adalah pameran Rekam Masa: Pameran Seni Terintegrasi Blockchain yang dihelat di Museum Nasional Indonesia.
Pameran itu menampilkan karya-karya seni fisik yang data karyanya terintegrasi dalam jaringan blockchain. Data itu dapat dilihat dalam platform Artopologi, marketplace sekaligus penyedia layanan sertifikasi keaslian digital berbasis blockchain untuk karya seni fisik seperti lukisan, patung, instalasi seni, objek seni, yang bersifat unik atau tidak ada duanya.
Seperti judulnya, Rekam Masa adalah sebuah pameran yang mengambil tema perjalanan waktu antara seni yang berpadu dengan teknologi. Makna "Rekam Masa" juga mengacu pada stempel waktu yang menjadi landasan teknologi rantai blok, di mana setiap karya seni dalam pameran terintegrasi ke dalam jaringan tersebut.
Baca juga: Pesona Karya Seni Kontemporer & Surealis di Art Moments Jakarta 2022
Ada sekitar 90 seniman dan ratusan karya dengan berbagai medium yang ditampilkan pada pameran tersebut. Mulai dari bentuk lukisan, fotografi, patung, instalasi, seni pertunjukan (performance art), fashion masterpiece, seni digital, hingga instalasi art wedding.
Beberapa nama seniman dari berbagai latar belakang yang memamerkan karyanya pada pentas tersebut antara lain Teguh Ostenrik, Galam Zulkifli, Dipo Andy, Mang Moel, FJ Kunting, Rinaldy Yunardi, Didi Budiardjo, Ghea Panggabean, dan Joshua Irwandi.
CEO & Founder Artopologi Intan Wibisono menjelaskan Artopologi merupakan sebuah lokapasar karya seni fisik yang terintegrasi dengan blockchain, teknologi yang digunakan sebagai sistem penyimpanan atau bank data secara digital yang terhubung dengan kriptografi.
Intan menjelaskan setiap karya seni fisik seperti lukisan, patung, instalasi seni, yang dipamerkan dan diperjualbelikan di laman Artopologi, disertai dengan certificate of authenticity (COA) atau sertifikat keaslian digital yang terdaftar di blockchain. "Yang ditransaksikan atau yang ditampilkan di situ karya seni fisik. Jadi transaksinya menggunakan rupiah. Tidak menggunakan cryptocurrency apapun," katanya.
Setiap pengguna lokapasar Artopologi harus mempunyai crypto wallet. Ketika proses jual beli terjadi, akan ada dua langkah yang dilakukan, yakni karya fisik akan diantarkan ke manapun sesuai keinginan pembeli, sementara sertifikat keaslian digitalnya akan ditransfer melalui crypto wallet.
Baca juga: Seniman Andry Boy Kurniawan Bawa Koleksi Contemporary Yesterday di Art Moments Jakarta 2022
Menurut Intan, saat ini teknologi telah bergerak menuju Web3 yang merupakan generasi ketiga dari jaringan internet. Oleh karena itu, pihaknya ingin turut serta dalam membantu para seniman dan pecinta seni dalam mengadopsi teknologi Web3, salah satunya dengan mendaftarkan setiap karya yang dijual di blockchain untuk mendapatkan sertifikat digital yang otentik.
"Certificate of Authenticity [COA] ini juga berfungsi mengoptimalkan perlindungan hak penciptanya, sekaligus memberikan rasa aman bagi pecinta seni yang mengoleksi karya tersebut," kata Intan.
Menurutnya, teknologi blockchain dikenal unggul untuk mencatat sejarah data karya dan peristiwa seni, karena aman, transparan, otomatis, dan terdesentralisasi. Oleh karena itu, lanjutnya, integrasi antara seni dengan teknologi adalah keniscayaan untuk mendorong perkembangan dunia seni itu sendiri bertumbuh mengikuti zaman.
Intan mengatakan penyelenggaraan pameran Rekam Masa merupakan upaya untuk mendukung konvergensi dunia seni dengan teknologi, termasuk mendorong regenerasi kolektor seni. "Kami ingin menghubungkan ekosistem seni dengan inovasi teknologi, sebagai gerbang baru pembuka jalan bagi seni untuk terus tumbuh dan bergerak maju," terangnya.
Baca juga: Linda Gallery Bangun Pasar Seni NFT untuk Seniman Indonesia & Asia
Kurator Sudjud Dartanto mengatakan Rekam Masa merupakan pameran pertama dan terbesar secara fisik di Indonesia yang terintegrasi dengan blockchain. Setiap karya seni fisik yang dipamerkan akan didaftarkan di blockchain untuk mendapatkan sertifikat digital yang menjamin keotentikannya.
Metode semacam ini, paparnya, bisa menjadi jawaban atas berbagai masalah sertifikasi karya konvensional. Sebab, acapkali seorang kolektor kehilangan sertifikat, sehingga nilai otentisitas dari karya tersebut bisa terancam. "Dengan terintegrasi blockchain, maka seseorang akan bisa mengikuti asal dari perjalanan sertifikasi tersebut dengan berbagai keperluan dan kepentingan," katanya.
Artinya, dengan sertifikat keaslian digital tersebut, kolektor dapat melacak perjalanan kepemilikan karya, termasuk ketika karya tersebut pernah dipindahkan sebagai koleksi museum atau galeri. Dengan kata lain, transparansi yang ditawarkan oleh blockchain bisa membuat riwayat perjalanan karya tersebut lebih jelas.
Selain itu, dari sisi seniman, mereka juga bisa mendapatkan royalti seumur hidup dari karyanya melalui smart contract yang dimiliki. Terlebih, besaran royalti tersebut juga dapat ditentukan sendiri oleh sang seniman termasuk diwariskan kepada siapapun.
"Seringkali seniman itu tidak tahu karyanya itu pindah tangan dan ketika terjadi valuasi yang naik, kadangkala mereka tidak mendapatkan bagian. Jadi ini adalah satu evolusi dari rantai blok yang implikasinya mengubah tatanan pasar seni yang seharusnya menjadi lebih baik," ujarnya.
Baca juga: Pameran 100 Tahun Chairil Anwar, Mengenang si Binatang Jalang dalam Lembaran-lembaran Arsip
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Pameran itu menampilkan karya-karya seni fisik yang data karyanya terintegrasi dalam jaringan blockchain. Data itu dapat dilihat dalam platform Artopologi, marketplace sekaligus penyedia layanan sertifikasi keaslian digital berbasis blockchain untuk karya seni fisik seperti lukisan, patung, instalasi seni, objek seni, yang bersifat unik atau tidak ada duanya.
Seperti judulnya, Rekam Masa adalah sebuah pameran yang mengambil tema perjalanan waktu antara seni yang berpadu dengan teknologi. Makna "Rekam Masa" juga mengacu pada stempel waktu yang menjadi landasan teknologi rantai blok, di mana setiap karya seni dalam pameran terintegrasi ke dalam jaringan tersebut.
Baca juga: Pesona Karya Seni Kontemporer & Surealis di Art Moments Jakarta 2022
Ada sekitar 90 seniman dan ratusan karya dengan berbagai medium yang ditampilkan pada pameran tersebut. Mulai dari bentuk lukisan, fotografi, patung, instalasi, seni pertunjukan (performance art), fashion masterpiece, seni digital, hingga instalasi art wedding.
Beberapa nama seniman dari berbagai latar belakang yang memamerkan karyanya pada pentas tersebut antara lain Teguh Ostenrik, Galam Zulkifli, Dipo Andy, Mang Moel, FJ Kunting, Rinaldy Yunardi, Didi Budiardjo, Ghea Panggabean, dan Joshua Irwandi.
CEO & Founder Artopologi Intan Wibisono menjelaskan Artopologi merupakan sebuah lokapasar karya seni fisik yang terintegrasi dengan blockchain, teknologi yang digunakan sebagai sistem penyimpanan atau bank data secara digital yang terhubung dengan kriptografi.
Intan menjelaskan setiap karya seni fisik seperti lukisan, patung, instalasi seni, yang dipamerkan dan diperjualbelikan di laman Artopologi, disertai dengan certificate of authenticity (COA) atau sertifikat keaslian digital yang terdaftar di blockchain. "Yang ditransaksikan atau yang ditampilkan di situ karya seni fisik. Jadi transaksinya menggunakan rupiah. Tidak menggunakan cryptocurrency apapun," katanya.
Setiap pengguna lokapasar Artopologi harus mempunyai crypto wallet. Ketika proses jual beli terjadi, akan ada dua langkah yang dilakukan, yakni karya fisik akan diantarkan ke manapun sesuai keinginan pembeli, sementara sertifikat keaslian digitalnya akan ditransfer melalui crypto wallet.
Baca juga: Seniman Andry Boy Kurniawan Bawa Koleksi Contemporary Yesterday di Art Moments Jakarta 2022
Menurut Intan, saat ini teknologi telah bergerak menuju Web3 yang merupakan generasi ketiga dari jaringan internet. Oleh karena itu, pihaknya ingin turut serta dalam membantu para seniman dan pecinta seni dalam mengadopsi teknologi Web3, salah satunya dengan mendaftarkan setiap karya yang dijual di blockchain untuk mendapatkan sertifikat digital yang otentik.
"Certificate of Authenticity [COA] ini juga berfungsi mengoptimalkan perlindungan hak penciptanya, sekaligus memberikan rasa aman bagi pecinta seni yang mengoleksi karya tersebut," kata Intan.
Menurutnya, teknologi blockchain dikenal unggul untuk mencatat sejarah data karya dan peristiwa seni, karena aman, transparan, otomatis, dan terdesentralisasi. Oleh karena itu, lanjutnya, integrasi antara seni dengan teknologi adalah keniscayaan untuk mendorong perkembangan dunia seni itu sendiri bertumbuh mengikuti zaman.
Intan mengatakan penyelenggaraan pameran Rekam Masa merupakan upaya untuk mendukung konvergensi dunia seni dengan teknologi, termasuk mendorong regenerasi kolektor seni. "Kami ingin menghubungkan ekosistem seni dengan inovasi teknologi, sebagai gerbang baru pembuka jalan bagi seni untuk terus tumbuh dan bergerak maju," terangnya.
Baca juga: Linda Gallery Bangun Pasar Seni NFT untuk Seniman Indonesia & Asia
Kurator Sudjud Dartanto mengatakan Rekam Masa merupakan pameran pertama dan terbesar secara fisik di Indonesia yang terintegrasi dengan blockchain. Setiap karya seni fisik yang dipamerkan akan didaftarkan di blockchain untuk mendapatkan sertifikat digital yang menjamin keotentikannya.
Metode semacam ini, paparnya, bisa menjadi jawaban atas berbagai masalah sertifikasi karya konvensional. Sebab, acapkali seorang kolektor kehilangan sertifikat, sehingga nilai otentisitas dari karya tersebut bisa terancam. "Dengan terintegrasi blockchain, maka seseorang akan bisa mengikuti asal dari perjalanan sertifikasi tersebut dengan berbagai keperluan dan kepentingan," katanya.
Artinya, dengan sertifikat keaslian digital tersebut, kolektor dapat melacak perjalanan kepemilikan karya, termasuk ketika karya tersebut pernah dipindahkan sebagai koleksi museum atau galeri. Dengan kata lain, transparansi yang ditawarkan oleh blockchain bisa membuat riwayat perjalanan karya tersebut lebih jelas.
Selain itu, dari sisi seniman, mereka juga bisa mendapatkan royalti seumur hidup dari karyanya melalui smart contract yang dimiliki. Terlebih, besaran royalti tersebut juga dapat ditentukan sendiri oleh sang seniman termasuk diwariskan kepada siapapun.
"Seringkali seniman itu tidak tahu karyanya itu pindah tangan dan ketika terjadi valuasi yang naik, kadangkala mereka tidak mendapatkan bagian. Jadi ini adalah satu evolusi dari rantai blok yang implikasinya mengubah tatanan pasar seni yang seharusnya menjadi lebih baik," ujarnya.
Baca juga: Pameran 100 Tahun Chairil Anwar, Mengenang si Binatang Jalang dalam Lembaran-lembaran Arsip
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.