Kiat Sukses Berbisnis Fesyen dari Bahan Tenun ala Ethnicmine
27 October 2022 |
06:47 WIB
1
Like
Like
Like
Dalam beberapa tahun terakhir ini, popularitas wastra tenun untuk diolah menjadi produk fesyen mulai meningkat. Banyak pelaku usaha yang telah membuktikannya, mengolah dan mengkreasikan wastra berbahan tenun untuk menjadi produk yang fashionable.
Salah satunya adalah Ethnicmine yang dikembangkan oleh Sema Chintyadeni sejak 2012. Sema mengakui saat itu belum banyak pelaku usaha yang memproduksi fesyen berbahan tenun, sebagian besar masih didominasi oleh batik. Jika pun ada, busana berbahan tenun biasanya terbatas hanya untuk acara formal atau kebudayaan yang umumnya digunakan oleh orang tua.
Padahal sebagai anak muda Sema juga ingin menggunakan pakaian berbahan tenun untuk dipakai sebagai pakaian sehari-hari seperti ke kantor, ke kampus, hangout, liburan, kondangan, dan lain sebagainya.
“Saat 2012, aku lihat yang jual fesyen tenun untuk sehari-hari masih sedikit karena waktu itu memang tenun masih terkesan old school, bapak-bapak dan ibu-ibu banget. Kesan itu yang mau kami singkirkan bahwa tenun indah banget dan milenial juga bisa keren pake tenun,” katanya.
Baca juga: 5 Langkah Merawat Kain Tenun Agar Lebih Awet dan Tidak Cepat Pudar
Berangkat dari hal tersebut, Sema yang kala itu masih duduk di bangku kuliah mencoba untuk mengolah pakaian berbahan tenun dengan desain yang simple, affordable, dan multifungsi yang bisa dijadikan sebagai outer atau lainnya. Selain itu, Ethnicmine juga membuat pakaian yang bisa dipakai untuk size apa pun, baik kecil maupun besar serta bisa digunakan baik oleh para hijabers maupun mereka yang tidak berhijab.
Saat pertama kali memulai, Sema benar-benar fokus mengembangkan produk fesyen berbahan tenun. Dia memulai bisnisnya dengan bermodal Rp2,8 juta yang digunakan untuk membeli bahan baku dan biaya menjahit. “Saat awal aku sudah punya tukang jahit sendiri. Produksi awal aku bikin 1 artikel itu maksimal 6, jadi masih sedikit-sedikit untuk sekalian tes pasar,” ujarnya.
Untuk bahan bakunya sendiri, Sema menjalin kerjasama dengan para penenun dari Jepara. Pilihannya pada tenun Jepara karena dari sisi harga cukup terjangkau, bahannya pun tidak terlalu tebal sehingga masih mudah dipadupadankan menjadi produk fesyen untuk sehari-hari.
“Kalau motifnya, aku biasanya sharing dan tektokan dengan para pengrajin. Kira-kira apa yang lagi ngetren. Misalnya saat ini lagi ramai yang motif yang banyak strip-nya atau dikombinasi warna-warna neon,” ungkapnya.
Baca juga: Mengenal Tenun Ikat Sikka, Wastra Asli dari Nusa Tenggara Timur
Selain produk fesyen, saat ini Ethnicmine juga mulai memproduksi pouch dan kantong reusable yang biasa digunakan untuk belanja. Sementara itu, produk interior masih berupa taplak meja dan kemungkinan ke depan akan mulai eksplorasi produk lainnya.
Untuk produk-produk non fesyen tersebut sebetulnya didapatkan dari sisa-sisa kain yang tidak digunakan sehingga biasanya produk tersebut, khususnya reusable bag, ada yang dijual ada juga yang diberikan secara gratis kepada pelanggan. Hal ini juga bisa dipakai untuk menarik minat konsumen.
“Karena ini pakai sisa kain jadi akan susah kalau ada yang request minta motif a, b, atau c. Namun, selain menjual ke retail kami juga beberapa kali mendapatkan pesanan dari perusahaan yang mau membeli pouch atau reusable bag untuk souvenir, harganya Rp20ribu,” ungkapnya.
Terkait prospek bisnis, Sema melihat bahwa fesyen berbahan tenun ini masih sangat bagus dan potensial. Namun memang diakuinya bahwa saat ini persaingannya cukup ketat karena makin banyak pelaku usaha yang berkecimpung dalam bisnis ini. Untuk itu, Sema menyarankan untuk calon pengusaha baru untuk menghadirkan sesuatu yang unik dan fokus.
Misalnya mau memproduksi tenun yang memang sifatnya lebih colorfull atau warna-warna kalem. Selain itu, dia juga melihat produk-produk home decor juga cukup menarik untuk dikembangkan. “Jangan lupa untuk membuat konten di media sosial semenarik mungkin dan sebanyak mungkin karena saat ini kuncinya itu ada pada konten dan konten. Kalau ada rezeki lebih bisa coba endorsement atau pasang iklan,” jelasnya.
Baca juga: Memaknai Simbol dalam Selembar Kain Tenun Sumba
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Salah satunya adalah Ethnicmine yang dikembangkan oleh Sema Chintyadeni sejak 2012. Sema mengakui saat itu belum banyak pelaku usaha yang memproduksi fesyen berbahan tenun, sebagian besar masih didominasi oleh batik. Jika pun ada, busana berbahan tenun biasanya terbatas hanya untuk acara formal atau kebudayaan yang umumnya digunakan oleh orang tua.
Padahal sebagai anak muda Sema juga ingin menggunakan pakaian berbahan tenun untuk dipakai sebagai pakaian sehari-hari seperti ke kantor, ke kampus, hangout, liburan, kondangan, dan lain sebagainya.
“Saat 2012, aku lihat yang jual fesyen tenun untuk sehari-hari masih sedikit karena waktu itu memang tenun masih terkesan old school, bapak-bapak dan ibu-ibu banget. Kesan itu yang mau kami singkirkan bahwa tenun indah banget dan milenial juga bisa keren pake tenun,” katanya.
Baca juga: 5 Langkah Merawat Kain Tenun Agar Lebih Awet dan Tidak Cepat Pudar
Berangkat dari hal tersebut, Sema yang kala itu masih duduk di bangku kuliah mencoba untuk mengolah pakaian berbahan tenun dengan desain yang simple, affordable, dan multifungsi yang bisa dijadikan sebagai outer atau lainnya. Selain itu, Ethnicmine juga membuat pakaian yang bisa dipakai untuk size apa pun, baik kecil maupun besar serta bisa digunakan baik oleh para hijabers maupun mereka yang tidak berhijab.
Saat pertama kali memulai, Sema benar-benar fokus mengembangkan produk fesyen berbahan tenun. Dia memulai bisnisnya dengan bermodal Rp2,8 juta yang digunakan untuk membeli bahan baku dan biaya menjahit. “Saat awal aku sudah punya tukang jahit sendiri. Produksi awal aku bikin 1 artikel itu maksimal 6, jadi masih sedikit-sedikit untuk sekalian tes pasar,” ujarnya.
Media Sosial & E-commerce
Dia pun mulai mempromosikan produknya melalui media sosial dan menjualnya melalui e-commerce atau marketplace. Untuk memperluas jangkauan pasarnya, dia juga terbilang aktif mengikuti kegiatan seperti bazar. Adapun, harga jual produk yang dihasilkannya rata-rata berada di kisaran Rp185.000 hingga Rp350.000.Untuk bahan bakunya sendiri, Sema menjalin kerjasama dengan para penenun dari Jepara. Pilihannya pada tenun Jepara karena dari sisi harga cukup terjangkau, bahannya pun tidak terlalu tebal sehingga masih mudah dipadupadankan menjadi produk fesyen untuk sehari-hari.
“Kalau motifnya, aku biasanya sharing dan tektokan dengan para pengrajin. Kira-kira apa yang lagi ngetren. Misalnya saat ini lagi ramai yang motif yang banyak strip-nya atau dikombinasi warna-warna neon,” ungkapnya.
Baca juga: Mengenal Tenun Ikat Sikka, Wastra Asli dari Nusa Tenggara Timur
Diversifikasi
Selain produk fesyen, saat ini Ethnicmine juga mulai memproduksi pouch dan kantong reusable yang biasa digunakan untuk belanja. Sementara itu, produk interior masih berupa taplak meja dan kemungkinan ke depan akan mulai eksplorasi produk lainnya.Untuk produk-produk non fesyen tersebut sebetulnya didapatkan dari sisa-sisa kain yang tidak digunakan sehingga biasanya produk tersebut, khususnya reusable bag, ada yang dijual ada juga yang diberikan secara gratis kepada pelanggan. Hal ini juga bisa dipakai untuk menarik minat konsumen.
“Karena ini pakai sisa kain jadi akan susah kalau ada yang request minta motif a, b, atau c. Namun, selain menjual ke retail kami juga beberapa kali mendapatkan pesanan dari perusahaan yang mau membeli pouch atau reusable bag untuk souvenir, harganya Rp20ribu,” ungkapnya.
Terkait prospek bisnis, Sema melihat bahwa fesyen berbahan tenun ini masih sangat bagus dan potensial. Namun memang diakuinya bahwa saat ini persaingannya cukup ketat karena makin banyak pelaku usaha yang berkecimpung dalam bisnis ini. Untuk itu, Sema menyarankan untuk calon pengusaha baru untuk menghadirkan sesuatu yang unik dan fokus.
Misalnya mau memproduksi tenun yang memang sifatnya lebih colorfull atau warna-warna kalem. Selain itu, dia juga melihat produk-produk home decor juga cukup menarik untuk dikembangkan. “Jangan lupa untuk membuat konten di media sosial semenarik mungkin dan sebanyak mungkin karena saat ini kuncinya itu ada pada konten dan konten. Kalau ada rezeki lebih bisa coba endorsement atau pasang iklan,” jelasnya.
Baca juga: Memaknai Simbol dalam Selembar Kain Tenun Sumba
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.