Etnicowear, Brand Fesyen Etnik Hasil Keresahan Kaum Milenial
02 October 2021 |
19:44 WIB
Ide membuat kain tenun menjadi fashion kekinian bisa muncul dari keresahan. Itulah yang dialami Pingkan Adriana. Sebagai kaum milenial, dia resah kain tenun dengan keindahan coraknya hanya bisa dipakai dalam acara formal, adat, maupun keagamaan, dan cenderung dipakai para orang tua.
Padahal kain ini perlu dikenalkan pada generasi yang lebih muda agar mereka bisa mencintai dan melestarikannya. "Dari keresahan mulai muncul ide-ide untuk mengolah kain tenun dengan memadupadankan agar terlihat lebih modern dan simpel, bisa dipakai untuk anak-anak muda," ujarnya kepada Hypeabis.id.
Pingkan pun berani dan nekat untuk membuka usaha di bidang fashion khususnya kain tenun yang di kala itu belum banyak digemari para milenial. Dia membuat brand fashion etnik bernama Etnicowear.
Bermodal Rp500.000, kini usaha fesyennya berkembang hingga bisa menghasilkan omzet sekitar Rp100 juta.
Adapun dalam produksi, Etnicowear bekerja sama dengan para perajin tenun dari Jepara dan memperkerjakan beberapa penjahit rumahan yang ada di daerah Jakarta. Pingkan menyebut proses produksi menjadi bagian terpenting pada bisnis ini. Oleh karena itu dia tidak bisa sembarang memilih tukang jahit karena potongan dan pola pada motif kain harus pas dan presisi agar motif tenun terlihat menyatu.
"Motif yang paling banyak disukai yaitu motif sumba dengan model blouse atau atasan yang dipadukan dengan bahan polos linen, jadi tidak terlalu formal," tambahnya.
Diakuinya selama pandemi ini penjualannya menurun hampir 70%, namun perlahan mulai naik karena diimbangi dengan promosi yang gencar dan dia selalu memutar otak membuat konten-konten yang lebih menarik di akun jualan media sosial Etnicowear.
"Terjual 50- 200 pcs dalam sebulan dengan omset Rp20 juta-Rp45 juta saat pandemi," sebut Pingkan.
Selain itu, saat ini Etnicowear pun tengah berinovasi ke bidang aksesoris dan souvenir. Pingkan menyebut pihaknya sempat bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2020 dalam membuat souvenir pouch dan masker berbahan tenun.
Editor: M R Purboyo
Padahal kain ini perlu dikenalkan pada generasi yang lebih muda agar mereka bisa mencintai dan melestarikannya. "Dari keresahan mulai muncul ide-ide untuk mengolah kain tenun dengan memadupadankan agar terlihat lebih modern dan simpel, bisa dipakai untuk anak-anak muda," ujarnya kepada Hypeabis.id.
Pingkan pun berani dan nekat untuk membuka usaha di bidang fashion khususnya kain tenun yang di kala itu belum banyak digemari para milenial. Dia membuat brand fashion etnik bernama Etnicowear.
Bermodal Rp500.000, kini usaha fesyennya berkembang hingga bisa menghasilkan omzet sekitar Rp100 juta.
Produk Etnicowear (dok. Istimewa)
"Motif yang paling banyak disukai yaitu motif sumba dengan model blouse atau atasan yang dipadukan dengan bahan polos linen, jadi tidak terlalu formal," tambahnya.
Diakuinya selama pandemi ini penjualannya menurun hampir 70%, namun perlahan mulai naik karena diimbangi dengan promosi yang gencar dan dia selalu memutar otak membuat konten-konten yang lebih menarik di akun jualan media sosial Etnicowear.
"Terjual 50- 200 pcs dalam sebulan dengan omset Rp20 juta-Rp45 juta saat pandemi," sebut Pingkan.
Selain itu, saat ini Etnicowear pun tengah berinovasi ke bidang aksesoris dan souvenir. Pingkan menyebut pihaknya sempat bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif pada 2020 dalam membuat souvenir pouch dan masker berbahan tenun.
Editor: M R Purboyo
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.