Mengenal Tenun Ikat Sikka, Wastra Asli dari Nusa Tenggara Timur
23 June 2022 |
14:31 WIB
Kekayaan budaya Nusantara bisa dilihat dari keragaman wastra yang ada di setiap daerah, salah satunya Tenun Ikat Sikka yang berasal dari Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timur. Meski dibuat secara tradisional, kain tenun Sikka hadir dengan beragam motif yang memiliki nilai seni dan filosofi yang tinggi.
Tenun ikat Sikka merupakan hasil karya budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh para perempuan Sikka sejak dahulu, dengan cara ikat dan tenun menggunakan alat-alat tradisional.
Melansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kamis (23/6/2022), fungsi dari tenun ikat Sikka biasanya digunakan oleh masyarakat Sikka sebagai pakaian sehari-hari. Namun, kain tenun ini juga tak jarang dijadikan sebagai mas kawin (belis), upacara adat atau momen-momen kehidupan seperti kelahiran, perkawinan dan kematian.
Tenun ikat Sikka biasanya dipakai sebagai sarung perempuan (utang), sarung pria (lipa) dan ikat kepala (lensu). Meski begitu, kain tenun ini umumnya lebih banyak digunakan oleh kaum perempuan. Menurut orang-orang Sikka, kain tenun Sikka memiliki filosofi du'a utang ling labu weling yang artinya kain sarung dan baju setiap wanita haruslah bernilai dan berharga.
Proses pembuatan
Proses pembuatan tenun ikat Sikka sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama. Berawal dari menyiapkan peralatan, proses mendapatkan serat kapas, membuat serat menjadi benang, proses mengikat di atas benang, pewarnaan secara alami, menyusun lungsing hingga menenun.
Seluruh proses itu dilakukan secara tradisional dan turun-temurun sebagai pekerjaan pokok kaum perempuan Sikka, selain megurus rumah tangga dan kebun tanpa melalui suatu pendidikan formal atau pelatihan khusus.
Meski dibuat secara tradisional, motif-motif yang dihasilkan dari kain tenun Sikka sangat beragam baik motif yang menampilkan keaslian sarung zaman dahulu yang disebut Utang Jentiu maupun motif kreasi pengrajin sendiri.
Motif tenun ikat Sikka memiliki ciri khas tersendiri yang telah dikenal baik secara nasional maupun internasional. Sampai saat ini, sebanyak 52 motif tenun ikat Sikka telah mendapat pengakuan sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Beberapa motif yang sering dituangkan dalam menenun ikat tenun Sikka antara lain motif binatang jantan dan betina seperti kuda, rusa dan buaya, motif tumbuh-tumbuhan seperti pohon dan sayur-sayuran, motif empat kaki ayam, motif merak, musang dan kalong.
Sedangkan motif kain tenun yang mempunyai arti simbolik antara lain utang moko yang digunakan untuk upacara perladangan, utang breke sebagai upacara tolak bala, utang jarang atabi'an sebagai upacara kematian, utang merak sebagai pakaian pengantin perempuan dan utang mitang merupakan motif untuk orang tua.
Ada juga utang wenda yang merupakan menyimbolkan hidup bahagia, utang rempe sikk bersimbol hidup rukun, utang mawarani bersimbol bintang kejora, dan utang sesa we'or yang digunakan untuk pengantin yang dilambangkan burung murai berpasangan.
Karena memilik nilai jual dan sejarah yang tinggi, tenun ikat Sikka memperoleh sertifikat Indikasi Geografis yang dikeluarkan oleh Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM pada 8 Maret 2017 lalu. Tujuan dari sertifikat ini adalah untuk melindungi kekayaan intelektual hasil kriya bernilai tinggi.
Sertifikat Indikasi Geografis juga diberikan sebagai standar kualitas serta untuk menunjukkan daerah asal suatu produk tertentu. Selain itu, kita juga dapat mengetahui karakter kain tersebut atau bahkan melacak nama penenunnya.
Editor: Indyah Sutriningrum
Tenun ikat Sikka merupakan hasil karya budaya yang telah diwariskan secara turun-temurun oleh para perempuan Sikka sejak dahulu, dengan cara ikat dan tenun menggunakan alat-alat tradisional.
Melansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud), Kamis (23/6/2022), fungsi dari tenun ikat Sikka biasanya digunakan oleh masyarakat Sikka sebagai pakaian sehari-hari. Namun, kain tenun ini juga tak jarang dijadikan sebagai mas kawin (belis), upacara adat atau momen-momen kehidupan seperti kelahiran, perkawinan dan kematian.
Tenun ikat Sikka biasanya dipakai sebagai sarung perempuan (utang), sarung pria (lipa) dan ikat kepala (lensu). Meski begitu, kain tenun ini umumnya lebih banyak digunakan oleh kaum perempuan. Menurut orang-orang Sikka, kain tenun Sikka memiliki filosofi du'a utang ling labu weling yang artinya kain sarung dan baju setiap wanita haruslah bernilai dan berharga.
Salah satu motif tenun ikat Sikka (Sumber gambar: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Proses pembuatan tenun ikat Sikka sendiri membutuhkan waktu yang cukup lama. Berawal dari menyiapkan peralatan, proses mendapatkan serat kapas, membuat serat menjadi benang, proses mengikat di atas benang, pewarnaan secara alami, menyusun lungsing hingga menenun.
Seluruh proses itu dilakukan secara tradisional dan turun-temurun sebagai pekerjaan pokok kaum perempuan Sikka, selain megurus rumah tangga dan kebun tanpa melalui suatu pendidikan formal atau pelatihan khusus.
Proses pembuatan tenun ikat Sikka (Sumber gambar: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Motif tenun ikat Sikka memiliki ciri khas tersendiri yang telah dikenal baik secara nasional maupun internasional. Sampai saat ini, sebanyak 52 motif tenun ikat Sikka telah mendapat pengakuan sebagai Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
Proses pembuatan tenun ikat Sikka (Sumber gambar: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan)
Sedangkan motif kain tenun yang mempunyai arti simbolik antara lain utang moko yang digunakan untuk upacara perladangan, utang breke sebagai upacara tolak bala, utang jarang atabi'an sebagai upacara kematian, utang merak sebagai pakaian pengantin perempuan dan utang mitang merupakan motif untuk orang tua.
Ada juga utang wenda yang merupakan menyimbolkan hidup bahagia, utang rempe sikk bersimbol hidup rukun, utang mawarani bersimbol bintang kejora, dan utang sesa we'or yang digunakan untuk pengantin yang dilambangkan burung murai berpasangan.
Karena memilik nilai jual dan sejarah yang tinggi, tenun ikat Sikka memperoleh sertifikat Indikasi Geografis yang dikeluarkan oleh Jenderal Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM pada 8 Maret 2017 lalu. Tujuan dari sertifikat ini adalah untuk melindungi kekayaan intelektual hasil kriya bernilai tinggi.
Sertifikat Indikasi Geografis juga diberikan sebagai standar kualitas serta untuk menunjukkan daerah asal suatu produk tertentu. Selain itu, kita juga dapat mengetahui karakter kain tersebut atau bahkan melacak nama penenunnya.
Editor: Indyah Sutriningrum
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.