Ternyata Ini Faktor Penentu Program Kehamilan Tak Berjalan Baik
21 October 2022 |
17:00 WIB
Ada berbagai faktor yang bisa menyebabkan program kehamilan pasangan tidak berjalan dengan baik. Oleh karena itu, sebelum memulai program kehamilan, sebaiknya pasangan mengenal terlebih dahulu faktor-faktor yang bisa menurunkan probabilitas kehamilan.
Kesehatan mental memiliki peranan yang sangat besar dalam memengaruhi program kehamilan. Sebab, kesehatan mental erat hubungannya dengan faktor stres. Tanpa mental yang kuat dan sehat, maka seseorang akan lebih mudah mendapatkan rasa stres, frustasi, atau depresi yang berlebihan.
Dokter Obgyn Morula IVF Jakarta Arie A. Polim mengatakan pada wanita hamil, ada sejumlah gangguan psikologi yang biasa terjadi pada saat kehamilan maupun setelah kelahiran si buah hati. Gangguan psikologi timbul karena wanita mengalami tiga perubahan, yakni fisiknya membesar, meningkatnya hormone progesterone, dan emosi yang naik turun.
Baca juga: Siap-siap Mom, Ini Daftar Kebutuhan Gizi Ibu Hamil Berdasarkan Trimester
Meskipun demikian, tidak semua wanita hamil mengalami gangguan psikologis yang sama. Tingkat keparahan stres biasanya tergantung dari kepribadian wanita tersebut dan faktor lingkungan sekitarnya, seperti keluarga maupun pasangan terdekat.
Dokter menyarankan sebelum persiapan kehamilan, wanita sebaiknya mendapatkan dukungan penuh dari pasangan dan keluarganya. Hal ini untuk menguatkan mental calon ibu sehingga bisa menjalankan program kehamilan dengan tenang dan tidak stres. Sebab, kegagalan program kehamilan hampir 70 persen disebabkan oleh karena stres.
Dokter Arie mengatakan wanita rentan mengalami gangguan psikologis saat sudah berhasil hamil. Gangguan kehamilan yang dialami wanita juga berbeda-beda pada setiap trimester. Pada kondisi ini, peran pasangan dan keluarga terdekat begitu penting sehingga mental dari calon ibu bisa tetap terjaga.
Pada trimester I, wanita akan lebih sering merasa cemas dan takut kehamilannya tidak berkembang. Pada trimester II, ibu hamil terlihat lebih lega karena sudah merasakan perut membesar dan ada gerakan bayi. Akan tetapi, kecemasan masih ada, seperti kekhawatiran tidak bisa menjaga kandungan dan membesarkan bayi setelah lahir.
Pada trimester III, kecemasan ibu hamil biasanya akan memuncak karena proses kelahiran sudah makin dekat. Pada kondisi sini, muncul pula perasaan takut merasa kesakitan saat melahirkan.
Dokter Arie mengatakan rasa cemas dan kekhawatiran pada wanita hamil sebenarnya wajar. Namun, hal itu harus dikelola dengan baik. Harapannya, tidak terjadi stres berlebihan yang justru bisa menganggu kehamilan.
Baca juga: Pasutri Harus Tahu, Ini Manfaat Akupunktur untuk Program Kehamilan
Proses menjaga kondisi psikologi wanita harus tetap dijaga hingga pasca-kehamilan. Sebab, meski telah melahirkan si buah hati, wanita masih memiliki potensi mengalami stres.
Fase stres pada wanita umumnya terjadi dalam 1-2 minggu pasca-melahirkan. Pada masa itu, wanita mulai kelelahan mengurus bayinya. Belum lagi kini dia punya rutinitas baru, yakni harus menyusui bayi, menenangkan saat rewel, dan sebagainya. Tidak mengherankan jika rasa lelah dan stres bisa muncul. Jika tidak segera diatasi, stres pada fase ini bisa memicu penurunan produksi ASI.
“Peran serta dan dukungan keluarga sangatlah diperlukan untuk mendukung pasangan yang sedang menjalani program kehamilan, selama kehamilan, dan bahkan setelah melahirkan. Jika ada kondisi yang tidak bisa diselesaikan, pergilah ke psikolog untuk mendapatkan penanganan dari sisi psikologis,” ujar dokter Arie dalam Seminar Kesiapan Mengawal Tumbuh Kembang si Kecil, di Jakarta Pusat.
Dokter Arie mengatakan kondisi stres setelah kehamilan juga biasa disebut baby blues syndrome, suatu fenomena yang biasa terjadi setelah melahirkan karena adanya perasaan tidak menentu yang dialami ibu.
Namun, jika kondisi ini bertahan lebih dua minggu, sebaiknya segera berkonsultasi dengan psikolog karena bisa jadi gangguan psikologisnya lebih berat.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Kesehatan mental memiliki peranan yang sangat besar dalam memengaruhi program kehamilan. Sebab, kesehatan mental erat hubungannya dengan faktor stres. Tanpa mental yang kuat dan sehat, maka seseorang akan lebih mudah mendapatkan rasa stres, frustasi, atau depresi yang berlebihan.
Dokter Obgyn Morula IVF Jakarta Arie A. Polim mengatakan pada wanita hamil, ada sejumlah gangguan psikologi yang biasa terjadi pada saat kehamilan maupun setelah kelahiran si buah hati. Gangguan psikologi timbul karena wanita mengalami tiga perubahan, yakni fisiknya membesar, meningkatnya hormone progesterone, dan emosi yang naik turun.
Baca juga: Siap-siap Mom, Ini Daftar Kebutuhan Gizi Ibu Hamil Berdasarkan Trimester
Meskipun demikian, tidak semua wanita hamil mengalami gangguan psikologis yang sama. Tingkat keparahan stres biasanya tergantung dari kepribadian wanita tersebut dan faktor lingkungan sekitarnya, seperti keluarga maupun pasangan terdekat.
Dokter menyarankan sebelum persiapan kehamilan, wanita sebaiknya mendapatkan dukungan penuh dari pasangan dan keluarganya. Hal ini untuk menguatkan mental calon ibu sehingga bisa menjalankan program kehamilan dengan tenang dan tidak stres. Sebab, kegagalan program kehamilan hampir 70 persen disebabkan oleh karena stres.
Kegagalan program kehamilan hampir 70 persen disebabkan oleh karena stres. (Sumber gambar: Unsplash/Omar Lopez)
Gangguan Psikologis Saat Kehamilan
Dokter Arie mengatakan wanita rentan mengalami gangguan psikologis saat sudah berhasil hamil. Gangguan kehamilan yang dialami wanita juga berbeda-beda pada setiap trimester. Pada kondisi ini, peran pasangan dan keluarga terdekat begitu penting sehingga mental dari calon ibu bisa tetap terjaga.Pada trimester I, wanita akan lebih sering merasa cemas dan takut kehamilannya tidak berkembang. Pada trimester II, ibu hamil terlihat lebih lega karena sudah merasakan perut membesar dan ada gerakan bayi. Akan tetapi, kecemasan masih ada, seperti kekhawatiran tidak bisa menjaga kandungan dan membesarkan bayi setelah lahir.
Pada trimester III, kecemasan ibu hamil biasanya akan memuncak karena proses kelahiran sudah makin dekat. Pada kondisi sini, muncul pula perasaan takut merasa kesakitan saat melahirkan.
Dokter Arie mengatakan rasa cemas dan kekhawatiran pada wanita hamil sebenarnya wajar. Namun, hal itu harus dikelola dengan baik. Harapannya, tidak terjadi stres berlebihan yang justru bisa menganggu kehamilan.
Baca juga: Pasutri Harus Tahu, Ini Manfaat Akupunktur untuk Program Kehamilan
Gangguan Psikologis Setelah Melahirkan
Proses menjaga kondisi psikologi wanita harus tetap dijaga hingga pasca-kehamilan. Sebab, meski telah melahirkan si buah hati, wanita masih memiliki potensi mengalami stres.Fase stres pada wanita umumnya terjadi dalam 1-2 minggu pasca-melahirkan. Pada masa itu, wanita mulai kelelahan mengurus bayinya. Belum lagi kini dia punya rutinitas baru, yakni harus menyusui bayi, menenangkan saat rewel, dan sebagainya. Tidak mengherankan jika rasa lelah dan stres bisa muncul. Jika tidak segera diatasi, stres pada fase ini bisa memicu penurunan produksi ASI.
“Peran serta dan dukungan keluarga sangatlah diperlukan untuk mendukung pasangan yang sedang menjalani program kehamilan, selama kehamilan, dan bahkan setelah melahirkan. Jika ada kondisi yang tidak bisa diselesaikan, pergilah ke psikolog untuk mendapatkan penanganan dari sisi psikologis,” ujar dokter Arie dalam Seminar Kesiapan Mengawal Tumbuh Kembang si Kecil, di Jakarta Pusat.
Dokter Arie mengatakan kondisi stres setelah kehamilan juga biasa disebut baby blues syndrome, suatu fenomena yang biasa terjadi setelah melahirkan karena adanya perasaan tidak menentu yang dialami ibu.
Namun, jika kondisi ini bertahan lebih dua minggu, sebaiknya segera berkonsultasi dengan psikolog karena bisa jadi gangguan psikologisnya lebih berat.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.