Pakar Marketing Kasih Saran Cara Hadapi Brand Terrorist
26 September 2022 |
21:15 WIB
Somasi yang dilayangkan PT Esteh Indonesia Makmur terhadap salah satu netizen yang melontarkan kritik terhadap produk minumannya, menuai polemik di media sosial. Langkah ini justru membuatnya menjadi sorotan berbagai pihak, termasuk para pakar kesehatan hingga pakar marketing dan bisnis.
Salah satu yang menanggapi polemik Es Teh Indonesia yakni Founding Chairman Indonesia Brand Forum Yuswohadi. Dia menuturkan kritik pelanggan di media sosial dalam kasus itu tergolong ke dalam brand terrorist.
Berbeda dengan brand evangelist yang memuji produk setinggi langit, brand terrorist seperti yang dialami Es Teh Indonesia bisa merugikan perusahaan tersebut.
“Saya menyebutnya brand terrorist karena aksi atau komentar mereka di medsos bisa melukai, merusak, bahkan menghancurkan brand reputation,” ujar Yuswohadi saat dikonfirmasi Hypeabis.id, Senin (26/9/2022).
Baca juga: Simak 6 Langkah Penting Menghadapi Komplain Pelanggan
Dalam menghadapi brand terrorist ini, sejatinya ada beberapa langkah bijak yang bisa dilakukan Es Teh Indonesia. Berikut kiat yang dibagikan Yuswohadi.
Dia menuturkan pelanggan mengumpat merek di media sosial karena mereka berbicara dengan layar smartphone, bukan dengan manusia. Berbicara di depan layar ini membuat siapa saja secara bebas maupun lepas mengeluarkan kata-kata paling kotor dan paling menyakitkan tanpa basa-basi.
Kata Yuswohadi perlu diingat, sesungguhnya mereka tidak akan sekasar dan sejahat itu, apalagi jika pemilik usaha mampu menyikapinya secara manusiawi. “Karena itu jangan langsung muntab (marah). Tetap be cool,” tegasnya.
Melayangkan somasi terhadap pelaku brand terrorist bisa diistilahkan seperti menuangkan bensin di titik api. “Dalam ukuran detik langsung meledak, isunya menjadi panas, liar, dan viral dimana-mana” sebut Yuswohadi.
Isu liar yang menjatuhkan brand, tentu akan membuat reputasi perusahaan terancam. Apabila bola panas ini berkepanjangan, maka brand tersebut bisa semakin terpuruk. Somasi menurut Yuswohadi bukan hanya merugikan pelanggan namun juga perusahaan pemegang merek. “Itulah buah dari somasi,” imbuhnya.
Dalam menghadapi kritik terhadap produk, selain jangan langsung marah dan mendinginkan suasana, langkah selanjutnya kata Yuswohadi yakni berkomunikasi.
Ubahlah berbicara dengan layar menjadi berbicara dengan manusia. Gunakan bahasa cinta yang teduh, mengayom, dan penuh kasih. “Jangan sebaliknya, melawan dan menyerang balik, apalagi somasi,” sebutnya.
Baca juga: Nagita Slavina Resmi Jabat Posisi CEO Esteh Indonesia
Yuswohadi menilai seringkali komunikasi cinta ini sulit dilakukan melalui forum terbuka di sosial media, karena biasanya meyebabkan salah paham atau salah tafsir. Oleh karena itu, agar lebih kondusif, dia menyarankan Es Teh Indonesia secepatnya mengajak Ghandi untuk bertemu langsung secara tatap muka.
“Siapa tahu dengan komunikasi cinta ini justru merka bisa kita ubah dari brand terorrist menjadi brand evangelist,” tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
Salah satu yang menanggapi polemik Es Teh Indonesia yakni Founding Chairman Indonesia Brand Forum Yuswohadi. Dia menuturkan kritik pelanggan di media sosial dalam kasus itu tergolong ke dalam brand terrorist.
Berbeda dengan brand evangelist yang memuji produk setinggi langit, brand terrorist seperti yang dialami Es Teh Indonesia bisa merugikan perusahaan tersebut.
“Saya menyebutnya brand terrorist karena aksi atau komentar mereka di medsos bisa melukai, merusak, bahkan menghancurkan brand reputation,” ujar Yuswohadi saat dikonfirmasi Hypeabis.id, Senin (26/9/2022).
Baca juga: Simak 6 Langkah Penting Menghadapi Komplain Pelanggan
Dalam menghadapi brand terrorist ini, sejatinya ada beberapa langkah bijak yang bisa dilakukan Es Teh Indonesia. Berikut kiat yang dibagikan Yuswohadi.
1. Jangan marah, tetap tenang.
Dia menuturkan pelanggan mengumpat merek di media sosial karena mereka berbicara dengan layar smartphone, bukan dengan manusia. Berbicara di depan layar ini membuat siapa saja secara bebas maupun lepas mengeluarkan kata-kata paling kotor dan paling menyakitkan tanpa basa-basi. Kata Yuswohadi perlu diingat, sesungguhnya mereka tidak akan sekasar dan sejahat itu, apalagi jika pemilik usaha mampu menyikapinya secara manusiawi. “Karena itu jangan langsung muntab (marah). Tetap be cool,” tegasnya.
2. Dinginkan jangan dipanaskan.
Melayangkan somasi terhadap pelaku brand terrorist bisa diistilahkan seperti menuangkan bensin di titik api. “Dalam ukuran detik langsung meledak, isunya menjadi panas, liar, dan viral dimana-mana” sebut Yuswohadi. Isu liar yang menjatuhkan brand, tentu akan membuat reputasi perusahaan terancam. Apabila bola panas ini berkepanjangan, maka brand tersebut bisa semakin terpuruk. Somasi menurut Yuswohadi bukan hanya merugikan pelanggan namun juga perusahaan pemegang merek. “Itulah buah dari somasi,” imbuhnya.
3. Strategi komunikasi dengan cinta.
Dalam menghadapi kritik terhadap produk, selain jangan langsung marah dan mendinginkan suasana, langkah selanjutnya kata Yuswohadi yakni berkomunikasi. Ubahlah berbicara dengan layar menjadi berbicara dengan manusia. Gunakan bahasa cinta yang teduh, mengayom, dan penuh kasih. “Jangan sebaliknya, melawan dan menyerang balik, apalagi somasi,” sebutnya.
Baca juga: Nagita Slavina Resmi Jabat Posisi CEO Esteh Indonesia
Yuswohadi menilai seringkali komunikasi cinta ini sulit dilakukan melalui forum terbuka di sosial media, karena biasanya meyebabkan salah paham atau salah tafsir. Oleh karena itu, agar lebih kondusif, dia menyarankan Es Teh Indonesia secepatnya mengajak Ghandi untuk bertemu langsung secara tatap muka.
“Siapa tahu dengan komunikasi cinta ini justru merka bisa kita ubah dari brand terorrist menjadi brand evangelist,” tuturnya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.