Suasana kafe. (sumber gambar: unsplash.com/@kayleighharrington)

Hypereport: Siasat Berhemat di Tengah Godaan Gaya Hidup Mewah

26 September 2022   |   08:43 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Sudirman Central Business District (SCBD), seperti namanya, kawasan ini menjadi salah satu pusat bisnis di Jakarta. Dibangun mulai 1992 dengan Gedung Artha Graha menjadi perkantoran pertama yang berdiri pada 1995, kini SCBD berkembang menjadi kawasan elit dan simbol gaya hidup, termasuk bagi kalangan pekerja. 

Mencakup area seluas 45 hektare, tepat di seberang Gelora Bung Karno, SCBD saat ini terdiri dari gedung perkantoran, hunian eksklusif, pusat perbelanjaan modern, dan hotel bintang lima, yang didukung serta dilengkapi dengan sarana-prasarana terintegrasi.

Label kawasan elit ini tentu melekat dengan citra mereka yang bekerja di lokasi tersebut. Bahkan sempat viral di media sosial beberapa waktu lalu tentang gaya hidup karyawan SCBD yang dikenal glamor karena menggunakan outfit mewah dan sering terlihat nongkrong di kafe sebagai tempat melepas lelah. 

Baca juga: Belajar Menghargai Diri Sendiri dan Alam dengan Gaya Hidup Slow Living

Hypeabis.id membuat laporan khusus untuk memotret gaya hidup kaum pekerja yang harus beradaptasi dengan lingkungan tempat kerjanya yang serba mewah. Menurut Finna (27), karyawati yang bekerja di kawasan SCBD, gaya hidup tidak selalu dibentuk oleh tempat seseorang bekerja. Semua kembali kepada kepribadian masing-masing orang. 

Di SCBD, menurutnya masih banyak karyawan yang gaya hidupnya sederhana seperti membeli kopi murah, mencari promo untuk makan siang, atau justru membawa bekal. Tidak semua karyawan pun membawa kendaraan pribadi dan memilih untuk naik kendaraan umum untuk menghemat pengeluaran.

“Orang yang kerja di PIK atau daerah selatan lainnya seperti Panglima Polim, Blok M, bisa saja lebih gede pengeluaran lifestyle-nya,” ujarnya.

Dia berpendapat karyawan SCBD yang terkesan high maintenance, itu karena lokasi kerja, termasuk tempat makan yang tersedia terlihat mewah dan mahal. Walaupun mereka yang gaya hidupnya berubah sejak bekerja di kawasan ini, lebih banyak disebabkan peer pressure atau tekanan dari rekan. 

“Enggak mampu, tapi karena susah bilang enggak atau nggak enak bilang enggak, jadinya ikut-ikutan arus untuk beli yang di luar batas kemampuan,” sebut Finna. 

Kendati demikian, wajar menyisihkan uang khusus untuk memenuhi gaya hidup dan entertainment setiap bulannya. Selain sebagai syarat menjaga kesehatan mental, toh, tujuan bekerja adalah menghasilkan uang guna memenuhi kebutuhan. 

Finna sendiri memiliki pengeluaran khusus untuk lifestyle ini, utamanya untuk makan dan membeli pakaian, dengan catatan kebutuhan pokok sudah aman. “Spending-nya Rp3 juta-Rp5 juta per bulan kali ya, tergantung lagi banyak ajakan main atau acara,” imbuhnya. 

Wanita yang mengenakan kerudung ini memang mengutamakan kebutuhan pokok sebelum mengeluarkan uang untuk hal lain, termasuk lifestyle. Untuk menghindari pengeluaran berlebih, dia memiliki perencanaan keuangan karena memang hidup tidak hanya berjalan hari ini saja. Masih ada hari esok yang menanti untuk dihadapi. 

Namun demikian, semua perencanaan dibuat fleksibel. Setidaknya 50 persen dari gaji per bulan dialokasikan untuk kebutuhan primer seperti makan, transport, internet, listrik. Sisanya sebanyak 35 persen untuk lifestyle dan hobi, 15 persen untuk dana darurat. 

“Setiap bulan sebenarnya dari 35 persen lainnya itu beda beda pemakaiannya. Karena sebenarnya hobi saya kan fangirling, idol yang saya suka enggak setiap bulan comeback, jadi kalau lagi enggak comeback ya enggak ada pengeluaran hobi,” tutur Finna. 

Dia juga pandai menyiasati pengeluaran. Apabila pengeluaran untuk hobi sedang banyak tetapi ingin tetap kongkow, sebisa mungkin dia mencari tempat murah namun nyaman atau sekadar beli minum saja.

Dia menilai berkumpul dengan teman sangat penting sebagai ajang sosialisasi dan menambah relasi. Andaikata ada sisa uang di luar perhitungan, biasanya pada akhirnya masuk kantong tabungan. 

Sebelum pandemi bahkan Finna sering menyisihkan uang untuk menabung emas. Namun selama masa krisis tersebut dan dampaknya masih terasa sampai saat ini, tabungan Finna pun hanya secukupnya saja. 

Sementara itu, untuk memenuhi kebutuhan pokok dan gaya hidup ini, Finna tidak hanya mengandalkan gaji bulanan. Dia berupaya mencari penghasilan lain dengan menjadi pekerja lepas mengandalkan keahlian yang dimilikinya. Sebagian penghasilan tambahan ini biasanya disisihkan untuk dana darurat.

“Tetapi kalau lagi enggak ada penghasilan lain tetep enggak terganggu saja. Soalnya sifatnya uang dari kantong ini ya buat tambahan saja, enggak harus diadain. Enaknya kalau ada ya jadi bisa lebih hedon aja,” ungkapnya. 

Pengelolaan keuangan juga menjadi hal penting bagi Rian, pegawai salah satu perusahaan di kawasan SCBD. Bahkan lebih dari 50% penghasilannya untuk investasi, dana darurat, kebutuhan pokok, hingga tabungan rencana juga.“Kaya investasi sama dana darurat masing-masing 20%. Kebutuhan pokok itu 40%,” sebut pria berusia 28 tahun ini.

Saat ini pun Rian berupaya mencari pemasukan tambahan sebagai penerjemah. Pengeluaran gaya hidup bahkan ditekannya seminim mungkin, setidaknya 15?ri gaji bulanan, itu pun sering tidak habis. “Biasanya buat jajan-jajan lucu, nonton, bayar parkir kalau main, langganan Spotify. Kadang juga kepakai buat beli buku atau barang hobi,” bebernya.

Selama setahun ini pun dia berupaya menghemat ongkos transportasi dengan menggunakan sepeda dan kendaraan umum. Dengan demikian, tidak ada lagi anggaran rutin untuk membeli bahan bakar minyak (BBM) dan biaya parkir.

Hemat menjadi kata yang selalu ditanamkan pada jiwanya karena Rian memiliki impian membeli rumah pribadi untuk ditinggali dengan pasangannya nanti. “Jadi biar enggak tergoda boros, ya bikin bujet tadi atau sadar diri sama kemampuan finansial sejauh mana,” tuturnya. 

Baca juga artikel terkait laporan khusus ini:
1. Fenomena Gaya Hidup Generasi Muda, Antara Citra & Realita (1)
2. Gaya Hidup Pekerja Muda vs Kenaikan Harga (2)
 


Harus Punya Visi

Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi, Mike Rini Sutikno menilai setiap karyawan, tidak terkecuali yang bekerja di SCBD harus memiliki visi masa depan. Ini dapat membantu mereka dalam mengatur keuangan. 

Pendapatan besar atau kecil tanpa perencanaan keuangan, mereka tidak akan memiliki kesiapan untuk menghadapi risiko di masa depan. Bahkan kesehatan mental bisa saja terganggu karena tidak bisa hidup pas-pasan ketika karyawan terutama yang biasa hidup mewah harus menjalani hidup pas-pasan.

“Kalau karyawan SCBD kehilangan sumber penghasilan, itu kemungkinan mentalnya bakal rapuh,” ujar Mike Rini Sutikno, Perencana Keuangan dari Mitra Rencana Edukasi. 


Dia mengingatkan bahwa gaya hidup adalah pilihan. Apakah ingin makan di kantin atau restoran yang bisa menghabiskan ratusan ribu setiap hari, kongkow minum kopi lebih dari Rp50.000 atau kopi seduh Rp5.000 di starling (Starbuck keliling), pada faktanya banyak pilihan tergantung pendirian. Tetap paling utama yakni mengelola keuangan dan menentukan prioritas.

Tidak dipungkiri sebagai karyawan terutama yang berjiwa muda, mencari pengalaman melalui gaya hidup dinilai lebih valuable. Menurut Mike sah-sah saja berpandangan demikian, namun dia berharap agar karyawan ini lebih cermat.

Misal ingin berlibur, ada baiknya mencari cara lain untuk bisa bepergian dengan menjadi volunteer. Dengan demikian, mereka tidak perlu mengeluarkan uang untuk memenuhi kebutuhan liburannya. “Selain itu dia dapat experience berbeda dan mendapat networking,” imbuhnya.

Sementara itu, untuk mendapat penghasilan tambahan guna memenuhi gaya hidup, Mike menyarankan agar para karyawan ini berinvestasi. . Setengah dari gaji setidaknya 30% bisa diinvestasikan bagi mereka yang sudah berkeluarga.

Ada banyak pilihan investasi saat ini seperti investasi di pasar modal, peer to peer lending, fintech, hingga memanfaatkan mata uang digital. “Jangan tergantung aset keuangan saja, teknologi sekarang canggih. Konten di YouTube bisa dijadikan aset,” jelas Mike. 

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Googlenews)

Editor: Fajar Sidik

SEBELUMNYA

Viral Somasi Es Teh, Pakar Ingatkan Bahaya Sugar Craving

BERIKUTNYA

Tembus Peringkat 1 Billboard 200 Albums, BLACKPINK Cetak Sejarah Baru Industri K-Pop

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: