Lima figur penting bangsa (Sumber gambar: Titimangsa Foundation)

5 Profil Figur Penting Indonesia dalam Serial Monolog Di Tepi Sejarah

23 August 2022   |   06:35 WIB
Image
Luke Andaresta Jurnalis Hypeabis.id

Titimangsa Foundation berkolaborasi dengan KawanKawan Media dan Kemendikbudristek kembali menghadirkan serial monolog Di Tepi Sejarah. Berbeda dengan musim sebelumnya, pertunjukan kali ini menampilkan tokoh-tokoh penting Indonesia dalam bidang kesenian. 

Ada lima figur penting dalam lima judul lakon yang kisahnya diangkat dalam serial monolog tersebut. Kelimanya adalah Sjafruddin Prawiranegara (Kacamata Sjafruddin), Kassian Cephas (Mata Kamera), Gombloh (Panggil Aku Gombloh), Ismail Marzuki (Senandung di Ujung Revolusi), dan Emiria Soenassa (Yang Tertinggal di Jakarta). 

Kelima judul serial monolog Di Tepi Sejarah itu bisa mulai ditonton di kanal YouTube Budaya Saya dan Indonesiana TV mulai 17 Agustus 2022, yang diunggah secara berkala selama bulan ini.

Agar kian afdol, yuk simak profil singkat kelima figur penting bangsa tersebut.
 

1. Sjafruddin Prawiranegara

Syafruddin Prawiranegara adalah orang Indonesia pertama dan satu-satunya yang menjadi Presiden De Javasche Bank (DJB) di masa-masa akhir tahun 1951-1953. Dia pula yang sekaligus menduduki jabatan Gubernur Bank Indonesia (BI) pertama tahun 1953 -1958, sebagai hasil dari nasionalisasi DJB.

Sebelumnya, posisi orang nomor satu di De Javasche Bank tahun 1828 - 1951, selalu dijabat oleh orang berkebangsaan Belanda. Salah satu yang menonjol di masa kepemimpinan Syafruddin Prawiranegara adalah keteguhannya dalam menjalankan fungsi utama bank sentral sebagai penjaga stabilitas nilai rupiah serta pengelolaan moneter.

Syafruddin juga orang yang pertama kali menyampaikan usulan agar pemerintah RI segera menerbitkan mata uang sendiri sebagai atribut kemerdekaan Indonesia untuk mengganti beberapa mata uang asing yang masih beredar.

Syafruddin Prawiranegara juga pernah menjabat sebagai Wakil Perdana Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Kemakmuran. Dia menjabat sebagai Wakil Menteri Keuangan pada 1946, Menteri Keuangan yang pertama kali pada 1946 dan Menteri Kemakmuran pada 1947.

Pada saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran inilah terjadi Agresi Militer Belanda II dan menyebabkan terbentuknya Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), dimana Syafruddin menjabat sebagai pemimpin tertinggi di Indonesia dalam masa PDRI.
 
 

2. Kassian Cephas

Kassian Cephas lahir di Sleman tahun 1845. Dia adalah anak angkat misionaris  Belanda, Christina Petronella Philips. Dalam asuhan Christina, dia mendapatkan didikan ala Eropa dan mendapatkan ilmu fotografi.

Kassian Cephas lantas dibaptis di sebuah gereja di Bagelen, Purworejo, dan menjadi  bagian di antara sedikit masyarakat Jawa yang dibaptis. Sekembali dari Purworejo, Kassian Cephas 
menjadi abdi dalem penewu, Keraton Mataram, Yogyakarta, yaitu abdi dalem yang mendapatkan tugas  khusus fotografi.  

Pada saat itu, Sri Sultan Hamengku Buwono VII adalah seorang sultan yang terkenal kaya karena pemerintah Belanda banyak mendirikan pabrik gula di Yogyakarta. Kekayaan itulah yang mendukung  Kassian Cephas dapat mengakses perkembangan teknologi fotografi pada masanya.

Di lingkungan  keraton, Kassian Cephas membuat potret raja, keluarga kerajaan, upacara-upacara keraton, dan aktivitas  masyarakat kebanyakan. Karya-karya Cephas kemudian bisa diakses masyarakat luas, termasuk  dikenalkan ke dunia luar melalui buku-buku karangan Isaac Groneman.  

Tahun 1889 Kassian Cephas ditunjuk pemerintah Hindia Belanda sebagai fotografer profesional dalam  proyek Karmawibangga, yang mengeksplorasi Candi Borobudur untuk dikenalkan kepada dunia. Kassian Cephas kemudian dikenal sebagai fotografer oleh masyarakat Eropa, khususnya melalui Kerajaan Belanda.

Karya-karya Kassian Cephas menjadi koleksi lembaga ilmiah Belanda KITLV dan menjadi dokumentasi penting bagi titik mula fotografi Indonesia. Namun foto-foto Kassian Cephas yang berharga itu tidak lantas menjadikan namanya dikenal. Sejarah tidak mencatat namanya sebagai pelopor fotografer profesional yang mengangkat nilai-nilai luhur bangsa. 


3. Gombloh

Soedjarwoto Soemarsono atau yang lebih dikenal Gombloh adalah penyanyi sekaligus penulis lagu kelahiran Jombang, 12 Juli 1948. Namanya melambung setelah menciptakan lagu Kebyar-Kebyar. Gombloh adalah sosok lelaki sederhana. Hidupnya jauh dari glamor. 

Ketika album Kebyar-Kebyar sukses di pasaran, Gombloh menikmatinya bersama abang becak, pengangguran dan para pedagang kecil di Surabaya. Di panggung musik, Gombloh selalu tampil nyentrik, berambut gondrong, mengenakan topi dan kumis yang tak rapi.

Dia seorang bohemian yang bercita-cita, ingin melihat Indonesia menjadi negara maju. Dia ingin mewujudkan tatanan dunia tanpa prostitusi. Meskipun sulit, setidaknya Gombloh mengupayakan cita-citanya itu di Surabaya.

Lagu-lagunya berkisah tentang nasionalisme, kehidupan sosial, ironi masyarakat perkotaan serta sisi manusiawi dari lingkungan yang disebut nista, prostitusi. Lagu-lagunya 
berbicara lantang, tanpa basa-basi.

Dalam bermusik, Gombloh secara terus-terang mengakui bahwa dia menggadaikan idealisme musiknya demi uang, demi keluarga, terutama ketika dia muncul dengan lagu-lagu yang komersil. Bagi Gombloh, dia hanya manusia yang ingin bermusik sejauh yang dia bisa. 



 
1
2


SEBELUMNYA

Cek 4 Fakta Menarik Tur Dunia (G)I-DLE di Jakarta, dari Setlist Lagu hingga Harga Tiket

BERIKUTNYA

Noah Rayakan Ultah ke-10 dengan Konser Dua Dunia

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: