Trisnayanti Pardede Melestarikan Motif Batak pada Batik
20 July 2022 |
19:35 WIB
Batik menjadi primadona di Indonesia sejak 2009 dinobatkan sebagai warisan budaya Indonesia oleh UNESCO. Kepopuleran batik ini berhasil menggelitik hati seseorang yang berdarah Batak, Sumatra Utara untuk melestarikan berbagai motif Batak dalam kain batik yang modis.
Batik sebagai pakaian nasional memiliki kekayaan motif yang beragam, di mana setiap daerah memiliki karakteritik motif tersendiri, termasuk orang Batak. Mereka sering mengenakannya ke berbagai acara.
Pada 2012, Trisnayanti Pardede, seorang gadis keturunan Batak, membangun usaha batik yang mengangkat kekhasan motif. Saat itu, dirinya berdiskusi dengan sang kaka yang menyarankan agar mengangkat motif batik asal daerahnya, yang sekaligus mendukung penyediaan modal awal bagi Trisnayanti untuk memulai usaha.
“Saya tidak mau jika hanya menciptakan produk tanpa makna,” katanya seperti dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi Juli 2013.
Baca juga: Mengenal Makna Filosofis dan Sejarah dari Corak Batik Parang
Karena itu, dia begitu kuat untuk mempersembahkan setiap motif batik yang bercerita. Trisna, nama sapaannya, terinspirasi dari kain Ulos dan Gorga sebagai seni budaya batak yang keduanya telah akrab dalam keseharian orang Batak, namun pemakaiannya tak boleh sembarangan.
Ulos merupakan kain tenun khas Batak, bentuknya selendang yang memiliki warna dominan merah, hitam, dan putih. Gorga adalah ukiran atau pahatan yang gampang ditemui di rumah adat Batak, gedung pertemuan maupun pelaminan.
Melalui merek Batikta, terciptalah berbagai motif batik dengan sentuhan Batak. Keindahan ulos dan Gorga seakan dipindahkan ke dalam sehelai kain yang mudah dipakai dan melekat di badan.
“Leluhur kami tidak membuat batik, sehingga kami harus menciptakan corak sendiri yang tetap berpatok pada budaya kami,” kata Trisna yang lahir di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara, 17 Juli 1986.
Usaha Batikta dimulai di Bandung, kota tempat Trisna meluluskan studi Sarjananya di Manajemen Universitas Padjadjaran. Meski berhasil mengemas produk batik ala Batak, dia tak mau mengklaim bahwa Batikta adalah batik Batak. Niatnya hanya mencoba mengeluarkan produk yang bermakna dan berbeda.
Salah satu corak batik dari Batikta terinspirasi bentuk Gorga Ipon-ipon yang terdapat di bagian tepi Gorga. Ipon-ipon artinya gigi yang maknanya adalah keindahan. Motif ini biasanya diaplikasikan ke bagian kerah baju.
Selain itu, ada motif yang terinspirasi dari Gorga Singa-singa. Singa di kalangan orang Batak identik dengan penjaga rumah. Batik bermotif ini memiliki makna kenyamanan dan rasa dilindungi.
Ada juga motif batik yang mirip Ulos Sadum penuh warna-warni melambangkan keceriaan serta suka cita, dan motif yang mengadaptasi Ulos Bintang Maratur memiliki filosofi keteraturan dalam hidup, seperti jajaran bintang yang disusun teratur.
“Tidak semua jenis Ulos cocok untuk diadaptasi menjadi motif batik. Ada Ulos khusus yang dipakai saat upacara kematian, kami tentu saja tidak menerapkannya untuk kain batik,” ungkapnya.
Baca juga: Produk Batik Jadi Pusat Perhatian di Paris
Motif-motif tersebut bisa berdiri sendiri dalam sebuah kain, namun bisa juga dikombinasikan. Hasilnya, kain batik dengan sentuhan Batak itu lebih bercerita.
FILOSOFI MOTIF
Untuk menyampaikan filosofi yang terkandung pada motif batik, setiap produk Batikta dilengkapi dengan kartu filosofi yang membeberkan makna motifnya.
Hingga kini, sudah ada sekitar 100 motif batik yang diciptakan Batikta, namun baru 20 yang telah dipublikasikan. “Proses pembuatan batik kami tak jauh beda dengan batik lain,” jelas Trisna.
Kain yang mereka gunakan adalah katun dobi, fiscos dan sutra. Komposisi penggunaan pewarna agak berbeda dengan batik lain karena warna yang banyak digunakan yaitu merah, hitam dan putih.
Untuk pemasaran, Batikta memiliki reseller yang disebut dongan. Dongan dalam bahasa batak artinya sahabat. Batikta sudah memiliki sekitar 27 reseller di seluruh Indonesia yang memasarkan produk dengan bantuan katalog.
Selain itu, Batikta mengandalkan pemasaran online melalui website, akun Facebook, Fan Page di Facebook dan Twitter. Batikta juga menerima pesanan dengan partai besar.
Saat ini Trisna sudah membawahi pekerja yang memegang tugas berbeda mulai dari membatik, desain, menjahit, hingga staf umum. Meski begitu, jumlah permintaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu belum bisa dipenuhi jika hanya mengandalkan pekerja yang ada.
“Seperti penjahit. Dia hanya membuat sebuah contoh pakaian saja, sisanya pekerjaan kami serahkan ke konveksi yang sudah bekerjasama,” kata Trisna.
TEKNIK PERPADUAN
Batikta mengeluarkan 2 jenis batik yaitu batik tulis dan batik cap yang masih dikerjakan di Bandung, namun pembatiknya didatangkan dari Solo. Sementara untuk pesanan partai besar, agar lebih cepat pengerjaannya, mereka juga melemparnya ke Solo untuk dikerjakan dengan proses printing tradisional.
Saat ini Batikta sudah memiliki 2 showroom yang berlokasi di Bandung dan Balige. Harapan Trisna, pada akhir 2013, Batikta telah memiliki workshop di Balige yang juga bisa menjadi tempat wisata batik.
Dalam sebulan, rata-rata terjual 300 pcs produk Batikta. Angka tersebut belum termasuk dengan pesanan partai besar. Hingga kini, konsumen Batikta masih dominan dari orang Batak.
Produk Batikta sudah dikirim ke luar negeri seperti Jepang dan Jerman meski permintaannya masih dari orang Indonesia yang tinggal di sana.
Baca juga: 5 Ide Tampil Kasual dengan Batik ala Dian Sastrowardoyo
Mengingat Batikta mencerminkan ciri khas Batak, pemerintah setempat juga menginginkan agar Batikta lebih dikembangkan di daerah asalnya.
Batikta berkembang cukup pesat, mengingat kompetitornya juga tidak banyak. Trisna merasa ilmu manajemen yang dipelajarinya di bangku kuliah sangat bermanfaat untuk menjalankan usaha.
Trisna berprinsip, salah satu kunci sukses menjalani bisnis adalah memastikan setiap orang bekerja sesuai fungsinya. Dia pun senantiasa memastikan agar setiap orang yang bekerja padanya merasa nyaman.
Editor: Fajar Sidik
Batik sebagai pakaian nasional memiliki kekayaan motif yang beragam, di mana setiap daerah memiliki karakteritik motif tersendiri, termasuk orang Batak. Mereka sering mengenakannya ke berbagai acara.
Pada 2012, Trisnayanti Pardede, seorang gadis keturunan Batak, membangun usaha batik yang mengangkat kekhasan motif. Saat itu, dirinya berdiskusi dengan sang kaka yang menyarankan agar mengangkat motif batik asal daerahnya, yang sekaligus mendukung penyediaan modal awal bagi Trisnayanti untuk memulai usaha.
“Saya tidak mau jika hanya menciptakan produk tanpa makna,” katanya seperti dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi Juli 2013.
Baca juga: Mengenal Makna Filosofis dan Sejarah dari Corak Batik Parang
Karena itu, dia begitu kuat untuk mempersembahkan setiap motif batik yang bercerita. Trisna, nama sapaannya, terinspirasi dari kain Ulos dan Gorga sebagai seni budaya batak yang keduanya telah akrab dalam keseharian orang Batak, namun pemakaiannya tak boleh sembarangan.
Ulos merupakan kain tenun khas Batak, bentuknya selendang yang memiliki warna dominan merah, hitam, dan putih. Gorga adalah ukiran atau pahatan yang gampang ditemui di rumah adat Batak, gedung pertemuan maupun pelaminan.
Melalui merek Batikta, terciptalah berbagai motif batik dengan sentuhan Batak. Keindahan ulos dan Gorga seakan dipindahkan ke dalam sehelai kain yang mudah dipakai dan melekat di badan.
“Leluhur kami tidak membuat batik, sehingga kami harus menciptakan corak sendiri yang tetap berpatok pada budaya kami,” kata Trisna yang lahir di Balige, Kabupaten Toba Samosir, Sumatra Utara, 17 Juli 1986.
Usaha Batikta dimulai di Bandung, kota tempat Trisna meluluskan studi Sarjananya di Manajemen Universitas Padjadjaran. Meski berhasil mengemas produk batik ala Batak, dia tak mau mengklaim bahwa Batikta adalah batik Batak. Niatnya hanya mencoba mengeluarkan produk yang bermakna dan berbeda.
Salah satu corak batik dari Batikta terinspirasi bentuk Gorga Ipon-ipon yang terdapat di bagian tepi Gorga. Ipon-ipon artinya gigi yang maknanya adalah keindahan. Motif ini biasanya diaplikasikan ke bagian kerah baju.
Selain itu, ada motif yang terinspirasi dari Gorga Singa-singa. Singa di kalangan orang Batak identik dengan penjaga rumah. Batik bermotif ini memiliki makna kenyamanan dan rasa dilindungi.
Ada juga motif batik yang mirip Ulos Sadum penuh warna-warni melambangkan keceriaan serta suka cita, dan motif yang mengadaptasi Ulos Bintang Maratur memiliki filosofi keteraturan dalam hidup, seperti jajaran bintang yang disusun teratur.
“Tidak semua jenis Ulos cocok untuk diadaptasi menjadi motif batik. Ada Ulos khusus yang dipakai saat upacara kematian, kami tentu saja tidak menerapkannya untuk kain batik,” ungkapnya.
Baca juga: Produk Batik Jadi Pusat Perhatian di Paris
Motif-motif tersebut bisa berdiri sendiri dalam sebuah kain, namun bisa juga dikombinasikan. Hasilnya, kain batik dengan sentuhan Batak itu lebih bercerita.
FILOSOFI MOTIF
Untuk menyampaikan filosofi yang terkandung pada motif batik, setiap produk Batikta dilengkapi dengan kartu filosofi yang membeberkan makna motifnya.
Hingga kini, sudah ada sekitar 100 motif batik yang diciptakan Batikta, namun baru 20 yang telah dipublikasikan. “Proses pembuatan batik kami tak jauh beda dengan batik lain,” jelas Trisna.
Kain yang mereka gunakan adalah katun dobi, fiscos dan sutra. Komposisi penggunaan pewarna agak berbeda dengan batik lain karena warna yang banyak digunakan yaitu merah, hitam dan putih.
Untuk pemasaran, Batikta memiliki reseller yang disebut dongan. Dongan dalam bahasa batak artinya sahabat. Batikta sudah memiliki sekitar 27 reseller di seluruh Indonesia yang memasarkan produk dengan bantuan katalog.
Selain itu, Batikta mengandalkan pemasaran online melalui website, akun Facebook, Fan Page di Facebook dan Twitter. Batikta juga menerima pesanan dengan partai besar.
Saat ini Trisna sudah membawahi pekerja yang memegang tugas berbeda mulai dari membatik, desain, menjahit, hingga staf umum. Meski begitu, jumlah permintaan yang terus meningkat dari waktu ke waktu belum bisa dipenuhi jika hanya mengandalkan pekerja yang ada.
“Seperti penjahit. Dia hanya membuat sebuah contoh pakaian saja, sisanya pekerjaan kami serahkan ke konveksi yang sudah bekerjasama,” kata Trisna.
TEKNIK PERPADUAN
Batikta mengeluarkan 2 jenis batik yaitu batik tulis dan batik cap yang masih dikerjakan di Bandung, namun pembatiknya didatangkan dari Solo. Sementara untuk pesanan partai besar, agar lebih cepat pengerjaannya, mereka juga melemparnya ke Solo untuk dikerjakan dengan proses printing tradisional.
Saat ini Batikta sudah memiliki 2 showroom yang berlokasi di Bandung dan Balige. Harapan Trisna, pada akhir 2013, Batikta telah memiliki workshop di Balige yang juga bisa menjadi tempat wisata batik.
Dalam sebulan, rata-rata terjual 300 pcs produk Batikta. Angka tersebut belum termasuk dengan pesanan partai besar. Hingga kini, konsumen Batikta masih dominan dari orang Batak.
Produk Batikta sudah dikirim ke luar negeri seperti Jepang dan Jerman meski permintaannya masih dari orang Indonesia yang tinggal di sana.
Baca juga: 5 Ide Tampil Kasual dengan Batik ala Dian Sastrowardoyo
Mengingat Batikta mencerminkan ciri khas Batak, pemerintah setempat juga menginginkan agar Batikta lebih dikembangkan di daerah asalnya.
Batikta berkembang cukup pesat, mengingat kompetitornya juga tidak banyak. Trisna merasa ilmu manajemen yang dipelajarinya di bangku kuliah sangat bermanfaat untuk menjalankan usaha.
Trisna berprinsip, salah satu kunci sukses menjalani bisnis adalah memastikan setiap orang bekerja sesuai fungsinya. Dia pun senantiasa memastikan agar setiap orang yang bekerja padanya merasa nyaman.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.