Kabar Baik Buat Pelaku Ekonomi Kreatif, Kekayaan Intelektual Bisa Jadi Jaminan Pinjaman
18 July 2022 |
16:49 WIB
Ada kabar baik buat pelaku ekonomi kreatif, seiring dirilisnya Peraturan Pemerintah Nomor 24/2022 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang No. 24/2009 tentang Ekomomi Kreatif. Sebab, peraturan ini membuat para pelaku ekonomi kreatif dapat menggunakan kekayaan intelektual yang dimiliki untuk mendapatkan pembiayaan dari lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank.
Sebagai informasi, mengacu pada Undang-undang tentang Ekonomi Kreatif, ekonomi kreatif adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi.
Sedangkan, pelaku ekonomi kreatif adalah orang perseorangan atau kelompok orang warga negara Indonesia atau badan usaha berbadan hukum atau bukan berbadan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan ekonomi kreatif.
Baca juga: Simak 3 Tren Baru Ekonomi Kreatif selama Pandemi Covid-19
Adapun, beleid yang ditetapkan dan diundangkan pada 12 Juli 2022 tersebut menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank menggunakan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang.
Adapun objek jaminan utang tersebut, masih dalam beleid, dilaksanakan dalam bentuk jaminan fidusia atas kekayaan intelektual; kontrak dalam kegiatan ekonomi kreatif; dan/ atau hak tagih dalam kegiatan ekonomi kreatif.
Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang, lanjut beleid, berupa kekayaan intelektual yang telah tercatat atau terdaftar di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Kemudian, kekayaan intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang adalah kekayaan intelektual yang sudah dikelola, baik secara sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain.
Dalam persyaratan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual paling sedikit terdiri atas proposal pembiayaan, memiliki usaha ekonomi kreatif, memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif, dan memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.
Lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan nonbank dalam memberikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual melakukan verifikasi terhadap usaha ekonomi kreatif, verifikasi surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual yang dijadikan agunan yang dapat dieksekusi jika terjadi sengketa atau non sengketa.
Kemudian, penilaian kekayaan intelektual yang dijadikan agunan, penciran dana kepada pelaku ekonoim kreatif, dan penerimaan pengembalian pembiayaan dari pelaku ekonomi kreatif sesuai perjanjian.
Terkait dengan penilaian kekayaan intelektual, peraturan tersebut menyebutkan, menggunakan pendekatan biaya, pasar, pendapatan, dan/ atau pendekatan penilaian lainnya sesuai dengan standar penilaian yang berlaku.
Penilaian, lanjut beleid tersebut, dilakukan oleh penilai kekayaan intelektual dan/atau panel penilai. Penilai kekayaan intelektual, papar beleid, harus memenuhi kriteria memiliki izin penilai publik dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Kemudian, penilai juga harus memiliki kompetensi bidang penilaian kekayaan intelektual, dan terdaftar di kementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang ekonomi kreatif.
Sementara panel penilai merupakan sekelompok orang yang ditunjuk oleh lembaga keuangan. Panel penliai tersebut melakukan penilaian atas kekayaan intelektual yang tidak dinilai oleh penilai kekayaan intelektual terhadap pelaku ekonomi kreatif yang mengajukan pembiayaan.
Panel penilai pada lembaga keuangan dapat bersama-sama melakukan penilaian kekayaan intelektual dengan penilai kekayaan intelektual jika diperlukan.
Seperti dikutip dari Bisnis.com, pada 8 April 2018, Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo mengatakan, dalam perhitungan di atas kertas, sektor ekonomi kreatif tidak akan ada surutnya, selama orang-orang yang bergelut di dalamnya terus mau mengeksplorasi karya baru.
Akan tetapi, seberapa pun kreatif para pelaku di industri ini, karya yang dihasilkan akan sulit menciptakan peluang ekonomi yang lebih luas apabila tidak didukung oleh sumber dana ataupun permodalan yang memadai.
Fadjar menyebut, hingga saat ini pelaku industri kreatif punya kendala besar dari sisi permodalan. Sebagai industri yang mengandalkan kreatifitas, sulit bagi pelakunya untuk memperoleh pinjaman dana dari bank. Sebab, bank masih menjadikan collateral alias agunan sebagai syarat suatu usaha layak diberi kredit.
Fadjar menilai, jika hal ini tak segera dicarikan solusi, maka industri kreatif akan sulit berkembang. Pasalnya, mereka yang memilih jalan ini, terutama para pemula, pada umumnya tidak memiliki aset seperti tanah atau bangunan yang bisa dijadikan jaminan kepada bank. Satu-satunya hal berharga yang mereka miliki justru adalah ide alias kekayaan intelektual.
"Hanya ada 22 persen usaha kecil dan menengah sektor kreatif yang punya aset tanah dan bangunan," katanya, belum lama ini.
Tapi bukan berarti jalan keluar untuk kendala tersebut buntu sama sekali. Ada titik terang dari sisi regulasi. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Merk dan Paten disebutkan bahwa kekayaan intelektual bisa dijadikan jaminan dengan perikatan fidusia.
Atas landasan itulah Bekraf berupaya menemukan formula agar bank bersedia menjadikan kekayaan intelektual sebagai jaminan atas suatu usaha kreatif. Mereka gencar melakukan focus group discussion dengan sejumlah bank dan regulator agar rumusnya segera ketemu.
Baca juga: UMKM Wajib Tahu 5 Tren & Peluang Bisnis 2021
Perbankan sejatinya tertarik memberikan pembiayaan. Sebab mereka sadar ada potensi besar di industri kreatif. Namun, di sisi lain, mereka juga harus patuh terhadap regulasi dan menjunjung tinggi asas kehati-hatian.
Editor: Dika Irawan
Sebagai informasi, mengacu pada Undang-undang tentang Ekonomi Kreatif, ekonomi kreatif adalah perwujudan nilai tambah dari kekayaan intelektual yang bersumber dari kreativitas manusia yang berbasis warisan budaya, ilmu pengetahuan, dan/atau teknologi.
Sedangkan, pelaku ekonomi kreatif adalah orang perseorangan atau kelompok orang warga negara Indonesia atau badan usaha berbadan hukum atau bukan berbadan hukum yang didirikan berdasarkan hukum Indonesia yang melakukan kegiatan ekonomi kreatif.
Baca juga: Simak 3 Tren Baru Ekonomi Kreatif selama Pandemi Covid-19
Adapun, beleid yang ditetapkan dan diundangkan pada 12 Juli 2022 tersebut menyebutkan bahwa dalam pelaksanaan skema pembiayaan berbasis kekayaan intelektual, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank menggunakan kekayaan intelektual sebagai objek jaminan utang.
Adapun objek jaminan utang tersebut, masih dalam beleid, dilaksanakan dalam bentuk jaminan fidusia atas kekayaan intelektual; kontrak dalam kegiatan ekonomi kreatif; dan/ atau hak tagih dalam kegiatan ekonomi kreatif.
Kekayaan Intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang, lanjut beleid, berupa kekayaan intelektual yang telah tercatat atau terdaftar di kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum.
Kemudian, kekayaan intelektual yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang adalah kekayaan intelektual yang sudah dikelola, baik secara sendiri dan/atau dialihkan haknya kepada pihak lain.
Dalam persyaratan pengajuan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual paling sedikit terdiri atas proposal pembiayaan, memiliki usaha ekonomi kreatif, memiliki perikatan terkait kekayaan intelektual produk ekonomi kreatif, dan memiliki surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual.
Lembaga keuangan bank atau lembaga keuangan nonbank dalam memberikan pembiayaan berbasis kekayaan intelektual melakukan verifikasi terhadap usaha ekonomi kreatif, verifikasi surat pencatatan atau sertifikat kekayaan intelektual yang dijadikan agunan yang dapat dieksekusi jika terjadi sengketa atau non sengketa.
Kemudian, penilaian kekayaan intelektual yang dijadikan agunan, penciran dana kepada pelaku ekonoim kreatif, dan penerimaan pengembalian pembiayaan dari pelaku ekonomi kreatif sesuai perjanjian.
Terkait dengan penilaian kekayaan intelektual, peraturan tersebut menyebutkan, menggunakan pendekatan biaya, pasar, pendapatan, dan/ atau pendekatan penilaian lainnya sesuai dengan standar penilaian yang berlaku.
Penilaian, lanjut beleid tersebut, dilakukan oleh penilai kekayaan intelektual dan/atau panel penilai. Penilai kekayaan intelektual, papar beleid, harus memenuhi kriteria memiliki izin penilai publik dari kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara.
Kemudian, penilai juga harus memiliki kompetensi bidang penilaian kekayaan intelektual, dan terdaftar di kementerian yang menyelenggarakan tugas pemerintahan di bidang ekonomi kreatif.
Sementara panel penilai merupakan sekelompok orang yang ditunjuk oleh lembaga keuangan. Panel penliai tersebut melakukan penilaian atas kekayaan intelektual yang tidak dinilai oleh penilai kekayaan intelektual terhadap pelaku ekonomi kreatif yang mengajukan pembiayaan.
Panel penilai pada lembaga keuangan dapat bersama-sama melakukan penilaian kekayaan intelektual dengan penilai kekayaan intelektual jika diperlukan.
Wacana lama
Akses pinjaman ke pelaku ekonomi kreatif merupakan isu yang sudah lama digaungkan. Industri ini digadang-gadang menjadi penopang utama ekonomi Indonesia jika kelak komoditas sudah tak bisa diandalkan.Seperti dikutip dari Bisnis.com, pada 8 April 2018, Deputi Akses Permodalan Bekraf Fadjar Hutomo mengatakan, dalam perhitungan di atas kertas, sektor ekonomi kreatif tidak akan ada surutnya, selama orang-orang yang bergelut di dalamnya terus mau mengeksplorasi karya baru.
Akan tetapi, seberapa pun kreatif para pelaku di industri ini, karya yang dihasilkan akan sulit menciptakan peluang ekonomi yang lebih luas apabila tidak didukung oleh sumber dana ataupun permodalan yang memadai.
Fadjar menyebut, hingga saat ini pelaku industri kreatif punya kendala besar dari sisi permodalan. Sebagai industri yang mengandalkan kreatifitas, sulit bagi pelakunya untuk memperoleh pinjaman dana dari bank. Sebab, bank masih menjadikan collateral alias agunan sebagai syarat suatu usaha layak diberi kredit.
Fadjar menilai, jika hal ini tak segera dicarikan solusi, maka industri kreatif akan sulit berkembang. Pasalnya, mereka yang memilih jalan ini, terutama para pemula, pada umumnya tidak memiliki aset seperti tanah atau bangunan yang bisa dijadikan jaminan kepada bank. Satu-satunya hal berharga yang mereka miliki justru adalah ide alias kekayaan intelektual.
"Hanya ada 22 persen usaha kecil dan menengah sektor kreatif yang punya aset tanah dan bangunan," katanya, belum lama ini.
Tapi bukan berarti jalan keluar untuk kendala tersebut buntu sama sekali. Ada titik terang dari sisi regulasi. Dalam Undang-Undang Hak Cipta Merk dan Paten disebutkan bahwa kekayaan intelektual bisa dijadikan jaminan dengan perikatan fidusia.
Atas landasan itulah Bekraf berupaya menemukan formula agar bank bersedia menjadikan kekayaan intelektual sebagai jaminan atas suatu usaha kreatif. Mereka gencar melakukan focus group discussion dengan sejumlah bank dan regulator agar rumusnya segera ketemu.
Baca juga: UMKM Wajib Tahu 5 Tren & Peluang Bisnis 2021
Perbankan sejatinya tertarik memberikan pembiayaan. Sebab mereka sadar ada potensi besar di industri kreatif. Namun, di sisi lain, mereka juga harus patuh terhadap regulasi dan menjunjung tinggi asas kehati-hatian.
Editor: Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.