Profil Desi Anwar: Berawal dari Iseng Kirim Lamaran ke RCTI hingga Mendirikan Metro TV
18 July 2022 |
15:00 WIB
1
Like
Like
Like
Desi Anwar berada pada masa yang tepat saat memutuskan berkarier di dunia pertelevisian, yakni dekade 90-an. Industri televisi yang masih sepi kala itu menjadi peluang bagi Desi untuk berinovasi menampilkan gaya berbeda pada program-progam beritanya. Nama Desi pun mendapat tempat di hati pemirsa sebagai pembawa berita andal.
Namun, dia memulai perjalanan karirnya sebagai penulis lepas di beberapa media massa di Indonesia. Usai menuntaskan studi di University of London, Inggris, Desi sempat mencicipi bekerja sebagai editor di kantor berita Antara, desk berbahasa Inggris. Dia tidak bekerja penuh waktu karena hanya menggantikan posisi temannya yang tengah hamil saat itu. Di harian The Jakarta Post, Desi juga menulis kolom budaya.
Wanita kelahiran Bandung ini pernah diminta langsung Sabam Siagian, Pemimpin Redaksi The Jakarta Post saat itu untuk masuk ke jajaran redaksi. Bahkan tawaran tersebut cukup menggiurkan karena Desi tak perlu lagi ikut tes alias langsung lolos. Namun Desi tidak menyetujuinya karena belum siap bekerja penuh.
Baca juga: Profil Anthony Fauci, Penasihat Kesehatan Gedung Putih yang juga Sosok Penting selama Pandemi
Hingga pada suatu ketika, stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) membuka lowongan pekerjaan. Awal 90-an, RCTI belum ada gaungnya dan siarannya terbatas di Jakarta dan masih menggunakan decoder. Tanpa pikir panjang Desi segera mengirim lamaran tapi dia sendiri saat itu tidak tahu seluk beluk stasiun TV komersial tersebut.
"Jadi saya iseng kirim lamaran ke RCTI," ujarnya.
Bagi wanita yang pernah masuk nominasi pembawa berita terbaik Asia Televison Awards 1998 ini, pekerjaan itu menjadi kesempatan untuk membuat inovasi sambil belajar di dunia pertelevisian.
Program Seputar Jakarta sendiri berisi tentang berita-berita yang mengupas sisi lain ibu kota seperti kemacetan, pekan budaya, restoran yang sedang naik daun, dan pernak-pernik kehidupan lainnya. Meski tidak memiliki latar belakang jurnalis melainkan sastra Desi mengaku tidak kesulitan menghadapi isu-isu itu.
"Saya punya akal bulus, Helmi Yohanes -- kini produser eksekutif TV di Voice of America (VOA) -- saya ajak sebagai partner untuk siaran," ujarnya tertawa.
Seiring perjalanan waktu, program Seputar Jakarta semakin diminati pemirsa. Walhasil jadwal tayangnya terus ditambah dari tiga kali dalam seminggu menjadi tiap hari. Selanjutnya lantaran jangkauannya semakin luas tak terbatas pada Jakarta maka namanya diubah menjadi Seputar Indonesia.
Pada program-program berita itu, Desi membawakan beritanya dengan gaya yang lebih santai. Hal itu untuk membedakan dengan pembawa acara di TVRI yang dianggapnya hanya membacakan koran. "Tiap kali siaran kami selalu katakan, selamat malam saya Desi Anwar. Karena itu akhirnya pemirsa menjadi dekat," ujarnya.
Di balik tingginya rating tayangan berita-berita, Desi melihat karena pemirsa sudah terlalu jenuh disodorkan berita-berita bersifat kehumasan oleh pemerintah melalui corong mereka, TVRI. Oleh karena itu begitu ada program berita yang menyajikan kabar-kabar seperti kebakaran hutan, kemacetan, jembatan ambruk, mudik hingga persoalan sosial lainnya maka masyarakat berbondong-bondong menontonnya.
"Akhirnya buat orang kritis ingin tahu kok kenapa bisa terjadi seperti itu," katanya.
"Kehadiran TV ternyata dampaknya sangat riil," ujarnya.
Desi pun menuai buah pencapaiannya mengembangkan program-program berita di stasiun komersial tersebut. Pemerintah pusat dan daerah ketika itu ingin kegiatannya diliput Desi dengan RCTI-nya. Sebab mereka sadar jika ditayangkan di salah satu program Desi maka akan ditonton seluruh masyarakat. Karenanya Desi kerap dapat ajakan dari pihak Istana untuk meliput kegiatan Presiden Seoharto ketika ke luar negeri maupun di istana.
"Gubernur DKI Jakarta tak mau ngomong kalau belum lihat wajah saya," ujarnya seraya tertawa.
Sejenak di dunia dotcom, Desi kembali mudik ke layar kaca kali ini dengan mendirikan Metro TV. Pasalnya di Indonesia pada saat itu belum ada stasiun yang secara khusus menyiarkan berita selama 24 jam. Di sinilah nama Desi kembali mengemuka berkat programnya Face to Face With Desi Anwar. Sebab, Desi berhasil mewawancarai pesohor kenamaan dunia. Sesuatu yang jarang di pertelevisian Indonesia bagaimana seorang pembawa acara mewawancarai tokoh perdamaian, presiden, hingga selebritas dunia.
Dari program tersebut Desi ingin memberikan sesuatu yang menginspirasi kepada para pemirsa. Karena itu, dalam program tersebut Desi mewawancarai tokoh-tokoh yang memiliki pencapaian dalam hidupnya serta dapat menginspirasi orang lain. Masyarakat butuh inspirasi karena selama ini selalu dijejali dengan berita-berita kekerasan, seksual, dan konflik hampir tiap hari.
" Bagi saya acara Face to Face bagai oase dalam mencari informasi. Di luar sana ada banyak orang yang memiliki semangat melakukan hal positif," ujarnya.
Desi menganggap tokoh yang pernah diwawancarainya seperti selebritas Hollywood Richard Gere begitu menginspirasi. Ketika berbincang-bincang Richard Gere tak mau bercerita dirinya sebagai aktor karena hal tersebut adalah pekerjaan. Gere hanya mau bercerita tentang filosofi dan aspirasinya tentang kehidupan.
Namun, ada keinginan Desi yang belum terwujud yakni mewawancarai tokoh perdamaian Nelson Mandela. Sebetulnya beberapa kali Desi telah bertemu dengan Mandela tapi bukan pada forum wawancara. Hingga Mandela menghembuskan nafas terakhirnya, keinginan Desi belum tercapai.
"Konsisten dalam arti saya, sadar karena semua pilihan ada risikonya masing-masing," ujarnya.
Begitu pula pada karir, Desi konsisten terhadap pilihannya berkarir sebagai pembawa berita. Sejak di RCTI hingga CNN Indonesia kini, dia selalu berusaha menyajikan sesuatu yang berbeda kepada para pemirsa.
Selebihnya, Desi senang dengan profesi ini karena dapat belajar beragam bidang keilmuan dan memiliki keistimewaan bertanya kepada siapa pun. Memang sejak awal, profesi ini merupakan keputusannya sendiri tanpa paksaaan dari siapa pun termasuk kedua orang tuanya.
"Jadi itulah yang membentuk Desi Anwar kini," ujarnya.
Desi sudah kadung cinta dengan profesinya. Oleh sebab itu jika ada tawaran profesi lain misalnya politikus, Desi akan menolaknya. Menurut dia karir politik hanya bersifat sementara, sekarang presiden tahun berikutnya bisa jadi sudah menjadi pengusaha. Setelah tidak berkuasa maka akan merasa kehilangan apa yang selama ini diraihnya ketika menjadi pejabat.
"Menjadi pewawancara dari dahulu sampai sekarang saya tetap dikenal sebagai Desi Anwar ," ujarnya.
Meski bergelut pada dunia layar kaca, Desi tetap mendisiplinkan dirinya untuk hobinya menulis dan fotografi. Dari kedua hobinya itu sudah lahir tiga buku yakni Tweets For Life, Simple Life, dan Romantic Journey: Notebook of A Traveller yang mengupas tentang tips-tips kehidupan dan foto-fotonya ke sejumlah tempat di dunia.
Baca juga: Profil Brisia Jodie, Dari Dunia Tarik Suara Kini Sukses Buka Ratusan Gerai Es Teh Kekinian
Desi memaknai bahwa kegiatannya menulis merupakan donasi ilmu yang berguna bagi orang lain. Tulisan-tulisan itu akan menginspirasi orang terus menerus. Sementara jika donasi berupa materi dalam hitungan waktu sudah habis. Begitu habis tidak akan berbekas kepada orang menerima donasi tersebut.
Catatan redaksi: Artikel ini dihimpun dari Bisnis Indonesia Weeekend edisi 14 Agustus 2016.
Editor: Gita Carla
Namun, dia memulai perjalanan karirnya sebagai penulis lepas di beberapa media massa di Indonesia. Usai menuntaskan studi di University of London, Inggris, Desi sempat mencicipi bekerja sebagai editor di kantor berita Antara, desk berbahasa Inggris. Dia tidak bekerja penuh waktu karena hanya menggantikan posisi temannya yang tengah hamil saat itu. Di harian The Jakarta Post, Desi juga menulis kolom budaya.
Wanita kelahiran Bandung ini pernah diminta langsung Sabam Siagian, Pemimpin Redaksi The Jakarta Post saat itu untuk masuk ke jajaran redaksi. Bahkan tawaran tersebut cukup menggiurkan karena Desi tak perlu lagi ikut tes alias langsung lolos. Namun Desi tidak menyetujuinya karena belum siap bekerja penuh.
Baca juga: Profil Anthony Fauci, Penasihat Kesehatan Gedung Putih yang juga Sosok Penting selama Pandemi
Hingga pada suatu ketika, stasiun televisi Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) membuka lowongan pekerjaan. Awal 90-an, RCTI belum ada gaungnya dan siarannya terbatas di Jakarta dan masih menggunakan decoder. Tanpa pikir panjang Desi segera mengirim lamaran tapi dia sendiri saat itu tidak tahu seluk beluk stasiun TV komersial tersebut.
"Jadi saya iseng kirim lamaran ke RCTI," ujarnya.
Memulai karier di RCTI
Akhirnya Desi pun diwawancarai pimpinan stasiun TV itu. Mereka menawari Desi bekerja di bagian public affair untuk mengurus program Seputar Jakarta. Desi langsung menyetujui tawaran itu. Alasannya dia melihat banyak peluang berkarir di televisi komersial pertama di Indonesia ketika itu.Bagi wanita yang pernah masuk nominasi pembawa berita terbaik Asia Televison Awards 1998 ini, pekerjaan itu menjadi kesempatan untuk membuat inovasi sambil belajar di dunia pertelevisian.
Program Seputar Jakarta sendiri berisi tentang berita-berita yang mengupas sisi lain ibu kota seperti kemacetan, pekan budaya, restoran yang sedang naik daun, dan pernak-pernik kehidupan lainnya. Meski tidak memiliki latar belakang jurnalis melainkan sastra Desi mengaku tidak kesulitan menghadapi isu-isu itu.
Terkendala bahasa Indonesia
Anehnya Desi justru terkendala dengan bahasa Indonesia. Maklum masa-masanya lebih banyak dihabiskan di Negeri Ratu Elizabeth. Soal ini dia pernah punya pengalaman menarik. Ketika pertama kali diminta siaran, bahasa Indonesia Desi lafalnya tidak sempurna layaknya orang asing. Karena kejadian itu Desi tidak boleh siaran. Namun Desi punya cara lain untuk menyiasati kelemahannya tersebut."Saya punya akal bulus, Helmi Yohanes -- kini produser eksekutif TV di Voice of America (VOA) -- saya ajak sebagai partner untuk siaran," ujarnya tertawa.
Seiring perjalanan waktu, program Seputar Jakarta semakin diminati pemirsa. Walhasil jadwal tayangnya terus ditambah dari tiga kali dalam seminggu menjadi tiap hari. Selanjutnya lantaran jangkauannya semakin luas tak terbatas pada Jakarta maka namanya diubah menjadi Seputar Indonesia.
Buletin Malam & Buletin Pagi
Berhasil dengan Seputar Jakarta, Desi mengamati peluang lain yakni menghadirkan tayangan berita ke pemirsa pada siang dan malam hari. Akhirnya dibuatlah program Buletin Malam, dan Buletin Pagi.Pada program-program berita itu, Desi membawakan beritanya dengan gaya yang lebih santai. Hal itu untuk membedakan dengan pembawa acara di TVRI yang dianggapnya hanya membacakan koran. "Tiap kali siaran kami selalu katakan, selamat malam saya Desi Anwar. Karena itu akhirnya pemirsa menjadi dekat," ujarnya.
Di balik tingginya rating tayangan berita-berita, Desi melihat karena pemirsa sudah terlalu jenuh disodorkan berita-berita bersifat kehumasan oleh pemerintah melalui corong mereka, TVRI. Oleh karena itu begitu ada program berita yang menyajikan kabar-kabar seperti kebakaran hutan, kemacetan, jembatan ambruk, mudik hingga persoalan sosial lainnya maka masyarakat berbondong-bondong menontonnya.
"Akhirnya buat orang kritis ingin tahu kok kenapa bisa terjadi seperti itu," katanya.
(Sumber gambar: Hypeabis/Nurul Hidayat)
Salah satu momen yang paling diingat desi adalah ketika menyiarkan liputan tentang bayi ajaib. Bayi tersebut berkelamin ganda tapi orang tuanya bingung harus berbuat apa karena untuk berobat tidak punya uang. Setelah berita itu disiarkan tak lama masuk telepon dari para dokter masuk ke redaksi. Mereka menyatakan operasi itu sangat mudah dan akan memberikan operasi gratis untuk si anak malang itu.
Desi pun menuai buah pencapaiannya mengembangkan program-program berita di stasiun komersial tersebut. Pemerintah pusat dan daerah ketika itu ingin kegiatannya diliput Desi dengan RCTI-nya. Sebab mereka sadar jika ditayangkan di salah satu program Desi maka akan ditonton seluruh masyarakat. Karenanya Desi kerap dapat ajakan dari pihak Istana untuk meliput kegiatan Presiden Seoharto ketika ke luar negeri maupun di istana.
"Gubernur DKI Jakarta tak mau ngomong kalau belum lihat wajah saya," ujarnya seraya tertawa.
Berakhir dengan RCTI dan mendirikan Metro TV
Kebersamaan Desi bersama RCTI terhenti usai krisis 1998. Dia mengaku sudah merasa cukup berkarier di layar kaca selama dekade 90-an. Namun Desi belum habis, sebaliknya dia memulai petualangan barunya dengan mendirikan situs astaga.com. Sekali lagi, dia melihat ada peluang baru di dunia online. Melalui astaga.com, Desi menjadikan situs tersebut sebagai portal pertama di Indonesia.Sejenak di dunia dotcom, Desi kembali mudik ke layar kaca kali ini dengan mendirikan Metro TV. Pasalnya di Indonesia pada saat itu belum ada stasiun yang secara khusus menyiarkan berita selama 24 jam. Di sinilah nama Desi kembali mengemuka berkat programnya Face to Face With Desi Anwar. Sebab, Desi berhasil mewawancarai pesohor kenamaan dunia. Sesuatu yang jarang di pertelevisian Indonesia bagaimana seorang pembawa acara mewawancarai tokoh perdamaian, presiden, hingga selebritas dunia.
Dari program tersebut Desi ingin memberikan sesuatu yang menginspirasi kepada para pemirsa. Karena itu, dalam program tersebut Desi mewawancarai tokoh-tokoh yang memiliki pencapaian dalam hidupnya serta dapat menginspirasi orang lain. Masyarakat butuh inspirasi karena selama ini selalu dijejali dengan berita-berita kekerasan, seksual, dan konflik hampir tiap hari.
" Bagi saya acara Face to Face bagai oase dalam mencari informasi. Di luar sana ada banyak orang yang memiliki semangat melakukan hal positif," ujarnya.
Desi menganggap tokoh yang pernah diwawancarainya seperti selebritas Hollywood Richard Gere begitu menginspirasi. Ketika berbincang-bincang Richard Gere tak mau bercerita dirinya sebagai aktor karena hal tersebut adalah pekerjaan. Gere hanya mau bercerita tentang filosofi dan aspirasinya tentang kehidupan.
Namun, ada keinginan Desi yang belum terwujud yakni mewawancarai tokoh perdamaian Nelson Mandela. Sebetulnya beberapa kali Desi telah bertemu dengan Mandela tapi bukan pada forum wawancara. Hingga Mandela menghembuskan nafas terakhirnya, keinginan Desi belum tercapai.
Berkat konsistensi
Bicara tentang pencapaiannya sejauh ini, Desi melihat keberhasilan dalam karier maupun kehidupan dibangun oleh tumpukan konsistensi melakukan sesuatu yang positif. Umpamanya bila ada orang yang bertanya tentang penampilannya yang tetap tidak berubah, Desi mengatakan hal itu diperolehnya karena konsisten memakan salad bukan hamburger. Namun konsistensi itu mesti diimbangi dengan kesadaran."Konsisten dalam arti saya, sadar karena semua pilihan ada risikonya masing-masing," ujarnya.
Begitu pula pada karir, Desi konsisten terhadap pilihannya berkarir sebagai pembawa berita. Sejak di RCTI hingga CNN Indonesia kini, dia selalu berusaha menyajikan sesuatu yang berbeda kepada para pemirsa.
Selebihnya, Desi senang dengan profesi ini karena dapat belajar beragam bidang keilmuan dan memiliki keistimewaan bertanya kepada siapa pun. Memang sejak awal, profesi ini merupakan keputusannya sendiri tanpa paksaaan dari siapa pun termasuk kedua orang tuanya.
"Jadi itulah yang membentuk Desi Anwar kini," ujarnya.
Desi sudah kadung cinta dengan profesinya. Oleh sebab itu jika ada tawaran profesi lain misalnya politikus, Desi akan menolaknya. Menurut dia karir politik hanya bersifat sementara, sekarang presiden tahun berikutnya bisa jadi sudah menjadi pengusaha. Setelah tidak berkuasa maka akan merasa kehilangan apa yang selama ini diraihnya ketika menjadi pejabat.
"Menjadi pewawancara dari dahulu sampai sekarang saya tetap dikenal sebagai Desi Anwar ," ujarnya.
Meski bergelut pada dunia layar kaca, Desi tetap mendisiplinkan dirinya untuk hobinya menulis dan fotografi. Dari kedua hobinya itu sudah lahir tiga buku yakni Tweets For Life, Simple Life, dan Romantic Journey: Notebook of A Traveller yang mengupas tentang tips-tips kehidupan dan foto-fotonya ke sejumlah tempat di dunia.
Baca juga: Profil Brisia Jodie, Dari Dunia Tarik Suara Kini Sukses Buka Ratusan Gerai Es Teh Kekinian
Desi memaknai bahwa kegiatannya menulis merupakan donasi ilmu yang berguna bagi orang lain. Tulisan-tulisan itu akan menginspirasi orang terus menerus. Sementara jika donasi berupa materi dalam hitungan waktu sudah habis. Begitu habis tidak akan berbekas kepada orang menerima donasi tersebut.
Catatan redaksi: Artikel ini dihimpun dari Bisnis Indonesia Weeekend edisi 14 Agustus 2016.
Editor: Gita Carla
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.