Bunda, Kekurangan Berat Badan selama Kehamilan Berisiko Stunting pada Bayi
06 July 2022 |
19:57 WIB
Kondisi fisik ibu saat hamil berkaitan erat dengan perkembangan bayi yang dikandungnya. Untuk melahirkan bayi dengan kondisi fisik yang baik, perempuan yang bertubuh terlalu kurus harus melakukan usaha ekstra saat hamil dibandingkan dengan perempuan yang memiliki berat badan normal.
Dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 21 Juni 2015, hasil studi Kohor Tumbuh Kembang Anak yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan memperlihatkan ibu hamil dengan indeks massa tubuh sebelum hamil kurang dari 18,5 kg/m2 berisiko 3,6 kali mengalami pertambahan berat badan kurang dari 9,8 kg selama kehamilan.
Jika pertambahan berat badan ibu selama kehamilan minim, tentu saja kondisi fisik bayi juga ikut terpengaruh. Peneliti Balitbangkes Kemenkes Anies Irawati mengatakan idealnya calon ibu memiliki berat badan minimal 45 kg.
Baca juga: Waspadai Penyakit Eklamsia saat Kehamilan
Jika calon ibu memiliki berat badan di bawah 45 kg, berpotensi melahirkan bayi yang berat badannya kurang atau ukuran tubuhnya pendek (stunting). “Sebaiknya indeks massa tubuh calon ibu jangan kurang dari 18,5 kg/m2, jangan kurus,” katanya.
Cara menghitung indeks massa tubuh atau IMT yaitu berat badan dibagi tinggi badan kuadrat. Jika memperlihatkan angka di bawah 18,5 kg/m2, artinya berat badan masih kurang.
Nah, perempuan yang masuk dalam kelompok kurus harus berupaya mencetak angka pertambahan berat badan lebih tinggi dari pada perempuan dengan berat badan normal atau gemuk selama masa kehamilan.
Penambahan berat badan ini bisa dilakukan dengan selalu mengonsumsi makanan padat kalori dan padat energi, makan dalam jumlah sedikit tetapi sering, serta perbanyak makan sayur dan buah. Selain berat badan, tinggi badan ibu juga berpotensi memengaruhi kondisi bayi.
Studi kohor itu memperlihatkan ibu hamil dengan tinggi badan kurang dari 150 cm berisiko 3,4 kali mempunyai pertambahan berat badan kurang dari 9,8 kg selama kehamilan.
Menurut Anies, ibu yang bertubuh pendek memiliki ukuran rahim kecil termasuk ukuran plasentanya, sehingga janin mungkin saja berukuran pendek karena asupan nutrisi yang diperoleh- nya kurang.
Namun demikian, bukan berarti ibu yang pendek sudah pasti mela hirkan bayi pendek. Dengan pemantauan dari dokter spesialis, ibu bisa mengikuti berbagai anjuran yang bermanfaat untuk kondisi janinnya.
Jadi masih ada peluang untuk melahirkan bayi dengan kondisi fisik lebih baik. Studi kohor itu juga menemukan ibu hamil kekurangan konsumsi energi, protein, dan gizi mikro pada trimester satu, dua, dan tiga.
Lalu, sekitar 40% anak, mengalami keterlambatan perkembangan pada semua aspek (kognitif, bahasa, motorik), dan kondisi ini sudah dimulai sejak umur kurang dari enam bulan.
Dalam studi terlihat, kekurangan sumber energi, protein, dan gizi mikro terjadi akibat pola makan ibu hamil yang kurang beragam dan lebih suka membeli makanan jadi dengan kuantitas dan mutu gizi yang rendah.
Jenis makanan sumber energi yang ba nyak dikonsumsi oleh ibu hamil yaitu nasi, bubur ayam, mie instan, nasi goreng, bakwan, dan roti.
Baca juga: 9 Persiapan Penting untuk Mempercepat Program Kehamilan
Sementara itu, untuk sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi ibu hamil yaitu bakso, ikan asin, ikan cue, ikan selar, dan ikan japuh, sedangkan sumber proteinnya adalah tempe, tahu, kacang hijau, dan kacang tanah.
Terkait permasalahan keterlambatan perkembangan anak, disarankan untuk memberikan stimulasi dini pada bayi yang lahir kurang dari 3 kg dan panjang kurang dari 50 cm guna mencegah gangguan perkembangan.
Nah, idealnya sebuah kehamilan direncanakan sebelumnya, sehingga para ibu bisa mempersiapkan kondisi fisiknya dengan baik.
Editor:
Dikutip dari Bisnis Indonesia Weekend edisi 21 Juni 2015, hasil studi Kohor Tumbuh Kembang Anak yang dilakukan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan memperlihatkan ibu hamil dengan indeks massa tubuh sebelum hamil kurang dari 18,5 kg/m2 berisiko 3,6 kali mengalami pertambahan berat badan kurang dari 9,8 kg selama kehamilan.
Jika pertambahan berat badan ibu selama kehamilan minim, tentu saja kondisi fisik bayi juga ikut terpengaruh. Peneliti Balitbangkes Kemenkes Anies Irawati mengatakan idealnya calon ibu memiliki berat badan minimal 45 kg.
Baca juga: Waspadai Penyakit Eklamsia saat Kehamilan
Jika calon ibu memiliki berat badan di bawah 45 kg, berpotensi melahirkan bayi yang berat badannya kurang atau ukuran tubuhnya pendek (stunting). “Sebaiknya indeks massa tubuh calon ibu jangan kurang dari 18,5 kg/m2, jangan kurus,” katanya.
Cara menghitung indeks massa tubuh atau IMT yaitu berat badan dibagi tinggi badan kuadrat. Jika memperlihatkan angka di bawah 18,5 kg/m2, artinya berat badan masih kurang.
Nah, perempuan yang masuk dalam kelompok kurus harus berupaya mencetak angka pertambahan berat badan lebih tinggi dari pada perempuan dengan berat badan normal atau gemuk selama masa kehamilan.
Penambahan berat badan ini bisa dilakukan dengan selalu mengonsumsi makanan padat kalori dan padat energi, makan dalam jumlah sedikit tetapi sering, serta perbanyak makan sayur dan buah. Selain berat badan, tinggi badan ibu juga berpotensi memengaruhi kondisi bayi.
Studi kohor itu memperlihatkan ibu hamil dengan tinggi badan kurang dari 150 cm berisiko 3,4 kali mempunyai pertambahan berat badan kurang dari 9,8 kg selama kehamilan.
Menurut Anies, ibu yang bertubuh pendek memiliki ukuran rahim kecil termasuk ukuran plasentanya, sehingga janin mungkin saja berukuran pendek karena asupan nutrisi yang diperoleh- nya kurang.
Namun demikian, bukan berarti ibu yang pendek sudah pasti mela hirkan bayi pendek. Dengan pemantauan dari dokter spesialis, ibu bisa mengikuti berbagai anjuran yang bermanfaat untuk kondisi janinnya.
Jadi masih ada peluang untuk melahirkan bayi dengan kondisi fisik lebih baik. Studi kohor itu juga menemukan ibu hamil kekurangan konsumsi energi, protein, dan gizi mikro pada trimester satu, dua, dan tiga.
Lalu, sekitar 40% anak, mengalami keterlambatan perkembangan pada semua aspek (kognitif, bahasa, motorik), dan kondisi ini sudah dimulai sejak umur kurang dari enam bulan.
Dalam studi terlihat, kekurangan sumber energi, protein, dan gizi mikro terjadi akibat pola makan ibu hamil yang kurang beragam dan lebih suka membeli makanan jadi dengan kuantitas dan mutu gizi yang rendah.
Jenis makanan sumber energi yang ba nyak dikonsumsi oleh ibu hamil yaitu nasi, bubur ayam, mie instan, nasi goreng, bakwan, dan roti.
Baca juga: 9 Persiapan Penting untuk Mempercepat Program Kehamilan
Sementara itu, untuk sumber protein hewani yang banyak dikonsumsi ibu hamil yaitu bakso, ikan asin, ikan cue, ikan selar, dan ikan japuh, sedangkan sumber proteinnya adalah tempe, tahu, kacang hijau, dan kacang tanah.
Terkait permasalahan keterlambatan perkembangan anak, disarankan untuk memberikan stimulasi dini pada bayi yang lahir kurang dari 3 kg dan panjang kurang dari 50 cm guna mencegah gangguan perkembangan.
Nah, idealnya sebuah kehamilan direncanakan sebelumnya, sehingga para ibu bisa mempersiapkan kondisi fisiknya dengan baik.
Editor:
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.