Ini Alasan Pentingnya Merencanakan Kehamilan
24 July 2022 |
20:46 WIB
Anak adalah anugerah. Baik atau buruknya anak adalah kehendak Tuhan. Namun, jika ditarik mundur, kondisi anak saat ini adalah cerminan dari persiapan yang dilakukan orang tua, jauh sebelum kehamilan. Banyak perempuan yang belum menyadari pentingnya perencanaan kehamilan.
Kebanyakan dari mereka berpikir bahwa perencanaan kehamilan baru dimulai setelah seorang perempuan dinyatakan positif hamil. Tentu saja hal ini salah besar karena perencanaan kehamilan tidak semudah yang dipikirkan.
Mengutip Bisnis Indonesia Weekend edisi 15 Oktober 2017, Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Rully Ayu Nirmalasari mengatakan perencanaan kehamilan itu seharusnya dimulai dari prakonsepsi (sebelum hamil), lalu dilanjutkan antenatal (saat hamil), dan postnatal (setelah persalinan).
Baca juga: Bunda, Kekurangan Berat Badan selama Kehamilan Berisiko Stunting pada Bayi
Adapun, konseling prakonsepsi memegang peranan penting dalam menentukan kualitas janin nantinya. Persiapan prakonsepsi meliputi persiapan bibit, bebet, dan bobot janin. Dalam proses ini, perempuan harus tahu rekam jejak penyakit dari keluarga, baik yang menyangkut kromosom atau yang bisa diturunkan keluarga maupun tidak.
Bagaimana pun riwayat penyakit keluarga bisa memengaruhi kesehatan janin. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan bobot atau mempersiapkan nutrisi yang baik.
“Faktanya, empat dari 10 perempuan yang datang ke klinik mengakui bahwa kehamilannya tidak direncanakan. Hal itu mengakibatkan keterlambatan intervensi terhadap calon janin sekitar 40%,” katanya.
Bila dilihat dalam perkembangan janin, pada awal pembentukan organ utama dimulai pada masa awal bertemunya sperma dan ovum sampai dengan tujuh pekan usia janin. Sementara itu, pada 3 pekan pertama, belum ada transfer nutrisi secara langsung dari ibu ke janinnya.
Artinya, kualitas sperma dan ovum bergantung dari kualitas kesehatan ayah dan ibu sebelum ibu hamil. Untuk pembentukan organ janin, dibutuhkan banyak vitamin, mikronutrien dan makronutrien, seperti asam folat, zat besi, dan lainnya. Pemenuhan nutrisi ini bisa juga didapatkan dari susu pranatal yang banyak dijual.
“Kalau tidak melakukan persiapan apa-apa, bayi memang tetap bisa berkembang. Namun, untuk kualitas, kita yang menentukan. Orang tua bisa menjadi faktor penentu apakah anak akan memiliki penyakit degeneratif atau tidak,” katanya.
Pada saat dokter sudah mengetahui adanya faktor risiko, maka akan dilakukan edukasi, konseling, sampai intervensi jika diperlukan. Selain itu, pemberian obat-obatan juga bisa dilakukan pada masa prakonsepsi.
Prakonsepsi
Dalam proses konseling prakonsepsi, terdapat sembilan target yang harus dicapai oleh perempuan, yakni berhenti merokok, kontrol depresi, penanganan penyakit seksual menular, serta terhindar dari faktor teratogen yang dapat memengaruhi pertumbuhan, misalnya paparan radiasi.
Selanjutnya, pengaturan berat badan antara 18-30 Kg, konsumsi asam folat sejak tiga bulan sebelum kehamilan, pengawasan gula darah, perencanaan finansial, dan ANC (antenatal care) atau pemeriksaan kehamilan pertama yang dilakukan sebelum usia kehamilan 12 pekan.
Kemudian, saat hamil merupakan fase yang memberi risiko kepada janin ketika dalam kandungan, ibu secara jangka panjang, dan anak hingga dewasa nanti. Dalam tahapan antenatal atau kehamilan banyak juga yang mesti diperhatikan, mengingat tingginya angka kematian ibu hamil di Indonesia.
Rully mencatat, kebanyakan kasus kematian ibu hamil diakibatkan oleh pendarahan, darah tinggi, infeksi, dan komplikasi masa nifas.
Baca juga: Waspadai Penyakit Eklamsia saat Kehamilan, Ini Penyebab & Gejalanya!
Jangan khawatir, hal ini 99% bisa dicegah. Salah satunya adalah pelayanan antenatal yang berkualitas. Tentunya dengan mengikuti seluruh petunjuk dari dokter kandungan Anda. “Setelah melewati masa kehamilan, anak-anak juga berisiko terhadap keterlambatan perkembangan otak, gangguan bicara, gangguan membaca. Akhirnya, pencapaian nilai akademiknya juga rendah. Jadi persiapan kehamilan tidaklah mudah,” kata Rully.
Kebanyakan dari mereka berpikir bahwa perencanaan kehamilan baru dimulai setelah seorang perempuan dinyatakan positif hamil. Tentu saja hal ini salah besar karena perencanaan kehamilan tidak semudah yang dipikirkan.
Mengutip Bisnis Indonesia Weekend edisi 15 Oktober 2017, Dokter Spesialis Kebidanan dan Kandungan Rully Ayu Nirmalasari mengatakan perencanaan kehamilan itu seharusnya dimulai dari prakonsepsi (sebelum hamil), lalu dilanjutkan antenatal (saat hamil), dan postnatal (setelah persalinan).
Baca juga: Bunda, Kekurangan Berat Badan selama Kehamilan Berisiko Stunting pada Bayi
Adapun, konseling prakonsepsi memegang peranan penting dalam menentukan kualitas janin nantinya. Persiapan prakonsepsi meliputi persiapan bibit, bebet, dan bobot janin. Dalam proses ini, perempuan harus tahu rekam jejak penyakit dari keluarga, baik yang menyangkut kromosom atau yang bisa diturunkan keluarga maupun tidak.
Bagaimana pun riwayat penyakit keluarga bisa memengaruhi kesehatan janin. Selain itu, yang tidak kalah penting adalah mempersiapkan bobot atau mempersiapkan nutrisi yang baik.
“Faktanya, empat dari 10 perempuan yang datang ke klinik mengakui bahwa kehamilannya tidak direncanakan. Hal itu mengakibatkan keterlambatan intervensi terhadap calon janin sekitar 40%,” katanya.
Bila dilihat dalam perkembangan janin, pada awal pembentukan organ utama dimulai pada masa awal bertemunya sperma dan ovum sampai dengan tujuh pekan usia janin. Sementara itu, pada 3 pekan pertama, belum ada transfer nutrisi secara langsung dari ibu ke janinnya.
Artinya, kualitas sperma dan ovum bergantung dari kualitas kesehatan ayah dan ibu sebelum ibu hamil. Untuk pembentukan organ janin, dibutuhkan banyak vitamin, mikronutrien dan makronutrien, seperti asam folat, zat besi, dan lainnya. Pemenuhan nutrisi ini bisa juga didapatkan dari susu pranatal yang banyak dijual.
“Kalau tidak melakukan persiapan apa-apa, bayi memang tetap bisa berkembang. Namun, untuk kualitas, kita yang menentukan. Orang tua bisa menjadi faktor penentu apakah anak akan memiliki penyakit degeneratif atau tidak,” katanya.
Pada saat dokter sudah mengetahui adanya faktor risiko, maka akan dilakukan edukasi, konseling, sampai intervensi jika diperlukan. Selain itu, pemberian obat-obatan juga bisa dilakukan pada masa prakonsepsi.
Prakonsepsi
Dalam proses konseling prakonsepsi, terdapat sembilan target yang harus dicapai oleh perempuan, yakni berhenti merokok, kontrol depresi, penanganan penyakit seksual menular, serta terhindar dari faktor teratogen yang dapat memengaruhi pertumbuhan, misalnya paparan radiasi.
Selanjutnya, pengaturan berat badan antara 18-30 Kg, konsumsi asam folat sejak tiga bulan sebelum kehamilan, pengawasan gula darah, perencanaan finansial, dan ANC (antenatal care) atau pemeriksaan kehamilan pertama yang dilakukan sebelum usia kehamilan 12 pekan.
Kemudian, saat hamil merupakan fase yang memberi risiko kepada janin ketika dalam kandungan, ibu secara jangka panjang, dan anak hingga dewasa nanti. Dalam tahapan antenatal atau kehamilan banyak juga yang mesti diperhatikan, mengingat tingginya angka kematian ibu hamil di Indonesia.
Rully mencatat, kebanyakan kasus kematian ibu hamil diakibatkan oleh pendarahan, darah tinggi, infeksi, dan komplikasi masa nifas.
Baca juga: Waspadai Penyakit Eklamsia saat Kehamilan, Ini Penyebab & Gejalanya!
Jangan khawatir, hal ini 99% bisa dicegah. Salah satunya adalah pelayanan antenatal yang berkualitas. Tentunya dengan mengikuti seluruh petunjuk dari dokter kandungan Anda. “Setelah melewati masa kehamilan, anak-anak juga berisiko terhadap keterlambatan perkembangan otak, gangguan bicara, gangguan membaca. Akhirnya, pencapaian nilai akademiknya juga rendah. Jadi persiapan kehamilan tidaklah mudah,” kata Rully.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.