Momen HUT Jakarta, Yuk Kenalan dengan 8 Ikon Budaya Betawi!

5. Baju Sadariah (Sadarie)

Sadariah merupakan salah satu jenis pakaian khas adat Betawi, Jakarta. Baju ini sering disebut oleh masyarakat dengan sebutan baju koko atau baju tikim. Baju Koko digunakan oleh kaum pria yang biasanya dipadukan dengan celana batik, kain pelekat, dan peci atau kopiah. Pakaian ini sering dipakai untuk kegiatan sehari-hari dan dapat juga digunakan pada acara resmi. Sadariah memiliki filosofi sebagai identitas lelaki rendah hati, sopan, dinamis dan berwibawa.

6. Kebaya Kerancang

Kebaya Kerancang merupakan busana tradisional kaum perempuan Betawi yang terdiri atas kebaya dan kain. Busana ini digunakan untuk keperluan resmi atau bepergian. 

Kebaya Kerancang biasanya dibordir kerancang dengan motif kembang pada bagian bawah kebaya dan pada pergelangan tangan. Untuk bawahan, biasanya menggunakan kain sarung batik Betawi dengan kepala kain bermotif tumpal, tombak atau buket.

Secara filosofi, kebaya kerancang dianggap sebagai perlambang keindahan, kecantikan, kedewasaan, keceriaan dan pergaulan yang mengikuti kearifan, aturan dan tuntunan leluhur. Tujuannya untuk memelihara keanggunan dan kehormatan perempuan.
 

7. Kerak Telor

Kuliner ini memang sudah melekat erat dengan budaya Betawi yang bermukim di Jakarta. Makanan satu ini terbuat dari bahan-bahan seperti beras ketan putih, garam, merica bubuk, kelapa muda parut yang disangrai (serundeng), telur ayam/telur bebek, ebi, dan bawang goreng. Kerak telor memiliki filosofi sebagai sisi kehidupan manusia yang mengalami perubahan lingkungan secara alamiah juga sebagai perlambang pergaulan yang harmonis. 

8. Bir Pletok

Bir Pletok adalah minuman berwarna merah yang terbuat dari air, gula pasir, kayu manis, jahe, sereh, cengkeh, kayu (babakan) secang, biji pala lada bulat, cabai jawa, daun jeruk purut, daun pandan, kapolaga dan garam.

Menurut kepercayaan orang Betawi, minuman satu ini dimaknai sebagai penopang hidup sehat secara lahir dan batin, juga sebagai upaya mengapresiasi serta mengisi hidup yang tidak boleh kendor sampai pada titik yang paling utama yakni matang.

Editor: Nirmala Aninda