Profil Penulis Skenario Film Gina S. Noer: Tentang Proses Kreatif & Handycam Pinjaman
08 June 2022 |
18:07 WIB
Nama seorang penulis skenario bisa jadi tidak sepopuler nama seorang sutradara. Padahal, tanpa disadari penulis skenario turut berperan dalam mendongkrak kesuksesan sebuah film. Dari deretan satu penulis skenario andal di Indonesia terdapat nama Gina S. Noer.
Tercatat, beberapa film yang skenarionya dia garap sukses memikat penonton. Mulai dari Ayat-ayat Cinta (2008), Habibie & Ainun (2012), Dua Garis Biru (2019) hingga Ali & Ratu Ratu Queens (2021). Teranyar, dia juga tercatat sebagai penulis skenario, produser, sekaligus sutradara film Cinta Pertama, Kedua & Ketiga (2022).
Kiprah perempuan kelahiran Balikpapan, Kalimantan Timur, ini pernah diulas dalam laporan Bisnis Indonesia Weekly edisi 3 Juli 2016. Dalam laporan tersebut Gina bercerita tentang proses kreatifnya dalam menulis skenario, serta pengalaman masa lalu yang mendorongnya terjun ke dunia perfilman.
Upayanya terjun dan menekuni dunia layar lebar tidak dapat dilepaskan dari kehidupannya. Menurutnya, film memiliki cara yang maksimal dalam membentuk kepribadian orang. Pendapat ini menjadi wajar mengingat sejak kecil dia hobi membaca, menikmati film, dan menulis.
Baca juga: Cinta Pertama, Kedua & Ketiga: Ajang Pembuktian Gina S Noer
“Dari kelas tiga SD [sekolah dasar], bapak saya sudah mengajak nonton bioskop midnight. Semua ini enggak patut dicontoh ya,” tuturnya sembari tertawa.
Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), sahabatnya mengenalkan kepada sutradara Angga Dwimas Sasongko. Keduanya akhirnya berkolaborasi dalam pembuatan film pendek berjudul Maya (2003). Film digarap hanya dengan modal handycam pinjaman.
Bahkan untuk mengedit film tersebut, mereka harus rela menyewa komputer ke Mangga Dua. Mereka kemudian menyertakan filmnya ke kompetisi film pendek. Sejak saat itu, keduanya tidak berhenti berkarya.
Bagi perempuan bernama lengkap Retna Ginatri S. Noer ini, kesuksesan film garapannya merupakan rezeki dan sekaligus keberuntungan. Dia mengakui tidak semua film yang ditulisnya terjamin akan menjadi box office. “Film itu complicated,” ungkapnya.
Untuk menciptakan film yang sukses di pasaran, perlu kerjasama tim yang solid. Selain itu, sebuah skenario yang bagus, belum tentu akan terlihat bagus di layar jika sutradaranya kurang mumpuni dalam menerjemahkan dalam karya visual. Namun, kadangkala ada pula skenario yang biasa-biasa saja, tetapi digarap oleh sutradara yang bagus maka hasilnya filmnya terlihat spektakuler.
Gina menilai pada dasarnya pengembangan skenario adalah suatu investasi awal yang paling murah bagi para produser jika ingin menghasilkan film yang berkualitas. Dia melihat masih banyak pihak yang menganggap enteng masalah skenario.
Dia mengutip ucapak sineas Hollywood Alfred Hitchcocks yang menganggap bahwa tiga hal penting dalam film adalah skenario, skenario, dan skenario.
Berpijak pada hal itu, Gina tidak mau terburu-buru dalam bekerja. Dia membutuhkan waktu yang cukup panjang, yakni minimal enam bulan dalam menciptakan skenario yang matang. Proses itu dimulai dari merumuskan ide cerita, meriset, menyusun sinopsis, memperkuat karakter, hingga menulis skenarionya. Setelah jadi, skenario pun biasanya masih harus melalui proses penyuntingan yang dapat terjadi hingga berkali-kali.
Tercatat, beberapa film yang skenarionya dia garap sukses memikat penonton. Mulai dari Ayat-ayat Cinta (2008), Habibie & Ainun (2012), Dua Garis Biru (2019) hingga Ali & Ratu Ratu Queens (2021). Teranyar, dia juga tercatat sebagai penulis skenario, produser, sekaligus sutradara film Cinta Pertama, Kedua & Ketiga (2022).
Kiprah perempuan kelahiran Balikpapan, Kalimantan Timur, ini pernah diulas dalam laporan Bisnis Indonesia Weekly edisi 3 Juli 2016. Dalam laporan tersebut Gina bercerita tentang proses kreatifnya dalam menulis skenario, serta pengalaman masa lalu yang mendorongnya terjun ke dunia perfilman.
Tangkapan layar Bisnis Indonesia Weekly
Baca juga: Cinta Pertama, Kedua & Ketiga: Ajang Pembuktian Gina S Noer
“Dari kelas tiga SD [sekolah dasar], bapak saya sudah mengajak nonton bioskop midnight. Semua ini enggak patut dicontoh ya,” tuturnya sembari tertawa.
Saat duduk di bangku Sekolah Menengah Atas (SMA), sahabatnya mengenalkan kepada sutradara Angga Dwimas Sasongko. Keduanya akhirnya berkolaborasi dalam pembuatan film pendek berjudul Maya (2003). Film digarap hanya dengan modal handycam pinjaman.
Bahkan untuk mengedit film tersebut, mereka harus rela menyewa komputer ke Mangga Dua. Mereka kemudian menyertakan filmnya ke kompetisi film pendek. Sejak saat itu, keduanya tidak berhenti berkarya.
Bagi perempuan bernama lengkap Retna Ginatri S. Noer ini, kesuksesan film garapannya merupakan rezeki dan sekaligus keberuntungan. Dia mengakui tidak semua film yang ditulisnya terjamin akan menjadi box office. “Film itu complicated,” ungkapnya.
Untuk menciptakan film yang sukses di pasaran, perlu kerjasama tim yang solid. Selain itu, sebuah skenario yang bagus, belum tentu akan terlihat bagus di layar jika sutradaranya kurang mumpuni dalam menerjemahkan dalam karya visual. Namun, kadangkala ada pula skenario yang biasa-biasa saja, tetapi digarap oleh sutradara yang bagus maka hasilnya filmnya terlihat spektakuler.
Gina menilai pada dasarnya pengembangan skenario adalah suatu investasi awal yang paling murah bagi para produser jika ingin menghasilkan film yang berkualitas. Dia melihat masih banyak pihak yang menganggap enteng masalah skenario.
Dia mengutip ucapak sineas Hollywood Alfred Hitchcocks yang menganggap bahwa tiga hal penting dalam film adalah skenario, skenario, dan skenario.
Berpijak pada hal itu, Gina tidak mau terburu-buru dalam bekerja. Dia membutuhkan waktu yang cukup panjang, yakni minimal enam bulan dalam menciptakan skenario yang matang. Proses itu dimulai dari merumuskan ide cerita, meriset, menyusun sinopsis, memperkuat karakter, hingga menulis skenarionya. Setelah jadi, skenario pun biasanya masih harus melalui proses penyuntingan yang dapat terjadi hingga berkali-kali.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.