Laju Pesat Digitalisasi & Potensi Besar Industri Data Center Dalam Negeri
25 February 2022 |
12:30 WIB
General Manager Alibaba Cloud Indonesia, Leon Chen, juga melihat hal tersebut. Menurutnya, Indonesia merupakan pasar potensial untuk sektor pusat data dan komputasi awan. Dia mengatakan perusahaan berkomitmen untuk lebih banyak berinvestasi pada sumber daya manusia di dalam negeri.
Hal ini akan dilakukan melalui program pelatihan talenta digital yang dijalankan bersama dengan 11 universitas di Indonesia. Sasarannya adalah 50.000 talenta dengan set keahlian digital yang diperlukan dalam era transformasi saat ini.
Alibaba, lanjutnya, juga melakukan perluasan kerjasama ekosistem melalui kolaborasi dengan berbagai perusahaan teknologi dan jaringan. Targetnya adalah 200 mitra dari berbagai sektor termasuk ritel, keuangan, logistik, hingga gim pada akhir tahun.
Saat ini, raksasa asal China tersebut telah membangun tiga pusat data. Pusat data pertama diluncurkan pada 2018, dilanjutkan pusat data kedua pada 2019 dan yang ketiga pada tahun lalu. Perusahaan menyatakan tidak menutup kemungkinan ke depannya mereka akan menambah pusat data di Indonesia.
“Bukan tidak mungkin. Kami akan melihat dan mengamati. Sejak peluncuran data center pertama, kami lihat permintaan yang sangat kuat. Jadi kami akan terus berkolaborasi untuk memenuhi kebutuhan dan terus berinvestasi,” ujarnya.
Untuk mendukung industri ekosistem data center lebih baik, Hendra merekomendasikan pemerintah untuk membuat aturan yang lebih solid mengenai pusat data. Menurutnya, ungkapan data is new oil akan ideal jika seluruh data yang dikeluarkan oleh masyarakat Indonesia tetap berada di dalam negeri.
Ini juga berkaitan dengan harapan IDPRO selanjutnya agar pemerintah bersama dengan dewan perwakilan rakyat mengeluarkan peraturan perlindungan data pribadi serta keamanan dan ketahanan siber. “Saat ini kita kita belum punya regulasi itu. Berapa kali terjadi kasus kebocoran data, tidak pernah ada sanksi hukum yang jelas karena memang perangkat aturannya belum jelas,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Elsam, Wahyudi Djafar, juga menekankan urgensi peraturan perlindungan data pribadi. Dia mengatakan RUU PDP harus segera dibahas karena instrumen hukum yang ada selama ini tidak cukup optimal memberikan perlindungan terhadap kasus kehilangan data.
Padahal, Indonesia dan dunia secara umum saat ini makin mengarah pada era digital, yang berarti banyak data-data pribadi dan penting juga akan terdigitalisasi sepenuhnya.
Saat ini, lanjutnya, memang telah ada sejumlah aturan yang menyinggung isu tersebut misalnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 tahun 2016.
Akan tetapi, ada beberapa hal tentang perlindungan data yang tidak termuat dalam aturan-aturan tersebut. “Akselerasi pembahasan RUU PDP menjadi penting disegerakan untuk menghadirkan rujukan instrumen yang komprehensif, sehingga dapat meminimalisir insiden kebocoran data,” katanya.
Editor : Gita
Hal ini akan dilakukan melalui program pelatihan talenta digital yang dijalankan bersama dengan 11 universitas di Indonesia. Sasarannya adalah 50.000 talenta dengan set keahlian digital yang diperlukan dalam era transformasi saat ini.
Alibaba, lanjutnya, juga melakukan perluasan kerjasama ekosistem melalui kolaborasi dengan berbagai perusahaan teknologi dan jaringan. Targetnya adalah 200 mitra dari berbagai sektor termasuk ritel, keuangan, logistik, hingga gim pada akhir tahun.
Saat ini, raksasa asal China tersebut telah membangun tiga pusat data. Pusat data pertama diluncurkan pada 2018, dilanjutkan pusat data kedua pada 2019 dan yang ketiga pada tahun lalu. Perusahaan menyatakan tidak menutup kemungkinan ke depannya mereka akan menambah pusat data di Indonesia.
“Bukan tidak mungkin. Kami akan melihat dan mengamati. Sejak peluncuran data center pertama, kami lihat permintaan yang sangat kuat. Jadi kami akan terus berkolaborasi untuk memenuhi kebutuhan dan terus berinvestasi,” ujarnya.
Perlindungan Data
Untuk mendukung industri ekosistem data center lebih baik, Hendra merekomendasikan pemerintah untuk membuat aturan yang lebih solid mengenai pusat data. Menurutnya, ungkapan data is new oil akan ideal jika seluruh data yang dikeluarkan oleh masyarakat Indonesia tetap berada di dalam negeri. Ini juga berkaitan dengan harapan IDPRO selanjutnya agar pemerintah bersama dengan dewan perwakilan rakyat mengeluarkan peraturan perlindungan data pribadi serta keamanan dan ketahanan siber. “Saat ini kita kita belum punya regulasi itu. Berapa kali terjadi kasus kebocoran data, tidak pernah ada sanksi hukum yang jelas karena memang perangkat aturannya belum jelas,” ujarnya.
Direktur Eksekutif Elsam, Wahyudi Djafar, juga menekankan urgensi peraturan perlindungan data pribadi. Dia mengatakan RUU PDP harus segera dibahas karena instrumen hukum yang ada selama ini tidak cukup optimal memberikan perlindungan terhadap kasus kehilangan data.
Padahal, Indonesia dan dunia secara umum saat ini makin mengarah pada era digital, yang berarti banyak data-data pribadi dan penting juga akan terdigitalisasi sepenuhnya.
Saat ini, lanjutnya, memang telah ada sejumlah aturan yang menyinggung isu tersebut misalnya Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2014, Peraturan Pemerintah Nomor 71 tahun 2019, Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 tahun 2016.
Akan tetapi, ada beberapa hal tentang perlindungan data yang tidak termuat dalam aturan-aturan tersebut. “Akselerasi pembahasan RUU PDP menjadi penting disegerakan untuk menghadirkan rujukan instrumen yang komprehensif, sehingga dapat meminimalisir insiden kebocoran data,” katanya.
Editor : Gita
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.