Jangan Abaikan Kebas & Kesemutan, Bisa Jadi Tanda Diabetes
08 January 2022 |
13:13 WIB
Kebas dan kesemutan merupakan dua gejala umum neuropati diabetik atau gangguan saraf yang disebabkan oleh penyakit diabetes. Meski begitu, kondisi ini seringkali tidak disadari sejak awal karena gejalanya yang masih dianggap remeh dan tidak berkaitan dengan diabetes.
Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2021 Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan penderita diabetes terbanyak di dunia, dengan jumlah pasien diabetes mencapai 19,5 juta orang dan diproyeksikan masih akan terus meningkat hingga 28,6 juta orang pada tahun 2045.
Dari angka tersebut, hampir 1 dari 5 penderita diabetes menderita neuropati diabetik yang merupakan komplikasi diabetes paling umum dan bisa berdampak signifikan pada pasien, seperti mengalami infeksi berulang, ulkus yang tidak kunjung sembuh hingga amputasi jari dan kaki. Komplikasi yang paling sering muncul akibat neuropati diabetik adalah terjadinya kaki diabetes atau diabetic foot ulcer (DFU).
Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan Sp.PD-KEMD, dokter konsultan endokrinologi, metabolik dan diabetes, menjelaskan neuropati merupakan kondisi gangguan saraf tepi dengan keluhan tertentu.
Penyebabnya bisa beragam tapi yang paling banyak adalah karena kadar gula tinggi atau neuropati diabetik. Gejalanya mulai dari kebas, kesemutan, mati rasa, nyeri, rasa tebal, rasa berpasir, rasa dingin, panas, terbakar, hingga yang paling berbahaya adalah hilangnya sensitivitas proteksi sehingga tidak bisa merasakan ketika terluka.
"Ini harus diwaspadai karena bisa mengakibatkan luka atau cidera yang dapat berujung pada amputasi," ujarnya dalam webinar bertajuk ‘Diabetisi Fit di Era Pandemi’ yang diselenggarakan PERKENI Jakarta dan P&G Health Indonesia
(Baca juga: Teknologi Terbaru Ini Cegah Amputasi Kaki Penyandang Diabetes)
Menurutnya, kebas dan kesemutan bisa jadi merupakan gejala awal dan tidak boleh diabaikan. Jika berulang, sebaiknya segera periksa ke dokter, karena mungkin saja secara tidak sadar sudah menderita diabetes dan sudah mengalami komplikasi.
Deteksi dini akan membantu pasien mendapatkan penanganan sejak awal, sebelum terjadi kerusakan saraf yang semakin parah. "Salah satu cara mengurangi gejala neuropati adalah dengan melakukan latihan fisik atau berolahraga, serta mengkonsumsi vitamin untuk saraf jika perlu," tuturnya.
Berdasarkan data dari International Diabetes Federation (IDF) Atlas 2021 Indonesia menduduki peringkat kelima negara dengan penderita diabetes terbanyak di dunia, dengan jumlah pasien diabetes mencapai 19,5 juta orang dan diproyeksikan masih akan terus meningkat hingga 28,6 juta orang pada tahun 2045.
Dari angka tersebut, hampir 1 dari 5 penderita diabetes menderita neuropati diabetik yang merupakan komplikasi diabetes paling umum dan bisa berdampak signifikan pada pasien, seperti mengalami infeksi berulang, ulkus yang tidak kunjung sembuh hingga amputasi jari dan kaki. Komplikasi yang paling sering muncul akibat neuropati diabetik adalah terjadinya kaki diabetes atau diabetic foot ulcer (DFU).
Dr. dr. Tri Juli Edi Tarigan Sp.PD-KEMD, dokter konsultan endokrinologi, metabolik dan diabetes, menjelaskan neuropati merupakan kondisi gangguan saraf tepi dengan keluhan tertentu.
Penyebabnya bisa beragam tapi yang paling banyak adalah karena kadar gula tinggi atau neuropati diabetik. Gejalanya mulai dari kebas, kesemutan, mati rasa, nyeri, rasa tebal, rasa berpasir, rasa dingin, panas, terbakar, hingga yang paling berbahaya adalah hilangnya sensitivitas proteksi sehingga tidak bisa merasakan ketika terluka.
"Ini harus diwaspadai karena bisa mengakibatkan luka atau cidera yang dapat berujung pada amputasi," ujarnya dalam webinar bertajuk ‘Diabetisi Fit di Era Pandemi’ yang diselenggarakan PERKENI Jakarta dan P&G Health Indonesia
(Baca juga: Teknologi Terbaru Ini Cegah Amputasi Kaki Penyandang Diabetes)
Menurutnya, kebas dan kesemutan bisa jadi merupakan gejala awal dan tidak boleh diabaikan. Jika berulang, sebaiknya segera periksa ke dokter, karena mungkin saja secara tidak sadar sudah menderita diabetes dan sudah mengalami komplikasi.
Deteksi dini akan membantu pasien mendapatkan penanganan sejak awal, sebelum terjadi kerusakan saraf yang semakin parah. "Salah satu cara mengurangi gejala neuropati adalah dengan melakukan latihan fisik atau berolahraga, serta mengkonsumsi vitamin untuk saraf jika perlu," tuturnya.
Senam Neuromove
Untuk meningkatkan kesadaran akan kesehatan saraf masyarakat Indonesia, P&G Health secara konsisten melakukan berbagai program edukasi berkelanjutan dan berinisiatif. Misalnya saja menciptakan senam Neuromove bersama Dr. Ade Jeanne Domina L. Tobing, Sp.KO, Spesialis Kedokteran Olahraga.
Dr. Ade Jeanne Domina L. Tobing, Sp.KO, mempraktekkan senam Neuromove (dok. P&G Health)
Senam ini mengandung gerakan-gerakan dasar senam dan gerakan-gerakan khusus, seperti menyilang batang tubuh, koordinasi bola mata, tangan, keseimbangan, dan fokus pada gerakan stretching untuk peregangan yang dapat menghindari cedera dan mencegah gejala neuropati.
Gerakan senam Neuromove yang berdurasi 30 menit terdiri dari Latihan Pemanasan (aerobik intensitas ringan dan peregangan), Gerakan Inti (aerobik intensitas sedang dengan ketrampilan dan keseimbangan), dan diakiri dengan Latihan Pendinginan.
Selain senam Neuromove, P&G Health juga mendukung sebuah studi bernama studi NENOIN pada 2018 lalu. Studi ini menunjukkan bahwa gejala neuropati seperti tangan kesemutan dan kebas dapat diredakan hingga 62,9?lam 3 bulan jika mengkonsumsi kombinasi vitamin neurotropik yang mengkombinasikan antara vitamin B1, vitamin B6 dan B12.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.