Yuk Tengok Gaya Hidup Hemat Energi Masyarakat Dunia
01 December 2021 |
12:07 WIB
Pemanasan global berdampak kepada terjadinya perubahan iklim dan perubahan cuaca yang sangat ekstrem seperti yang saat ini sudah mulai kita rasakan bersama. Topan badai, banjir, dan kekeringan yang berkepanjangan merupakan contoh-contoh dari dampak yang terjadi karena perubahan iklim.
Bukan berarti kita hanya bisa diam saja melihatnya. Salah satu upaya yang paling sederhana dan dapat dilakukan adalah menghemat penggunaan energi.
Berikut ini adalah kebiasaan atau budaya hemat energi dari sejumlah negara yang bisa dijadikan jadikan insipirasi atau contoh.
Bukan berarti kita hanya bisa diam saja melihatnya. Salah satu upaya yang paling sederhana dan dapat dilakukan adalah menghemat penggunaan energi.
Berikut ini adalah kebiasaan atau budaya hemat energi dari sejumlah negara yang bisa dijadikan jadikan insipirasi atau contoh.
1. Belanda
Masyarakat Belanda dikenal sebagai masyarakat yang gemar bersepeda. Di setiap sudut negara tersebut dapat ditemukan dengan mudah sepeda yang memang digunakan untuk mobilitas sehari-hari.
Bersepeda sangat populer di Belanda. Hampir 30 persen warga Belanda selalu bepergian dengan sepeda, dan tambahan 40 persen terkadang sepeda untuk bekerja, menurut FietsBeraad.
Kebiasaan tersebut didukung oleh infrastruktur yang memadai, baik parkiran maupun jalur khusus sepeda. Mengutip iamsterdam.com, saat ini ada sekitar 400 kilometer jalur sepeda yang melintasi Amsterdam untuk mendukung 881.000 sepeda di ibukota Belanda itu.
Tentu saja, kebiasaan bersepeda memberikan dampak yang positif bagi lingkungan. Penggunaan energi, khususnya energi berbasis fosil bisa ditekan sekaligus mengurangi polusi udara.
Adapun, untuk penggunaan energi terbarukan, Belanda terbilang unggul dalam memanfaatkan angin. Sudah sejak lama mereka memanfaatkannya dengan cara membangun kincir angin untuk keperluan mengeringkan lahan, irigasi, atau menggiling hasil pertanian seperti gandum.
Dalam perkembangannya, benda yang sudah menjadi ikon dari Belanda itu akhirnya menjadi sumber energi listrik bagi masyarakat setempat.
Bersepeda sangat populer di Belanda. Hampir 30 persen warga Belanda selalu bepergian dengan sepeda, dan tambahan 40 persen terkadang sepeda untuk bekerja, menurut FietsBeraad.
Kebiasaan tersebut didukung oleh infrastruktur yang memadai, baik parkiran maupun jalur khusus sepeda. Mengutip iamsterdam.com, saat ini ada sekitar 400 kilometer jalur sepeda yang melintasi Amsterdam untuk mendukung 881.000 sepeda di ibukota Belanda itu.
Tentu saja, kebiasaan bersepeda memberikan dampak yang positif bagi lingkungan. Penggunaan energi, khususnya energi berbasis fosil bisa ditekan sekaligus mengurangi polusi udara.
Adapun, untuk penggunaan energi terbarukan, Belanda terbilang unggul dalam memanfaatkan angin. Sudah sejak lama mereka memanfaatkannya dengan cara membangun kincir angin untuk keperluan mengeringkan lahan, irigasi, atau menggiling hasil pertanian seperti gandum.
Dalam perkembangannya, benda yang sudah menjadi ikon dari Belanda itu akhirnya menjadi sumber energi listrik bagi masyarakat setempat.
2. Jepang
Sejak peristiwa kebocoran Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) Fukushima Daiichi 10 tahun silam, masyarakat Jepang makin sadar betapa pentingnya penghematan energi. Salah satu upaya yang mereka lakukan untuk menghemat energi adalah membangun rumah hemat energi.
Rumah hemat energi yang dibangun di Jepang mengadopsi teknologi asal Jerman. Teknologi yang dimaksud adalah rumah pasif yang temperatur pada bangunannya dibuat sedemikian optimal, baik pada musim panas maupun musim dingin dengan prinsip kerja manajemen panas.
Dengan demikian, penggunaan pendingin ruangan (air conditioner/AC) saat musim panas atau pemanas ruangan (heater) saat musim dingin bisa dikurangi. Rumah yang biaya pembangunannya lebih mahal itu diklaim mampu menghemat energi hingga 80 persen energi yang dibutuhkan oleh rumah konvensional.
Selain pembangunan rumah hemat energi, upaya penghematan energi yang dilakukan di Jepang adalah lewat sejumlah kampanye. Salah satunya adalah Setsuden yang mengajak masyarakat setempat melakukan langkah-langkah kecil untuk menghemat energi, seperti mematikan lampu saat tak terpakai, mengurangi pemakaian pendingin ruangan (AC), mematikan komputer dan sebagainya
Kampanye lainnya adalah Cool Choice, yakni kampanye hemat energi yang khusus menyasar anak-anak dan remaja. Ada pula kampanye Super Cool Biz yang mengajak pekerja menggunakan pakaian kasual saat bekerja agar suhu AC di kantor dapat dinaikkan dan menghemat pemakaian listrik.
(Baca juga: H&M Targetkan 100 Persen Fesyen Ramah Lingkungan Tahun 2030)
3. Jerman
Masyarakat Jerman sangat senang mengunjungi tempat penjualan barang bekas atau flohmarkt. Motivasinya ternyata tak hanya mendapatkan barang-barang bagus dengan harga miring.
Mereka beranggapan bahwa dengan membeli barang bekas produksi barang yang membutuhkan energi dan menghasilkan polusi bisa dikurangi. Kebiasaan mencari barang-barang bekas juga dibarengi dengan aktivitas daur ulang di rumah.
Masyarakat Jerman terbilang selektif atau tak asal membuang barang-barangnya. Mereka selalu memastikan apakah barang tersebut bisa digunakan kembali, dijual atau diberikan ke orang lain, atau dibuang ke tempat sampah sebagai opsi terakhir.
Kebiasaan lainnya yang dilakukan oleh masyarakat Jerman adalah memilih barang berkualitas baik sehingga tidak perlu membeli barang baru terlampau sering. Konsekuensinya tentu uang yang dikeluarkan untuk membeli barang tersebut tidak sedikit.
Kemudian, masyarakat Jerman juga kerap memeriksa lokasi di mana barang diproduksi. Makin jauh lokasinya, mereka sebisa mungkin menghindari untuk membelinya karena makin besar pula energi yang diperlukan untuk mengirimkan barang tersebut ke tangan mereka,
4. Swedia
Swedia boleh dikatakan sebagai negara yang mempelopori pemanfaatan energi terbarukan di dunia. Negara tersebut sejak 1970-an sudah berusaha mencari sumber energi baru setelah menyadari masifnya pengurangan sumber daya alam akan menjadi konfrontasi pada masa depan.
Saat ini, lebih dari 50% energi yang digunakan di Swedia berasal dari sumber energi terbarukan. Bahkan, sebagian besar pembangkit adalah bebas dari bahan bakar fosil. Targetnya, 2030 Swedia sama sekali tidak akan menggunakan bahan bakar fosil.
Terlepas dari hal tersebut, budaya hemat energi sebenarnya secara tidak langsung melekat pada sifat masyarakat Swedia lewat prinsip lagom dalam kehidupan sosial mereka. Prinsip tersebut secara sederhana dapat dijelaskan sebagai "tidak kekurangan dan tidak berlebihan"
Intinya, masyarakat Swedia berprinsip untuk melakukan apapun tidak berlebihan, termasuk dalam menggunakan energi. Implementasi yang paling sederhana adalah ketika mereka mengadakan pesta pernikahan, tamu yang diundang jumlahnya terbilang sedikit, hanya puluhan orang.
Bentuk implementasi lainnya terdapat pada desain produk IKEA yang merepresentasikan budaya dan cara berpikir masyarakat Swedia, sederhana serta tidak berlebihan.
5. Indonesia
Sebenarnya, kita tak perlu jauh-jauh ke luar negeri untuk mempelajari budaya atau kebiasaan hemat energi. Karena nenek moyang kita sudah sejak lama melakukannya dan kita sendiri malah tak menyadari bahwa hal tersebut merupakan salah satu upaya penghematan energi.
Salah satu diantaranya dapat dilihat dari rumah tradisional yang ada di sejumlah daerah di Indonesia. Apabila ditilik, rumah tersebut sebenarnya sudah mengaplikasikan konsep green building.
Seperti diketahui, sebagian besar rumah tradisional yang ada di Indonesia menggunakan atap dari bahan serat atau daun kiral. Atap tersebut mampu menyerap panas yang membuat penghuninya tak perlu membuang listrik untuk memasang AC.
Demikian halnya dengan desainnya, beberapa rumah tradisional yang ada di Indonesia merupakan rumah panggung. Rumah yang tidak dibangun langsung di atas tanah ternyata jauh lebih baik dan sehat karena memiliki ventilasi yang berkualitas.
Editor: Avicenna
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.