Pola Kerja Hybrid Bakal Jadi Tren, Perusahaan Perlu Siapkan Strategi
22 November 2021 |
15:32 WIB
Bekerja secara hibrid (hybrid working) telah menjadi metode kerja yang banyak diadopsi oleh perusahaan, menyusul perkembangan kondisi akibat pandemi virus corona. Dalam beberapa tahun belakangan, metode kerja tradisional sudah bergeser ke arah remote atau jarak jauh, dan kini mulai diterapkan kerja hibrid.
Secara singkat, hybrid working dapat didefinisikan sebagai metode yang memungkinkan karyawan bisa bekerja dari berbagai lokasi berbeda. Ini menggabungkan pilihan untuk bekerja dari rumah dengan bekerja dari kantor atau ruang publik lainnya.
Sejumlah laporan menyatakan bahwa pekerja saat ini juga lebih memilih metode kerja ini ketimbang kembali ke bentuk konvensional. Laporan Kaspersky bertajuk Employee Wellbeing 2021: Learning Form the New Reality menyatakan 45 persen responden mulai beralih ke pola kerja hybrid pada pertengahan tahun ini.
Laporan lain yang dirilis Microsoft bertajuk The Next Great Disruption Is Hybrid Work menyatakan bahwa 73 persen responden pekerja menginginkan opsi kerja jarak jauh yang fleksibel untuk terus dilanjutkan, lebih tinggi dari 65 persen pekerja yang menginginkan kerja dengan tatap muka.
Chief of Operations and Director of Marketing Microsoft Indonesia Lucky Gani mengatakan bahwa era kerja hibrid telah mendorong dunia pelaku usaha untuk menata ulang masa depan dunia kerja, di mana digitalisasi dalam berbagai proses bisnis perlu diakselerasi untuk hasil kerja yang lebih efektif dan efisien.
Dalam rangka mewujudkan transformasi yang positif akibat berbagai variabel, organisasi atau perusahaan perlu membantu pekerjanya untuk dapat menciptakan ekosistem dan lingkungan dari pola kerja hibrida yang optimal bagi seluruh pihak.
(Baca juga: Begini Strategi Perusahaan Agar Karyawan Nyaman Kembali Bekerja di Kantor)
Senior Vice President and General Manager, Client Solutions Group, APAC, Japan & Greater China Dell Technologies, Jean Guillaume Pons, mengatakan bahwa perusahaan perlu mempertimbangkan kondisi yang ada, di mana bekerja tidak lagi harus terpaku pada satu tempat atau satu waktu tertentu.
“Perusahaan atau organisasi harus fokus pada hasil dan siap membantu karyawan mewujudkan peran profesional dan pribadi secara efektif, di manapun mereka bekerja,” katanya.
Dell Technologies juga baru-baru ini merilis laporan bertajuk Leading the Next Hybrid Workforce yang memaparkan beberapa faktor penting bagi perusahaan dalam membangun fondasi cara bekerja hibrida yang sukses dan berkelanjutan.
Rashimah Rajah, dosen di National University of Singapore sekaligus ahli yang terlibat dalam laporan tersebut mengatakan bahwa ada tiga hal yang dibutuhkan untuk membangun pola atau metode kerja hibrida yang berhasil.
Pertama adalah kepemimpinan. Para ahli sepakat bahwa pemimpin memainkan peranan penting dalam membangun fondasi masa depan cara kerja hibrid. Para pejabat perusahaan harus dengan jelas dan transparan membuat perubahan fundamental dan inovatif terkait dengan hal ini.
Kendati begitu, mereka juga perlu menunjukkan rasa empati untuk memahami berbagai tantangan yang dihadapi para pekerja. Selain itu, harus dibangun kepercayaan para pegawai dan mengadopsi pola pikir yang berbasis hasil.
Kedua adalah struktur. Perusahaan tidak bisa melihat model kerja hibrida dari sisi operasional dan teknis saja. Mereka harus benar-benar berusaha memahami pilihan dan kebutuhan pegawai untuk membantu mereka sukses dalam berbagai kondisi.
Para ahli merekomendasikan pola komunikasi yang lebih terbuka antara pegawai dengan perusahaan dan menekankan perlunya keseimbangan model kerja fleksibel dan regular misal waktu khusus untuk rapat internal untuk menjaga budaya kerja dan tetap terjalinnya interaksi sosial.
(Baca juga: Hasil Riset Sebut Karyawan Lebih Nyaman Kerja Jarak Jauh, Genhype Gimana?)
“Perusahaan dapat mempertimbangkan untuk menyisihkan hari atau jam tertentu dalam seminggu untuk rapat inti, aktivitas tim, atau lainnya, sambal menjaga agar sisa waktunya tetap fleksibel bagi karyawan. Perusahaan harus merancang struktur yang fleksibel,” ujarnya.
Ketiga, budaya kerja. Para ahli, termasuk Julian Waters-Lynch, dosen Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) University menyarankan agar perusahaan melakukan lebih banyak upaya khusus untuk membangun budaya kerja.
Termasuk pelatihan dan pengembangan diri untuk terus mendorong kreativitas seluruh komponen, menciptakan inovasi, dan meningkatkan kolaborasi. Selain itu, dia juga menekankan perlunya pembelajaran dan pengembangan (L&D) yang menjadi elemen penting bagi para pekerja profesional.
“L&D dapat terjadi sebagai bagian dari kurikulum yang dibentuk oleh perusahaan, tapi juga bisa tercipta secara informal melalui interaksi dan observasi antara anggota perusahaan,” ujarnya.
Editor : Dika Irawan
Secara singkat, hybrid working dapat didefinisikan sebagai metode yang memungkinkan karyawan bisa bekerja dari berbagai lokasi berbeda. Ini menggabungkan pilihan untuk bekerja dari rumah dengan bekerja dari kantor atau ruang publik lainnya.
Sejumlah laporan menyatakan bahwa pekerja saat ini juga lebih memilih metode kerja ini ketimbang kembali ke bentuk konvensional. Laporan Kaspersky bertajuk Employee Wellbeing 2021: Learning Form the New Reality menyatakan 45 persen responden mulai beralih ke pola kerja hybrid pada pertengahan tahun ini.
Laporan lain yang dirilis Microsoft bertajuk The Next Great Disruption Is Hybrid Work menyatakan bahwa 73 persen responden pekerja menginginkan opsi kerja jarak jauh yang fleksibel untuk terus dilanjutkan, lebih tinggi dari 65 persen pekerja yang menginginkan kerja dengan tatap muka.
Chief of Operations and Director of Marketing Microsoft Indonesia Lucky Gani mengatakan bahwa era kerja hibrid telah mendorong dunia pelaku usaha untuk menata ulang masa depan dunia kerja, di mana digitalisasi dalam berbagai proses bisnis perlu diakselerasi untuk hasil kerja yang lebih efektif dan efisien.
Dalam rangka mewujudkan transformasi yang positif akibat berbagai variabel, organisasi atau perusahaan perlu membantu pekerjanya untuk dapat menciptakan ekosistem dan lingkungan dari pola kerja hibrida yang optimal bagi seluruh pihak.
(Baca juga: Begini Strategi Perusahaan Agar Karyawan Nyaman Kembali Bekerja di Kantor)
Senior Vice President and General Manager, Client Solutions Group, APAC, Japan & Greater China Dell Technologies, Jean Guillaume Pons, mengatakan bahwa perusahaan perlu mempertimbangkan kondisi yang ada, di mana bekerja tidak lagi harus terpaku pada satu tempat atau satu waktu tertentu.
“Perusahaan atau organisasi harus fokus pada hasil dan siap membantu karyawan mewujudkan peran profesional dan pribadi secara efektif, di manapun mereka bekerja,” katanya.
Dell Technologies juga baru-baru ini merilis laporan bertajuk Leading the Next Hybrid Workforce yang memaparkan beberapa faktor penting bagi perusahaan dalam membangun fondasi cara bekerja hibrida yang sukses dan berkelanjutan.
Rashimah Rajah, dosen di National University of Singapore sekaligus ahli yang terlibat dalam laporan tersebut mengatakan bahwa ada tiga hal yang dibutuhkan untuk membangun pola atau metode kerja hibrida yang berhasil.
Pertama adalah kepemimpinan. Para ahli sepakat bahwa pemimpin memainkan peranan penting dalam membangun fondasi masa depan cara kerja hibrid. Para pejabat perusahaan harus dengan jelas dan transparan membuat perubahan fundamental dan inovatif terkait dengan hal ini.
Kendati begitu, mereka juga perlu menunjukkan rasa empati untuk memahami berbagai tantangan yang dihadapi para pekerja. Selain itu, harus dibangun kepercayaan para pegawai dan mengadopsi pola pikir yang berbasis hasil.
Kedua adalah struktur. Perusahaan tidak bisa melihat model kerja hibrida dari sisi operasional dan teknis saja. Mereka harus benar-benar berusaha memahami pilihan dan kebutuhan pegawai untuk membantu mereka sukses dalam berbagai kondisi.
Para ahli merekomendasikan pola komunikasi yang lebih terbuka antara pegawai dengan perusahaan dan menekankan perlunya keseimbangan model kerja fleksibel dan regular misal waktu khusus untuk rapat internal untuk menjaga budaya kerja dan tetap terjalinnya interaksi sosial.
(Baca juga: Hasil Riset Sebut Karyawan Lebih Nyaman Kerja Jarak Jauh, Genhype Gimana?)
“Perusahaan dapat mempertimbangkan untuk menyisihkan hari atau jam tertentu dalam seminggu untuk rapat inti, aktivitas tim, atau lainnya, sambal menjaga agar sisa waktunya tetap fleksibel bagi karyawan. Perusahaan harus merancang struktur yang fleksibel,” ujarnya.
Ketiga, budaya kerja. Para ahli, termasuk Julian Waters-Lynch, dosen Royal Melbourne Institute of Technology (RMIT) University menyarankan agar perusahaan melakukan lebih banyak upaya khusus untuk membangun budaya kerja.
Termasuk pelatihan dan pengembangan diri untuk terus mendorong kreativitas seluruh komponen, menciptakan inovasi, dan meningkatkan kolaborasi. Selain itu, dia juga menekankan perlunya pembelajaran dan pengembangan (L&D) yang menjadi elemen penting bagi para pekerja profesional.
“L&D dapat terjadi sebagai bagian dari kurikulum yang dibentuk oleh perusahaan, tapi juga bisa tercipta secara informal melalui interaksi dan observasi antara anggota perusahaan,” ujarnya.
Editor : Dika Irawan
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.