Pameran Re-Earth Generation, Seni Visual untuk Terhubung Kembali dengan Alam
16 June 2025 |
01:34 WIB
Komunitas Sambal (Solidaritas Anak Muda Berbasis Akhlak dan Loyalitas) menggelar pameran seni bertajuk Re‑Earth Generation yang berlangsung mulai Minggu 15 Juni sampai Selasa 24 Juni 2025 di 75 Gallery, Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Pameran ini menjadi wadah kolaborasi lintas generasi dalam menyuarakan kepedulian terhadap alam, bumi dan manusia melalui karya seni visual, berupa lukisan, fotografi, serta buku.
Korie Soenarko, Ketua Komunitas SAMBAL, menjelaskan bahwa gagasan pameran ini lahir dari kekhawatiran terhadap masa depan generasi berikutnya, apabila kesadaran menjaga lingkungan tidak ditanamkan sejak sekarang.
Baca juga: Nindityo Adipurnomo & Imam Cahyo Duet dalam Pameran Staging Desire di Salihara
“Melalui Re-earth Generation, kami ingin mengajak semua orang untuk lebih peduli terhadap masalah-masalah lingkungan dan menjaga bumi dengan lebih baik. Kita tidak tahu akan seperti apa kondisi bumi 100 tahun ke depan. Kalau tidak dijaga dari sekarang, generasi mendatang yang akan menanggungnya,” ujar Korie Soenarko yang juga akrab disapa Oie, saat ditemui di 75 Gallery, Minggu (15/6/2025).
Berangkat dari refleksi itu, dia bersama komunitas Sambal menghadirkan pesan lingkungan dalam bentuk-bentuk seni visual. Tema yang diangkat tak hanya seputar alam, tetapi juga menyentuh aspek kesehatan mental, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kualitas lingkungan.
“Kalau alam kita bersih, lingkungan kita bersih, otomatis hati kita, pikiran kita juga bersih dan lebih sehat,” lanjutnya.
Dengan demikian pameran ini lebih dari sekadar menyuguhkan karya seni, namun juga sekaligus menjadi ruang kontemplasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan hidup dan keharmonisan batin, dua hal yang diyakini saling berkaitan erat oleh para penggagasnya.
Komunitas SAMBAL yang berdiri sejak 2023 mengusung semangat keberagaman usia dan latar belakang. Dalam ruang-ruang pamer 75 Gallery, pengunjung akan menemukan karya seni dari seniman termuda berusia 3 tahun hingga seniman tertua berusia 83 tahun.
“Kami tidak membatasi usia, yang penting mereka punya semangat berkarya dan menyampaikan pesan,” papar Oie.
Lebih lanjut, dia juga menyebutkan bahwa komunitas ini menjadi ruang aman bagi anak-anak muda yang ingin mengembangkan kreativitas tanpa tekanan. Oleh karenanya, siapapun bisa bergabung untuk aktif berkarya bersama-sama.
Yuria, selaku pembina komunitas SAMBAL yang juga hadir dalam sesi pembukaan, menegaskan bahwa misi mereka adalah menjadi wadah yang positif dan terbuka bagi siapa saja. Komunitas ini lahir dari keprihatinan terhadap situasi anak muda yang kerap mengalami kebingungan arah dan tekanan sosial.
“Sebenarnya kalau dijalani dan disemangati, bakat anak-anak muda itu macam-macam, di sini peran kita adalah memberi ruang untuk mereka,” ujarnya.
Menurutnya, fotografi dan seni rupa menjadi medium yang sangat disukai generasi muda, dan dengan pendekatan yang inklusif, mereka bisa mengekspresikan diri sekaligus menyampaikan pesan-pesan penting tentang alam dan kemanusiaan.
“Kami ingin jadi contoh juga bahwa melukis itu adalah proses yang bisa dilalui oleh siapa saja. Bahkan ada anggota kami yang justru lebih aktif berkarya setelah pensiun,” tambah Yuria.
Dia melanjutnya, melalui acara ini, Komunitas SAMBAL berharap bisa memperluas jangkauan pesan mereka dan menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan kesehatan mental.
Pameran Re‑Earth Generation terbuka untuk umum dan gratis tanpa dikenai biaya tiket masuk. Berlokasi di 75 Gallery, Mampang mulai Minggu 15 Juni sampai Selasa 24 Juni 2025. Pengunjung dapat menikmati beragam karya sambil merenungkan pesan penting mengenai bumi dan lingkungan hidup di baliknya.
Adapun ini merupakan pameran kedua yang diselenggarakan oleh Komunitas SAMBAL, setelah sebelumnya mereka menggelar pameran Merangkai 3 Warna yang menyajikan eksplorasi visual melalui harmoni warna serta perspektif lintas generasi.
"Pameran Re-Earth Generation, merupakan sebuah refleksi visual tentang generasi masa kini yang mencoba menyambung kembali hubungan dengan alam, bumi, dan dirinya sendiri," jelasnya.
Terdapat tiga spektrum ekspresi, yakni pendekatan atau gaya utama yang digunakan oleh para seniman dalam mengekspresikan tema besar pameran ini, yaitu tentang hubungan manusia dengan bumi dan kesadaran lingkungan, seperti berikut ini.
Abstrak
Melalui bahasa bentuk dan warna yang bebas, karya-karya abstrak dalam pameran ini menangkap emosi dan keresahan akan perubahan lingkungan secara intuitif. Mereka bukan sekadar bentuk tanpa makna, tapi justru mengajak kita merenungi ulang relasi spiritual antara manusia dan bumi.
Floral (Bunga)
Lukisan-lukisan bertema bunga menampilkan bumi dalam wajah yang lembut dan penuh harapan. Representasi flora bukan hanya estetika, tapi juga simbol regenerasi, kehidupan, dan harapan di tengah krisis ekologis.
Mixed Media
Para seniman bereksperimen dengan media campuran untuk menyampaikan narasi tentang bumi yang kompleks, dinamis, dan terkadang penuh luka. Penggunaan material yang tidak biasa menjadi cara artistik untuk mengangkat isu keberlanjutan dan transformasi.
"Pameran ini bukan sekadar tentang lukisan, ini adalah panggilan untuk mendengar ulang bisikan bumi, melalui warna, tekstur, dan gagasan visual dari generasi yang percaya bahwa seni bisa menyembuhkan dan mengingatkan," tutupnya.
Baca juga: Sejumlah Foto & Lukisan di Pameran Gelegar Foto Nusantara Laku Terjual
Pameran ini menjadi wadah kolaborasi lintas generasi dalam menyuarakan kepedulian terhadap alam, bumi dan manusia melalui karya seni visual, berupa lukisan, fotografi, serta buku.
Korie Soenarko, Ketua Komunitas SAMBAL, menjelaskan bahwa gagasan pameran ini lahir dari kekhawatiran terhadap masa depan generasi berikutnya, apabila kesadaran menjaga lingkungan tidak ditanamkan sejak sekarang.
Baca juga: Nindityo Adipurnomo & Imam Cahyo Duet dalam Pameran Staging Desire di Salihara
“Melalui Re-earth Generation, kami ingin mengajak semua orang untuk lebih peduli terhadap masalah-masalah lingkungan dan menjaga bumi dengan lebih baik. Kita tidak tahu akan seperti apa kondisi bumi 100 tahun ke depan. Kalau tidak dijaga dari sekarang, generasi mendatang yang akan menanggungnya,” ujar Korie Soenarko yang juga akrab disapa Oie, saat ditemui di 75 Gallery, Minggu (15/6/2025).
Korie Soenarko dan karya seninya di pameran Re-earth Generation (Sumber Foto: Hypeabis.id/Kintan Nabila)
Berangkat dari refleksi itu, dia bersama komunitas Sambal menghadirkan pesan lingkungan dalam bentuk-bentuk seni visual. Tema yang diangkat tak hanya seputar alam, tetapi juga menyentuh aspek kesehatan mental, sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kualitas lingkungan.
“Kalau alam kita bersih, lingkungan kita bersih, otomatis hati kita, pikiran kita juga bersih dan lebih sehat,” lanjutnya.
Dengan demikian pameran ini lebih dari sekadar menyuguhkan karya seni, namun juga sekaligus menjadi ruang kontemplasi mengenai pentingnya menjaga lingkungan hidup dan keharmonisan batin, dua hal yang diyakini saling berkaitan erat oleh para penggagasnya.
Komunitas SAMBAL yang berdiri sejak 2023 mengusung semangat keberagaman usia dan latar belakang. Dalam ruang-ruang pamer 75 Gallery, pengunjung akan menemukan karya seni dari seniman termuda berusia 3 tahun hingga seniman tertua berusia 83 tahun.
“Kami tidak membatasi usia, yang penting mereka punya semangat berkarya dan menyampaikan pesan,” papar Oie.
Lebih lanjut, dia juga menyebutkan bahwa komunitas ini menjadi ruang aman bagi anak-anak muda yang ingin mengembangkan kreativitas tanpa tekanan. Oleh karenanya, siapapun bisa bergabung untuk aktif berkarya bersama-sama.
Karya lukisan di pameran Re-earth Gallery (Sumber Foto: Hypeabis.id/Kintan Nabila)
Yuria, selaku pembina komunitas SAMBAL yang juga hadir dalam sesi pembukaan, menegaskan bahwa misi mereka adalah menjadi wadah yang positif dan terbuka bagi siapa saja. Komunitas ini lahir dari keprihatinan terhadap situasi anak muda yang kerap mengalami kebingungan arah dan tekanan sosial.
“Sebenarnya kalau dijalani dan disemangati, bakat anak-anak muda itu macam-macam, di sini peran kita adalah memberi ruang untuk mereka,” ujarnya.
Menurutnya, fotografi dan seni rupa menjadi medium yang sangat disukai generasi muda, dan dengan pendekatan yang inklusif, mereka bisa mengekspresikan diri sekaligus menyampaikan pesan-pesan penting tentang alam dan kemanusiaan.
“Kami ingin jadi contoh juga bahwa melukis itu adalah proses yang bisa dilalui oleh siapa saja. Bahkan ada anggota kami yang justru lebih aktif berkarya setelah pensiun,” tambah Yuria.
Dia melanjutnya, melalui acara ini, Komunitas SAMBAL berharap bisa memperluas jangkauan pesan mereka dan menginspirasi masyarakat untuk lebih peduli terhadap lingkungan dan kesehatan mental.
Pameran Re‑Earth Generation terbuka untuk umum dan gratis tanpa dikenai biaya tiket masuk. Berlokasi di 75 Gallery, Mampang mulai Minggu 15 Juni sampai Selasa 24 Juni 2025. Pengunjung dapat menikmati beragam karya sambil merenungkan pesan penting mengenai bumi dan lingkungan hidup di baliknya.
Adapun ini merupakan pameran kedua yang diselenggarakan oleh Komunitas SAMBAL, setelah sebelumnya mereka menggelar pameran Merangkai 3 Warna yang menyajikan eksplorasi visual melalui harmoni warna serta perspektif lintas generasi.
Tiga Spektrum Ekspresi dalam Pameran Re‑Earth Generation
Karya-karya seni yang ditampilkan di pameran Re‑Earth Generation dikurasi dengan cermat oleh YH Suseno, seorang kurator seni rupa yang dikenal akan pendekatannya yang peka terhadap ekspresi kontemporer. Namun, tetap saling terhubung dalam semangat regenerasi dan kesadaran lingkungan."Pameran Re-Earth Generation, merupakan sebuah refleksi visual tentang generasi masa kini yang mencoba menyambung kembali hubungan dengan alam, bumi, dan dirinya sendiri," jelasnya.
Karya fotografi di pameran Re-earth Gallery (Sumber Foto: Hypeabis.id/Kintan Nabila)
Terdapat tiga spektrum ekspresi, yakni pendekatan atau gaya utama yang digunakan oleh para seniman dalam mengekspresikan tema besar pameran ini, yaitu tentang hubungan manusia dengan bumi dan kesadaran lingkungan, seperti berikut ini.
Abstrak
Melalui bahasa bentuk dan warna yang bebas, karya-karya abstrak dalam pameran ini menangkap emosi dan keresahan akan perubahan lingkungan secara intuitif. Mereka bukan sekadar bentuk tanpa makna, tapi justru mengajak kita merenungi ulang relasi spiritual antara manusia dan bumi.
Floral (Bunga)
Lukisan-lukisan bertema bunga menampilkan bumi dalam wajah yang lembut dan penuh harapan. Representasi flora bukan hanya estetika, tapi juga simbol regenerasi, kehidupan, dan harapan di tengah krisis ekologis.
Mixed Media
Para seniman bereksperimen dengan media campuran untuk menyampaikan narasi tentang bumi yang kompleks, dinamis, dan terkadang penuh luka. Penggunaan material yang tidak biasa menjadi cara artistik untuk mengangkat isu keberlanjutan dan transformasi.
"Pameran ini bukan sekadar tentang lukisan, ini adalah panggilan untuk mendengar ulang bisikan bumi, melalui warna, tekstur, dan gagasan visual dari generasi yang percaya bahwa seni bisa menyembuhkan dan mengingatkan," tutupnya.
Baca juga: Sejumlah Foto & Lukisan di Pameran Gelegar Foto Nusantara Laku Terjual
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.