Peter F Gontha Luncurkan Buku The Making of Java Jazz Festival untuk Rayakan Edisi Dua Dekade
28 May 2025 |
20:52 WIB
Tidak seperti biasanya, suasana konferensi pers Jakarta International BNI Java Jazz Festival tahun ini terasa haru. Bukan sekadar pengumuman artis atau bocoran kejutan panggung, konferensi pers justru jadi ajang menengok ke belakang tentang bagaimana festival ini mulanya berdiri.
Suasana hening ketika Presiden Direktur Java Festival Production, Dewi Gontha, membuka acara. Namun, dia tak berucap banyak. Dewi memilih menyerahkan momen pertama Java Jazz memasuki edisi ke-20 ini kepada sang ayah, Peter F Gontha, sosok di balik sejarah panjang festival ini.
Baca juga: Dewi Gontha Deg-degan Jelang Edisi ke-20 Jakarta International BNI Java Jazz Festival
“Sebelum lanjut, saya izin karena ini edisi 20 tahun, saya ingin memanggil ayah saya kalau boleh untuk naik ke atas panggung untuk mengucapkan satu atau dua patah kata,” ucap Dewi.
Peter F Gontha pun maju ke atas panggung, tidak lagi sebagai pengusaha, diplomat, atau tokoh media, tetapi seorang pemimpi. Begitu katanya saat memperkenalkan diri.
“Hari ini adalah hari yang sangat emosional dan membahagiakan bagi saya secara pribadi, juga mungkin seluruh pencinta jazz di Indonesia,” ungkap Peter.
Dia bercerita 20 tahun lalu, saat pertama kali menggagas Java Jazz, banyak yang mengira itu hanyalah mimpi. Bahkan, lanjutnya, mungkin terlalu besar diwujudkan pada tahun tersebut.
Namun, dirinya percaya dan terus percaya, bahwa Indonesia juga punya potensi, semangat, dan talenta untuk menghadirkan sebuah festival musik jazz kelas dunia yang membanggakan.
“Yang membahagiakan adalah kami kemudian tidak berjalan sendiri. Di sini ada mitra-mitra kami yang terus bekerja dalam diam, juga media yang menyebarkan semangat Java Jazz ke seluruh penjuru negeri dan dunia,” imbuhnya.
Dalam momen yang penting peryaan dua dekade ini, Peter mencoba merangkum perjalanannya membesarkan Java Jazz ke dalam sebuah buku. Buku tersebut bertajuk The Making of Java Jazz Festival.
Peter mengatakan buku ini berisi catatan perjalanan, refleksi panjang, sekaligus ungkapan terima kasih. Buku ini juga berisi banyak cerita kenangan, momen-momen tak terlupakan, dan kisah-kisah di balik penyelenggaraan sebuah festival yang tadinya hanya terselip di obrolan-obrolan para pengurus.
“Tentu saja, dalam 20 tahun, ada peluh, tekanan, ada krisis, ada air mata. Tapi, yang lebih kuat dari semua itu ada cinta. Cinta pada musik, cinta pada Indonesia, dan cinta pada mimpi-mimpi kita bersama,” tegasnya.
Peter menegaskan bahwa 20 tahun ini hanyalah awal. Ke depan, lanjutnya, masih banyak nada yang harus dimainkan. Dia menyebut Java Jazz juga selalu punya peran untuk meregenerasi musisi muda dalam berkarya.
Dia berharap buku ini bisa menjadi kenangan, harapan, sekaligus penghargaan atas apa-apa yang sudah dilakukan dua dekade terakhir.
Digelar pada 30 Mei hingga 1 Juni 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Java Jazz Festival tahun ini akan merayakan edisi yang ke-20. Memasuki usia dua dekade, Java Jazz akan tampil lebih megah dari sebelumnya dengan skala produksi yang lebih besar juga.
Tahun ini, festival akan menyiapkan 11 panggung megah yang tersebut di JIExpo Kemayoran. Panggung-panggung tersebut akan diisi oleh perpaduan musisi internasional dan Indonesia. Tahun ini, ada tiga special show yang akan diisi oleh Jacob Collier, Raye, dan Tunde – The Voice of Lighthouse Family.
Saat ini penjualan tiket BNI Java Jazz Festival 2025 masih dibuka. Untuk tiket harian dijual dengan harga Rp1.025.000. Sementara itu, tiket terusan selama 3 hari dibanderol dengan harga Rp2.625.000.
Adapun, bagi yang ingin menonton special show, penonton mesti merogoh kocek tambahan sebesar Rp350.000 untuk konser Jacob Collier, Rp275.000 untuk konser Tunde, dan Rp545.000 untuk konser Raye. Penonton tiket special show wajib memiliki tiket harian terlebih dahulu untuk bisa menikmati pertunjukan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Suasana hening ketika Presiden Direktur Java Festival Production, Dewi Gontha, membuka acara. Namun, dia tak berucap banyak. Dewi memilih menyerahkan momen pertama Java Jazz memasuki edisi ke-20 ini kepada sang ayah, Peter F Gontha, sosok di balik sejarah panjang festival ini.
Baca juga: Dewi Gontha Deg-degan Jelang Edisi ke-20 Jakarta International BNI Java Jazz Festival
“Sebelum lanjut, saya izin karena ini edisi 20 tahun, saya ingin memanggil ayah saya kalau boleh untuk naik ke atas panggung untuk mengucapkan satu atau dua patah kata,” ucap Dewi.
Peter F Gontha pun maju ke atas panggung, tidak lagi sebagai pengusaha, diplomat, atau tokoh media, tetapi seorang pemimpi. Begitu katanya saat memperkenalkan diri.
“Hari ini adalah hari yang sangat emosional dan membahagiakan bagi saya secara pribadi, juga mungkin seluruh pencinta jazz di Indonesia,” ungkap Peter.
Pencetus perhelatan Jakarta International BNI Java Jazz Festival, Peter F Gontha (Sumber gambar: Eusebio Chrysnamurti/Hypeabis.id)
Namun, dirinya percaya dan terus percaya, bahwa Indonesia juga punya potensi, semangat, dan talenta untuk menghadirkan sebuah festival musik jazz kelas dunia yang membanggakan.
“Yang membahagiakan adalah kami kemudian tidak berjalan sendiri. Di sini ada mitra-mitra kami yang terus bekerja dalam diam, juga media yang menyebarkan semangat Java Jazz ke seluruh penjuru negeri dan dunia,” imbuhnya.
Dalam momen yang penting peryaan dua dekade ini, Peter mencoba merangkum perjalanannya membesarkan Java Jazz ke dalam sebuah buku. Buku tersebut bertajuk The Making of Java Jazz Festival.
Peter mengatakan buku ini berisi catatan perjalanan, refleksi panjang, sekaligus ungkapan terima kasih. Buku ini juga berisi banyak cerita kenangan, momen-momen tak terlupakan, dan kisah-kisah di balik penyelenggaraan sebuah festival yang tadinya hanya terselip di obrolan-obrolan para pengurus.
“Tentu saja, dalam 20 tahun, ada peluh, tekanan, ada krisis, ada air mata. Tapi, yang lebih kuat dari semua itu ada cinta. Cinta pada musik, cinta pada Indonesia, dan cinta pada mimpi-mimpi kita bersama,” tegasnya.
Peter menegaskan bahwa 20 tahun ini hanyalah awal. Ke depan, lanjutnya, masih banyak nada yang harus dimainkan. Dia menyebut Java Jazz juga selalu punya peran untuk meregenerasi musisi muda dalam berkarya.
Dia berharap buku ini bisa menjadi kenangan, harapan, sekaligus penghargaan atas apa-apa yang sudah dilakukan dua dekade terakhir.
Buku The Making of Java Jazz Festival (Sumber gambar: Eusebio Chrysnamurti/Hypeabis.id)
Digelar pada 30 Mei hingga 1 Juni 2025 di JIExpo Kemayoran, Jakarta, Java Jazz Festival tahun ini akan merayakan edisi yang ke-20. Memasuki usia dua dekade, Java Jazz akan tampil lebih megah dari sebelumnya dengan skala produksi yang lebih besar juga.
Tahun ini, festival akan menyiapkan 11 panggung megah yang tersebut di JIExpo Kemayoran. Panggung-panggung tersebut akan diisi oleh perpaduan musisi internasional dan Indonesia. Tahun ini, ada tiga special show yang akan diisi oleh Jacob Collier, Raye, dan Tunde – The Voice of Lighthouse Family.
Saat ini penjualan tiket BNI Java Jazz Festival 2025 masih dibuka. Untuk tiket harian dijual dengan harga Rp1.025.000. Sementara itu, tiket terusan selama 3 hari dibanderol dengan harga Rp2.625.000.
Adapun, bagi yang ingin menonton special show, penonton mesti merogoh kocek tambahan sebesar Rp350.000 untuk konser Jacob Collier, Rp275.000 untuk konser Tunde, dan Rp545.000 untuk konser Raye. Penonton tiket special show wajib memiliki tiket harian terlebih dahulu untuk bisa menikmati pertunjukan.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.