Bahaya Minuman Berpemanis Mengancam Anak, Bagaimana Bunda Harus Bersikap?
21 May 2025 |
12:14 WIB
Sebuah kios kelontong kecil di kawasan Jakarta Barat selalu ramai saat jam istirahat. Kelimun anak sekolah yang lokasinya berjarak selemparan batu dari warung, bakal menyerbunya untuk menghabiskan uang jajan. Ada yang membeli snack, mainan, atau mie rebus.
Namun, yang pasti tak ketinggalan adalah es teh manis. Sebab hanya dengan merogoh kocek Rp3.000, mereka mendapat 1 cup berukuran besar es teh. Harga yang sama juga bisa untuk mendapat minuman serbuk manis sachetan lain yang variatif.
Febi, penjaja es itu mengatakan, dalam sehari dia bisa menghabiskan 5 kg gula pasir untuk membuat es teh. Pada saat cuaca panas, bahkan bisa lebih. Untuk es batu, dia bisa menghabiskan 7 kantong besar, dan 5 pack teh awur sebagai biang.
"Kalau jumlah pastinya nggak kehitung, apalagi kalau cuacanya panas. Untuk gulanya saya cairkan dengan 1-2 liter air sebagai campuran," katanya.
Baca juga: Duh, Orang Indonesia Doyan Minuman Kemasan Berpemanis, Apa Dampaknya?
Apa yang dilakukan Febi tak berbeda jauh dengan puluhan ribu penjaja minuman manis lain di berbagai sudut kota. Bahkan kini waralaba es teh manis dan kopi menjamur lengkap dengan sentuhan modernisasi kemasan, dan strategi marketing yang menarik.
Namun, di balik manisnya bisnis tersebut terselip ancaman kesehatan yang tak bisa dikesampingkan. Sebab, minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) atau minuman manis buatan rumahan telah menjadi bagian tak terpisah dari gaya hidup masyarakat.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, terhadap 2 juta individu, sebanyak 47,5 persen responden mengkonsumsi minuman manis lebih dari satu kali per hari. Bahkan, 53 persen anak usia 5-9 tahun tercatat sebagai kelompok dengan konsumsi tertinggi.
Masalahnya, konsumsi minuman berpemanis secara berlebihan perlu diwaspadai. Spesialis Penyakit Dalam, dr. Rudy Kurniawan mengatakan, konsumsi berlebih minuman manis dapat meningkatkan risiko obesitas dan diabetes, terutama diabetes tipe 2.
Menurut Rudy, dari hasil meta-analisis BMJ (2020) menunjukkan bahwa konsumsi 1–2 porsi MBDK per hari bahkan dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 hingga 26 persen dibandingkan dengan konsumsi yang sangat rendah atau tidak sama sekali.
Rudy menjelaskan, anak-anak dan remaja adalah salah satu kelompok yang rentan terkena obesitas jika berlebihan mengkonsumsi minuman berpemanis. Selain itu, lansia juga berpotensi memiliki kecenderungan yang sama jika tidak mampu menjaga tingkat konsumsi mereka.
"Penyebab untuk anak dan remaja karena metabolisme mereka masih berkembang. Sedangkan untuk lansia akan lebih parah jika mereka memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi atau gangguan ginjal," imbuhnya.
Terpisah, Ahli Gizi Mochammad Rizal mengatakan, peran lingkungan dan keluarga sangat penting dalam mengendalikan konsumsi minuman berpemanis, khususnya di kalangan anak-anak. Edukasi sejak dini juga diperlukan, mulai dari pemberian contoh batas konsumsi gula per hari, dan yang lain.
Rizal menjelaskan, berdasarkan rekomendasi Kementerian Kesehatan, maksimal batas konsumsi gula per hari adalah 50 gram per hari atau sekitar 4 sendok makan. Minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sendiri, papar Rizal, umumnya sudah mengandung 30-40 gram gula per botol.
Selain keluarga, Rizal juga menyarankan pihak sekolah untuk memberi edukasi dampak buruk konsumsi gula berlebih bagi murid-muridnya. Namun, upaya ini bakal lebih sangkil jika pemerintah juga membuat regulasi pelabelan gizi yang lebih jelas, dan mudah dipahami bagi MBDK.
Lebih lanjut Rizal mengungkap, konsumsi MBDK secara berlebihan juga akan berdampak langsung pada tubuh. Salah satunya lonjakan gula darah dalam tubuh dan tidak stabil. Jika kondisi ini diteruskan maka akan menyebabkan sensitivitas insulin menjadi berkurang, sehingga bakal membuat tubuh cepat lelah.
"Penggunaan label hijau, merah dan kuning untuk MBDK itu perlu. Lain dari itu pengaturan iklan yang menyasar dan anak-anak juga bisa dilakukan, termasuk regulasi pajak dari minuman berpemanis harus segera diimplementasikan," katanya.
Baca juga: Pengamat Minta Intervensi Negara untuk Ukur Efektivitas Label Minuman Berpemanis
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Namun, yang pasti tak ketinggalan adalah es teh manis. Sebab hanya dengan merogoh kocek Rp3.000, mereka mendapat 1 cup berukuran besar es teh. Harga yang sama juga bisa untuk mendapat minuman serbuk manis sachetan lain yang variatif.
Febi, penjaja es itu mengatakan, dalam sehari dia bisa menghabiskan 5 kg gula pasir untuk membuat es teh. Pada saat cuaca panas, bahkan bisa lebih. Untuk es batu, dia bisa menghabiskan 7 kantong besar, dan 5 pack teh awur sebagai biang.
"Kalau jumlah pastinya nggak kehitung, apalagi kalau cuacanya panas. Untuk gulanya saya cairkan dengan 1-2 liter air sebagai campuran," katanya.
Baca juga: Duh, Orang Indonesia Doyan Minuman Kemasan Berpemanis, Apa Dampaknya?
Apa yang dilakukan Febi tak berbeda jauh dengan puluhan ribu penjaja minuman manis lain di berbagai sudut kota. Bahkan kini waralaba es teh manis dan kopi menjamur lengkap dengan sentuhan modernisasi kemasan, dan strategi marketing yang menarik.
Namun, di balik manisnya bisnis tersebut terselip ancaman kesehatan yang tak bisa dikesampingkan. Sebab, minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) atau minuman manis buatan rumahan telah menjadi bagian tak terpisah dari gaya hidup masyarakat.
Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023, terhadap 2 juta individu, sebanyak 47,5 persen responden mengkonsumsi minuman manis lebih dari satu kali per hari. Bahkan, 53 persen anak usia 5-9 tahun tercatat sebagai kelompok dengan konsumsi tertinggi.
Masalahnya, konsumsi minuman berpemanis secara berlebihan perlu diwaspadai. Spesialis Penyakit Dalam, dr. Rudy Kurniawan mengatakan, konsumsi berlebih minuman manis dapat meningkatkan risiko obesitas dan diabetes, terutama diabetes tipe 2.
Menurut Rudy, dari hasil meta-analisis BMJ (2020) menunjukkan bahwa konsumsi 1–2 porsi MBDK per hari bahkan dapat meningkatkan risiko diabetes tipe 2 hingga 26 persen dibandingkan dengan konsumsi yang sangat rendah atau tidak sama sekali.
Rudy menjelaskan, anak-anak dan remaja adalah salah satu kelompok yang rentan terkena obesitas jika berlebihan mengkonsumsi minuman berpemanis. Selain itu, lansia juga berpotensi memiliki kecenderungan yang sama jika tidak mampu menjaga tingkat konsumsi mereka.
"Penyebab untuk anak dan remaja karena metabolisme mereka masih berkembang. Sedangkan untuk lansia akan lebih parah jika mereka memiliki penyakit penyerta seperti hipertensi atau gangguan ginjal," imbuhnya.
Terpisah, Ahli Gizi Mochammad Rizal mengatakan, peran lingkungan dan keluarga sangat penting dalam mengendalikan konsumsi minuman berpemanis, khususnya di kalangan anak-anak. Edukasi sejak dini juga diperlukan, mulai dari pemberian contoh batas konsumsi gula per hari, dan yang lain.
Rizal menjelaskan, berdasarkan rekomendasi Kementerian Kesehatan, maksimal batas konsumsi gula per hari adalah 50 gram per hari atau sekitar 4 sendok makan. Minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) sendiri, papar Rizal, umumnya sudah mengandung 30-40 gram gula per botol.
Selain keluarga, Rizal juga menyarankan pihak sekolah untuk memberi edukasi dampak buruk konsumsi gula berlebih bagi murid-muridnya. Namun, upaya ini bakal lebih sangkil jika pemerintah juga membuat regulasi pelabelan gizi yang lebih jelas, dan mudah dipahami bagi MBDK.
Lebih lanjut Rizal mengungkap, konsumsi MBDK secara berlebihan juga akan berdampak langsung pada tubuh. Salah satunya lonjakan gula darah dalam tubuh dan tidak stabil. Jika kondisi ini diteruskan maka akan menyebabkan sensitivitas insulin menjadi berkurang, sehingga bakal membuat tubuh cepat lelah.
"Penggunaan label hijau, merah dan kuning untuk MBDK itu perlu. Lain dari itu pengaturan iklan yang menyasar dan anak-anak juga bisa dilakukan, termasuk regulasi pajak dari minuman berpemanis harus segera diimplementasikan," katanya.
Baca juga: Pengamat Minta Intervensi Negara untuk Ukur Efektivitas Label Minuman Berpemanis
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.