Ilustrasi minuman berpemanis dalam kemasan (Sumber gambar: Spencer Davis/Unsplash)

Duh, Orang Indonesia Doyan Minuman Kemasan Berpemanis, Apa Dampaknya?

30 July 2024   |   10:00 WIB
Image
Indah Permata Hati Jurnalis Hypeabis.id

Perbincangan mengenai cukai terhadap Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) kian hangat. Saat ini, pemerintah tengah menggodok aturan terkait pengendalian konsumsi gula seiring dengan meningkatnya angka penyakit tidak menular (PTM) yang ditimbulkannya, terutama diabetes dan gagal ginjal.

Melansir situs Departemen Pertanian Amerika Serikat, Indonesia dinobatkan sebagai negara pengonsumsi gula terbesar ke-6 di dunia. Tingginya konsumsi gula menyebabkan peningkatan kasus hipoglikemia yang berujung pada diabetes.

Lembaga riset dan penelitian Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) termasuk yang getol mengkaji urgensi penerapan Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di Indonesia. Penelitian dilatarbelakangi oleh tingginya angka penyakit tidak menular (PTM), khususnya diabetes yang salah satu penyebabnya diakibatkan oleh konsumsi MBDK.

Baca juga: 7 Penyebab Gagal Ginjal yang Sering Dianggap Remeh
 
Temuan terbaru CISDI memaparkan sebanyak 47,5% penduduk Indonesia mengonsumsi MBDK setidaknya sekali sehari berdasarkan data Survei Kesehatan Indonesia 2023. “Konsumsi makanan tidak sehat mendorong prevalensi obesitas dan overweight juga. Untuk MBDK, terjadi peningkatan konsumsi dalam 2 dekade terakhir yang telah mencapai 15 kali lipat,” kata Gita.
 
Data Global Burden of Disease mencatat terdapat 7 dari 10 penyebab kematian tertinggi berasal dari PTM. Fatalnya, diabetes menempati peringkat ketiga. CISDI mengindikasikan bahwa konsumsi gula di masyarakat perlu dikendalikan segera.

Selain melalui kesadaran pribadi masyarakat, CISDI mendorong pemerintah segera memberlakukan cukai atas produk-produk MBDK yang beredar. Dalam penelitiannya, CISDI melihat kebijakan ini telah diterapkan di lebih dari 100 negara dan berpotensi efektif untuk menurunkan konsumsi MBDK ada level populasi.
 
“Kami menyorot beberapa faktor yang perlu dilakukan pemerintah untuk implementasi cukai MBDK, mulai dari dampak kesehatan, sosial ekonomi, aspek legalitas, praktik baik negara lain, dan efektivitas kebijakan yang tidak hanya mendorong perubahan perilaku masyarakat, tapi edukasi juga menurunkan konsumsi MBDK mereka,” kata Gita.
 
Kajian ilmiah CISDI pada 2023 lalu juga telah mengestimasi dampak kesehatan dan ekonomi dari penerapan cukai MBDK di Indonesia, khususnya terhadap beban penyakit diabetes melitus tipe 2 (2024-2033). Temuan utamanya mengungkap jika kenaikan harga sebesar 20 persen dapat menurunkan konsumsi MBDK di masyarakat hingga 17,5 persen.
 
CISDI juga menemukan bahwa cukai MBDK dapat mencegah lebih dari 3 juta kasus baru diabetes tipe 2 hingga 2033 mendatang. Untuk kasus kelebihan berat badan, cukai MBDK diprediksi mampu menekan 253.527 kasus overweight dan 502.575 kasus obesitas hanya dalam 1 tahun penerapan cukai. Cukai MBDK juga proyeksi dapat mencegah total 455.000 kematian akibat diabetes tipe 2 hingga 2033.
 
Sementara dalam hal ekonomi, temuan CISDI mengungkap cukai MBDK dapat meringankan beban ekonomi langsung dan tidak langsung dari penyakit diabetes tipe 2 yang ditanggung negara, mencapai Rp40,6 triliun.

Baca juga: Kecanduan Minuman Manis, Masyarakat Indonesia Rentan Diabetes dan Gagal Ginjal

“Ini dapat menjadi potensi untuk menambah pendapatan negara yang di mana hal tersebut dapat dialokasikan ke pembiayaan kesehatan akibat PTM,” kata Gita. 

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

Wahana Bermain Dukung Perkembangan Motorik & Sensorik Anak

BERIKUTNYA

Apa Itu Emotional Eating yang Disebut Sebagai Efek Stres & Depresi?

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: