Pendidikan vokasi (Sumber gambar: Unsplash/Học Viện Chăm Sóc Sắc Đẹp Á Âu)

Hypereport: Peran Besar Vokasi Jadi Tulang Punggung Ekonomi Indonesia

13 May 2025   |   14:58 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Peluang Indonesia untuk menjadi negara maju kian terbuka lebar seiring dengan masa bonus demografi. Saat ini, Indonesia menikmati limpahan angkatan kerja produktif dalam jumlah besar, yang bila dikelola dengan baik, bisa menjadi kekuatan utama dalam mendorong pertumbuhan ekonomi. 

Namun, tantangan yang dihadapi tak ringan. Sebab, negara harus mampu menyiapkan sumber daya manusia (SDM) yang tidak hanya kompeten, tetapi juga berkarakter kuat. 

Dalam konteks ini, pendidikan vokasi dinilai menjadi solusi strategis untuk menjawab kebutuhan zaman. Tak lagi sekadar mengejar gelar, dunia kerja kini menuntut kompetensi nyata. 

Pendidikan vokasi yang berbasis praktik dan keahlian terapan menjadi jawaban atas ketertinggalan produktivitas dan kesiapan tenaga kerja Indonesia. 

Baca juga laporan terkait:   

Patricia Beatrix Villanueva)

Pendidikan vokasi (Sumber gambar: Unsplash/Patricia Beatrix Villanueva)

Wakil Menteri Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi (Wamendiktisaintek), Stella Christie belum lama ini menegaskan pentingnya pendidikan vokasi dalam mendukung kemajuan ekonomi nasional. 

Menurutnya, pendidikan vokasi memiliki peran sentral dalam mempercepat tercapainya empat kinerja utama pemerintahan saat ini, yakni penciptaan lapangan kerja, peningkatan produktivitas, ketahanan pangan dan energi, serta pengembangan terobosan teknologi. 

“Pendidikan vokasi tidak boleh lagi dipandang sebagai kelas kedua. Justru di banyak negara maju seperti Jerman, Swiss, dan Belanda, pendidikan vokasi menjadi tulang punggung pertumbuhan ekonomi,” ujar Stella dalam Dialog Pengembangan Pendidikan Tinggi Vokasi: Kolaborasi Strategis Menuju Indonesia Emas 2045, belum lama ini.

Dia juga menekankan pentingnya kolaborasi antara institusi pendidikan, dunia industri, dan pemerintah agar kurikulum vokasi benar-benar selaras dengan kebutuhan lapangan. Transformasi pendidikan vokasi, lanjutnya, harus diarahkan untuk menciptakan SDM yang adaptif terhadap perubahan, kreatif, dan mampu menciptakan inovasi. 

Dengan langkah konkret penguatan pendidikan vokasi dan kemitraan strategis lintas sektor, Indonesia diharapkan mampu mengoptimalkan masa bonus demografi dan mempercepat langkah menuju visi besar Indonesia Emas 2045.


Peran Vokasi 

Board Member Badan Akreditasi Nasional Pendidikan Dasar dan Menengah, Kiki Yuliati, mengatakan hubungan dunia pendidikan dan dunia kerja memang selalu dinamis. Saat ini tidak dapat dipungkiri, jika kaitannya dengan sektor ekonomi, tentu yang lebih banyak dibutuhkan adalah SDM dengan kompetensi ilmu terapan.

Menurutnya, saat ini industri tengah memerlukan lebih banyak “the doers” (eksekutor gagasan).  Oleh karena itu, jumlah mahasiswa vokasi harus diperbanyak atau minimal prodi akademik yang memang karakteristiknya ilmu terapan juga turut memberikan kompetensi vokasional yang utuh dan kuat kepada lulusannya.

Namun, Kiki menekankan bahwa pendekatan pendidikan vokasi juga perlu dibenahi. Dia mengajak semua pihak untuk mengubah paradigma bahwa pendidikan vokasi semata-mata hanya bertujuan mencetak tenaga kerja sesuai kebutuhan industri.

“Pendidikan vokasi tidak hanya tentang bekerja, melainkan juga tentang kemampuan untuk belajar terus-menerus, mencipta, dan berpikir kritis,” ungkapnya kepada Hypeabis.id.

Menurutnya, lulusan vokasi harus memiliki kompetensi yang memungkinkan mereka beradaptasi dengan perubahan dan tantangan kehidupan pada masa depan. Oleh karena itu, arah pendidikan vokasi seharusnya menekankan pada pengembangan kapasitas belajar sepanjang hayat, kemampuan untuk berkarya, dan keterampilan berpikir strategis.

Di luar itu, hal yang tak kalah penting lainnya ialah soal perbaikan data. Hal ini penting karena evaluasi dan arah pendidikan ke depan mestinya semua dilandasi dengan data yang kuat. Namun, saat ini data vokasi masih cukup dipertanyakan.

Kiki mengatakan saat ini Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) telah menyumbang hampir setengah dari total jumlah peserta didik pada jenjang pendidikan menengah (SMA dan SMK). Data tersebut cukup menarik, karena perbedaan antara SMK dan SMA memang cukup jelas.

Namun, situasi berbeda terjadi di tingkat pendidikan tinggi. Dia menyebut data yang ada menyebut proporsi mahasiswa vokasi masih sangat kecil, sekitar 8 persen dari total mahasiswa di Indonesia.

Meski demikian, hingga kini belum tersedia data yang benar-benar akurat mengenai berapa banyak lulusan sarjana (S1) yang sesungguhnya menjalani pendidikan berbasis ilmu terapan.

Sebab, di Indonesia, tidak sedikit program studi akademik justru menerapkan pendekatan pendidikan terapan, terlihat dari struktur kurikulum dan fokus skripsi mahasiswa yang berada dalam ranah praktik terapan.

“Ketidakjelasan ini menimbulkan persoalan serius, karena dalam pencatatan negara mereka dianggap lulusan pendidikan akademik, padahal kompetensinya bersifat terapan namun tidak utuh,” imbuhnya. 

Baca juga: Hypereport: Potret Pendidikan Indonesia dalam Data & Angka 
 

Shoeib Abolhassani)

Pendidikan vokasi (Sumber gambar: Unsplash/Shoeib Abolhassani)

Akademisi dari Politeknik Elektronika Negeri Surabaya, Ali Ridho Barakbah, sepakat bahwa penguatan peran pendidikan vokasi di Indonesia perlu dimasifkan. Menurutnya, pendidikan vokasi memiliki potensi besar untuk menjadi fondasi utama perekonomian nasional, apalagi Indonesia sedang berada dalam momentum bonus demografi yang menguntungkan. 

Dia merujuk pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 68 Tahun 2022, yang menegaskan bahwa pendidikan dan pelatihan vokasi ditujukan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia agar lebih selaras dengan kebutuhan dunia kerja. 

Perpres tersebut juga mengamanatkan adanya kerja sama yang erat antara pemerintah, dunia usaha dan industri (DUDI), serta para pemangku kepentingan lainnya dalam menyiapkan SDM yang unggul dan kompetitif.

“Untuk negara berkembang, penting sekali memiliki proporsi pendidikan vokasi yang tinggi, idealnya mencapai 70 persen. Dengan demikian kesenjangan antara dunia pendidikan dan dunia industri bisa dipersempit,” jelasnya.

Ali juga mengapresiasi upaya Kementerian dalam mengangkat konsep Kampus Berdampak, yaitu perguruan tinggi yang tidak hanya fokus pada pencapaian akademik seperti kelulusan, publikasi ilmiah, atau peringkat global, tetapi juga aktif dalam mentransformasi kehidupan masyarakat. 

Dia menambahkan, “Ke depan, perguruan tinggi diharapkan dapat menjadi pusat solusi nyata bagi masyarakat serta menjadi penggerak inovasi sosial dan ekonomi yang berkelanjutan,” imbuhnya. 


Tantangan Pendidikan Vokasi 

Kiki Yuliati menyoroti rendahnya kontribusi pendidikan vokasi terhadap pembangunan ekonomi nasional. Menurutnya, sektor ini belum mendapat perhatian yang cukup dari segi kebijakan, strategi, maupun anggaran. Pendidikan tinggi vokasi masih tertinggal jauh dibandingkan jalur akademik. 

Dia mengidentifikasi dua faktor utama penyebab lemahnya posisi pendidikan vokasi. Pertama, arah dan strategi pendidikan tinggi nasional belum memiliki kejelasan, termasuk dalam pembagian peran antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan swasta (PTS).

Kedua, masih ada anggapan negatif di masyarakat yang memandang vokasi sebagai pilihan kelas dua, sehingga kepercayaan publik terhadap kualitas pendidikan vokasi belum sepenuhnya terbentuk. 

Ketiga, Kiki juga menyoroti kesenjangan antara dunia pendidikan dan industri. Dia menjelaskan bahwa dunia industri berkembang sangat cepat, sementara proses penyesuaian kurikulum di pendidikan tinggi memerlukan waktu bertahun-tahun. Akibatnya, lulusan sering kali tidak sesuai dengan kebutuhan terbaru industri. 

Kesenjangan juga terjadi secara geografis dan kuantitatif. Lokasi industri yang jauh dari domisili lulusan membuat informasi lowongan kerja tidak tersampaikan secara merata. Di sisi lain, jumlah lulusan dengan kompetensi tertentu juga sering tidak seimbang dengan kebutuhan tenaga kerja industri.

Kiki menambahkan bahwa belum jelasnya arah perkembangan industri nasional turut memperburuk situasi. Perguruan tinggi belum memiliki cukup informasi apakah harus menyiapkan lulusan untuk industri padat karya, teknologi, atau sektor spesifik lainnya. Ketidakjelasan ini menghambat perencanaan program studi dan kurikulum yang relevan dengan kebutuhan masa depan.

Baca juga: Hypereport: Mereka yang Berjasa Meletakkan Dasar Pendidikan Indonesia
 

 Jeswin Thomas)

Pendidikan vokasi (Sumber gambar: Unsplash/Jeswin Thomas)

Selain itu, Ali Ridho mengungkapkan bahwa salah satu isu penting yang perlu diangkat saat ini adalah kebutuhan untuk menghadirkan model universitas yang berfokus pada pendekatan terapan, atau yang disebut dengan universitas politeknik (polytechnic university). 

Konsep ini berbeda dari politeknik biasa; universitas politeknik tetap berada dalam lingkup universitas, tapi porsi pembelajaran terapan jauh lebih dominan dibandingkan pendekatan teoritis. Terminologi universitas politeknik inilah yang menurutnya perlu diusung ke depan. 

Dia menambahkan bahwa saat ini, banyak pendidik di bidang sains dan teknologi (saintek) mendorong lahirnya kampus berdampak, yaitu perguruan tinggi yang tidak hanya mencetak lulusan, tetapi mampu memberikan kontribusi nyata kepada masyarakat.

Untuk itu, pendekatan politeknik universitik menjadi sangat relevan, karena kampus perlu lebih menekankan pada penguasaan keterampilan praktis dan aplikatif dibanding sekadar teori.

Ali menjelaskan bahwa pihaknya telah mulai berdiskusi dengan pemerintah mengenai pentingnya pelembagaan jenis universitas baru ini, yakni universitas dengan model politeknik. Harapannya, konsep ini dapat terus berkembang dan diadopsi secara luas, sehingga ke depan lebih banyak universitas yang menawarkan program pendidikan berbasis terapan.

Namun demikian, tantangan utamanya adalah bagaimana kementerian terkait dapat merespons dan mendukung pembentukan kelembagaan baru ini, agar model universitas politeknik benar-benar bisa terwujud dan berjalan dengan baik sesuai harapan. 

Baca juga: Hypereport: Menangkap Peluang Kerja dengan Belajar Skill Baru

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)

SEBELUMNYA

Genhype, Ini 5 Aplikasi Gratis Buat Cek Zodiak Setiap Hari

BERIKUTNYA

Sinopsis Spring of Youth, Drakor Romansa Remaja yang Menyegarkan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: