Sejarawan Kasih Catatan Rencana Penulisan Ulang Sejarah Nasional Indonesia
30 April 2025 |
14:32 WIB
Menteri Kebudayaan Fadli Zon tengah menggagas langkah strategis dalam bidang historiografi Indonesia. Salah satu inisiatif utamanya adalah program penyusunan ulang buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI) sebagai bagian dari peringatan 80 tahun kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tahun ini.
Proyek besar yang masih pada tahap awal ini bertujuan untuk memperbarui narasi sejarah nasional dari era prasejarah hingga masa kontemporer dengan mengintegrasikan temuan-temuan baru.
Sejumlah sejarawan memberikan tanggapan beragam terhadap langkah ini. Sebagian menyambutnya dengan antusias, sebagian lain lagi memberikan catatan khusus terhadap rencana ini.
Baca juga: Menarasikan Ulang Sejarah Islam Nusantara lewat Situs Bongal
Sejarawan Christopher Reinhart mengatakan pembaharuan buku sejarah Indonesia memang sangat dibutuhkan. Sebab, seperti ilmu-ilmu lain, pengetahuan tentang kesejarahan juga berkembang.
“Kalau untuk publik atau mahasiswa sejarah gitu ya, hampir selalu referensinya itu buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI). Dengan adanya kemauan untuk merevisi dan menambah SNI, saya kira itu bagus. Jadi, ada pengetahuan-pengetahuan baru yang muncul dari referensi utama ini,” ucap Reinhart.
Reinhart mengatakan idealnya penulisan ulang buku sejarah memang dilakukan secara berkala. Dahulu, sempat ada wacana setiap kongres sejarah 5 tahun sekali mestinya ada penulisan baru.
Namun, kata Reinhart, mungkin karena ada dinamika politik atau hal lain, rencana tersebut memang urung terjadi. Hal ini tentu sangat disayangkan karena ilmu sejarah sebenarnya perkembangannya cukup dinamis.
“Kalau dulunya, rencananya pak Sartono Kartodirdjo dan lainnya itu kan setiap 5 tahun ada update. Harusnya begitu. Karena setiap 5 tahun umumnya ada temuan baru,” jelasnya.
Sejarawan Nanyang Technological University ini menyebut di dalam sektor sejarah atau peristiwa modern, umumnya perubahannya akan lebih minor. Biasanya yang akan berubah hanya seperti interpretasi baru dari fakta yang sudah ada.
Namun, yang perkembangannya cukup progresif ialah di sektor arkeologi. Jadi, ada temuan-temuan baru yang selalu mungkin akan mengubah cara pandang kita melihat sesuatu.
“Misalnya, baru-baru ini ada ekskavasi baru kompleks Percandian Batujaya yang adalah sebuah suatu kompleks percandian Buddha kuno. Itu kan selama ini kita enggak tahu, dan semestinya segera dimasukkan ke SNI,” imbuhnya.
Reinhart mengatakan pengaruh revisi maupun penambahan di buku SNI ini akan berpengaruh besar dalam dinamika sejarah Indonesia ke depan. Sebab, bagaimana pun, produksi ilmu pengetahuan sejarah hampir selalu mengacu ke buku ini.
Dia bercerita, para mahasiswa sejarah kerap menjadikan buku SNI ini sebagai referensi utama. Kemudian, jika ada pendalaman, baru mereka akan mencari referensi tambahan.
Oleh karena itu, dalam penulisan ulang ini, tentu faktor kehati-hatian dan kevalidan sumber mesti menjadi landasan utama. Jangan sampai ada pemaksaan di sejumlah sektor demi hal-hal yang tidak berbasis ilmu pengetahuan.
“Yang mengubah pengetahuan sejarah itu ya ketika ketemu sumber baru. Itu yang paling dasar,” tuturnya.
Sementara itu, sejarawan UIN Syarif Hudayatullah Jakarta Johan Wahyudi mengatakan wacana tentang sejarah, meski berbicara tentang masa lalu, nyatanya tidak semua telah terekam. Dalam perjalannya, selalu perlu untuk menambahkan atau merevisi yang sudah ada.
Johan mengatakan Indonesia itu negara yang punya cakupan wilayah yang luas. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan pada masa sekarang atau yang akan datang, ditemukan fakta-fakta sejarah baru.
Terlebih, menurutnya, selama ini porsi penulisan sejarah masih didominasi oleh daerah-daerah yang punya populasi banyak, seperti Jawa dan Sumatra. Adapun, wilayah lain, seperti Papua, masih belum terlalu tergali.
Padahal, wilayah-wilayah lain juga patut untuk mendapatkan porsi yang sama. Sebab, wilayah-wilayah tersebut juga punya rentang sejarah yang panjang, ada kerajaan atau riwayat perdagangan tertentu misalnya, yang penting untuk digali dan diceritakan.
“Dengan adanya update version, harapannya kantung-kantung kehidupan manusia di luar dari populasi yang dominan, bisa turut direkam,” ungkapnya.
Johan menyebut secara makro, sejarah Indonesia memang perlu untuk terus digali dan diperbaharui. Setidaknya, itu dilakukan 5 tahun sekali. Namun, untuk taraf yang lebih mikro, seperti pada tataran kabupaten atau kota, itu bahkan lebih singkat lagi bisa per tahun.
“Pengaruhnya ini penting sekali ya. Di tengah era digital, kebenaran kerap jadi bias dan kabur. Oleh karena itu, Bangsa Indonesia harus tetap punya pegangan. Pegangan yang penting adalah ingatan historis atau sejarah. Dalam hal inilah, buku sejarah jadi penting,” jelasnya.
Baca juga: Seni Berbagi & Mengolah Sejarah ala Seniman Budi Agung Kuswara
Namun, sekali lagi, kata Johan, penulisan sejarah perlu dibarengi dengan penerapan pendekatan dan metodologi yang valid. Selain itu, pembabakan dan penokohan yang diambil juga harus bijak.
“Dalam artian, jangan sampai mengambil tokoh tertentu yang secara sejarah tidak clear. Jangan pula mengambil tokoh yang punya riwayat kriminal untuk dipahlawankan. Intinya, semua harus bisa dipertanggungjawabkan secara akademik,” tutupnya.
Proyek besar yang masih pada tahap awal ini bertujuan untuk memperbarui narasi sejarah nasional dari era prasejarah hingga masa kontemporer dengan mengintegrasikan temuan-temuan baru.
Sejumlah sejarawan memberikan tanggapan beragam terhadap langkah ini. Sebagian menyambutnya dengan antusias, sebagian lain lagi memberikan catatan khusus terhadap rencana ini.
Baca juga: Menarasikan Ulang Sejarah Islam Nusantara lewat Situs Bongal
Sejarawan Christopher Reinhart mengatakan pembaharuan buku sejarah Indonesia memang sangat dibutuhkan. Sebab, seperti ilmu-ilmu lain, pengetahuan tentang kesejarahan juga berkembang.
“Kalau untuk publik atau mahasiswa sejarah gitu ya, hampir selalu referensinya itu buku Sejarah Nasional Indonesia (SNI). Dengan adanya kemauan untuk merevisi dan menambah SNI, saya kira itu bagus. Jadi, ada pengetahuan-pengetahuan baru yang muncul dari referensi utama ini,” ucap Reinhart.
Reinhart mengatakan idealnya penulisan ulang buku sejarah memang dilakukan secara berkala. Dahulu, sempat ada wacana setiap kongres sejarah 5 tahun sekali mestinya ada penulisan baru.
Namun, kata Reinhart, mungkin karena ada dinamika politik atau hal lain, rencana tersebut memang urung terjadi. Hal ini tentu sangat disayangkan karena ilmu sejarah sebenarnya perkembangannya cukup dinamis.
“Kalau dulunya, rencananya pak Sartono Kartodirdjo dan lainnya itu kan setiap 5 tahun ada update. Harusnya begitu. Karena setiap 5 tahun umumnya ada temuan baru,” jelasnya.
Sejarawan Nanyang Technological University ini menyebut di dalam sektor sejarah atau peristiwa modern, umumnya perubahannya akan lebih minor. Biasanya yang akan berubah hanya seperti interpretasi baru dari fakta yang sudah ada.
Namun, yang perkembangannya cukup progresif ialah di sektor arkeologi. Jadi, ada temuan-temuan baru yang selalu mungkin akan mengubah cara pandang kita melihat sesuatu.
“Misalnya, baru-baru ini ada ekskavasi baru kompleks Percandian Batujaya yang adalah sebuah suatu kompleks percandian Buddha kuno. Itu kan selama ini kita enggak tahu, dan semestinya segera dimasukkan ke SNI,” imbuhnya.
Reinhart mengatakan pengaruh revisi maupun penambahan di buku SNI ini akan berpengaruh besar dalam dinamika sejarah Indonesia ke depan. Sebab, bagaimana pun, produksi ilmu pengetahuan sejarah hampir selalu mengacu ke buku ini.
Dia bercerita, para mahasiswa sejarah kerap menjadikan buku SNI ini sebagai referensi utama. Kemudian, jika ada pendalaman, baru mereka akan mencari referensi tambahan.
Oleh karena itu, dalam penulisan ulang ini, tentu faktor kehati-hatian dan kevalidan sumber mesti menjadi landasan utama. Jangan sampai ada pemaksaan di sejumlah sektor demi hal-hal yang tidak berbasis ilmu pengetahuan.
“Yang mengubah pengetahuan sejarah itu ya ketika ketemu sumber baru. Itu yang paling dasar,” tuturnya.
Menambah dan Merevisi Sejarah
Sementara itu, sejarawan UIN Syarif Hudayatullah Jakarta Johan Wahyudi mengatakan wacana tentang sejarah, meski berbicara tentang masa lalu, nyatanya tidak semua telah terekam. Dalam perjalannya, selalu perlu untuk menambahkan atau merevisi yang sudah ada.Johan mengatakan Indonesia itu negara yang punya cakupan wilayah yang luas. Oleh karena itu, sangat dimungkinkan pada masa sekarang atau yang akan datang, ditemukan fakta-fakta sejarah baru.
Terlebih, menurutnya, selama ini porsi penulisan sejarah masih didominasi oleh daerah-daerah yang punya populasi banyak, seperti Jawa dan Sumatra. Adapun, wilayah lain, seperti Papua, masih belum terlalu tergali.
Padahal, wilayah-wilayah lain juga patut untuk mendapatkan porsi yang sama. Sebab, wilayah-wilayah tersebut juga punya rentang sejarah yang panjang, ada kerajaan atau riwayat perdagangan tertentu misalnya, yang penting untuk digali dan diceritakan.
“Dengan adanya update version, harapannya kantung-kantung kehidupan manusia di luar dari populasi yang dominan, bisa turut direkam,” ungkapnya.
Johan menyebut secara makro, sejarah Indonesia memang perlu untuk terus digali dan diperbaharui. Setidaknya, itu dilakukan 5 tahun sekali. Namun, untuk taraf yang lebih mikro, seperti pada tataran kabupaten atau kota, itu bahkan lebih singkat lagi bisa per tahun.
“Pengaruhnya ini penting sekali ya. Di tengah era digital, kebenaran kerap jadi bias dan kabur. Oleh karena itu, Bangsa Indonesia harus tetap punya pegangan. Pegangan yang penting adalah ingatan historis atau sejarah. Dalam hal inilah, buku sejarah jadi penting,” jelasnya.
Baca juga: Seni Berbagi & Mengolah Sejarah ala Seniman Budi Agung Kuswara
Namun, sekali lagi, kata Johan, penulisan sejarah perlu dibarengi dengan penerapan pendekatan dan metodologi yang valid. Selain itu, pembabakan dan penokohan yang diambil juga harus bijak.
“Dalam artian, jangan sampai mengambil tokoh tertentu yang secara sejarah tidak clear. Jangan pula mengambil tokoh yang punya riwayat kriminal untuk dipahlawankan. Intinya, semua harus bisa dipertanggungjawabkan secara akademik,” tutupnya.
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.