Sutradara Mouly Surya (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)

Perang Kota Jadi Film Paling Ambisius Sutradara Mouly Surya

21 April 2025   |   20:39 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Sutradara peraih dua Piala Citra, Mouly Surya, kembali menggebrak dunia perfilman Indonesia dengan film terbarunya, Perang Kota. Film produksi Cinesurya, Starvision, dan Kaninga Pictures ini yang disebut-sebut sebagai karya paling ambisius dari Mouly sepanjang kariernya.

Dikenal melalui karya-karya puitis dan tajam seperti Marlina Si Pembunuh dalam Empat Babak dan Fiksi, Mouly kini akan mempersembahkan sebuah epik sejarah berlatar Jakarta tahun 1940-an, yang menggabungkan intensitas film perang dengan kedalaman drama personal.

Perang Kota merupakan film adaptasi bebas dari novel Jalan Tak Ada Ujung karya Mochtar Lubis yang pertama kali terbit pada 1952. Perang Kota menghadirkan narasi yang jarang disentuh dalam sinema Indonesia.

Baca juga: Alasan Mouly Surya Tertarik Adaptasi Novel Mochtar Lubis Jadi Film Perang Kota

 
Sutradara Mouly Surya (Sumber gambar: Chelsea Venda/Hypeabis.id)
“Buat saya ini adalah film yang sangat spesial. Ini adalah film paling ambisius yang pernah saya bikin sepanjang karier saya,” ungkap Mouly seusai press screening di XXI Epicentrum, Jakarta, Senin, (21/4/2025).

Mouly mengatakan film ini ambisius bukan hanya dilihat dari budjet pembuatannya. Lebih dari itu, dirinya juga banyak menantang diri dalam berkarya, dimulai dari pola penceritaan, kompleksitas ketegangan, hingga kedalaman karakter yang muncul di film ini.

Kemudian, production design juga digarap dengan lebih proper. Rekonstruksi Jakarta 1940-an dilakukan secara masif dengan membangun set kota tua, kendaraan militer periode itu, kostum ratusan figuran, serta efek praktis dari ledakan dan tembakan jalanan.

“Saya ingin membawa penonton bisa merasakan keseharian para pahlawan tanpa nama. Karakter-karakter yang ada di film ini adalah orang biasa, yang juga ikut berperang, baik perang di luar [melawan penjajah] maupun perang di rumah [internal],” jelasnya.

Dalam Perang Kota, Mouly juga memperlihatkan keberanian artistik yang berbeda dibanding film-film sebelumnya. Saat penggarapan film ini, Mouly bercerita dirinya benar-benar mengeksplorasi banyak hal.

Dia tak sungkan mengambil adegan-adegan tak lazim. Kemudian, dirinya juga menggunakan aspek rasio 4:3. Format ini memberikan kesan klasik yang berbeda dibandingkan dengan layar lebar yang lebih umum digunakan saat ini.

“Soal set produksi juga. Dengan gaya Jakarta 1946, saya mendesain kota secara spesifik memiliki gang-gang sempit. Ini menjadi seperti metafora bahwa guerilla fighting itu ada di Indonesia. Pertarungan dan peperangan tak terjadi hanya di jalan besar, tetapi juga di jalan-jalan kecil,” imbuhnya.

Di luar hal kreatif, film Perang Kota juga dibangun dengan produksi besar lewat jalinan koproduksi internasional. Selain dinakhodai tiga rumah produksi lokal, yakni Cinesurya, Starvision, dan Kaninga Pictures, Perang Kota juga melibatkan koproduksi dengan sejumlah sineas dari Singapura, Belanda, Prancis, Norwegia, Filipina, dan Kamboja.

Film ini mendapatkan sentuhan tangan dingin dari produser kenamaan, dari Chand Parwez Servia, Fauzan Zidni, Tutut Kolopaking, dan Rama Adi. Kemudian, Willawati juga bergabung sebagai produser eksekutif.

Film ini juga turut di koproduseri oleh Anthony Chen, Tan Si En, Denis Vaslin, Fleur Knopperts, Isabelle Glachant, Ingrid Lil Hogtun, Marie Fuglestein Laegreid, Linda Bolstad, Bianca Balbuena, Bradley Liew, Axel Hadiningrat, Giovanni Rahmadeva, Siera Tamihardja, dan Loy Te.

“Koproduksi dengan para rumah produksi dan kru internasional memberikan nilai tambah bagi film Perang Kota. Secara production value juga menjadi lebih meningkat,” ungkap produser Rama Adi dari Cinesurya.

Selain soal production value yang lebih berkelas, Rama juga menyebut koproduksi menjadi penting untuk pertukaran informasi dan pengetahuan sesama pekerja film global. Dengan demikian, sineas antarnegara bisa saling belajar cara bekerja dan berkreatif.

Di film ini, lanjutnya, yang paling terasa adalah penggunaan Visual Effects atau VFX. Ini adalah proses penciptaan atau manipulasi gambar visual dalam film yang tidak dapat direkam secara langsung atau membutuhkan manipulasi digital setelah proses pengambilan gambar. Film ini cukup banyak menggunakan VFX untuk bisa merepresentasikan visual Jakarta 1946 secara lebih sempurna.

Perang Kota mengisahkan drama cinta segitiga yang berkembang di tengah gejolak Jakarta setelah Jepang menyerah dan sebelum Belanda kembali mencoba merebut kekuasaan. Dalam situasi tanpa pemerintahan yang stabil, kota menjadi ladang pertempuran yang dahsyat.

Baku tembak di jalanan hingga sabotase dan pemberontakan kecil tersebar di berbagai sudut ibu kota. Sementara itu, pasukan Belanda yang datang bersama Sekutu berambisi menguasai kembali Jakarta.
 

Di tengah kekacauan itu, film akan menyoroti tiga penduduk kota. Isa (Chicco Jerikho) yang tengah berjuang bertahan hidup sehari-hari, Fatimah (Ariel Tatum) dilanda konflik batin yang mendalam, dan Hazil (Jerome Kurnia) yang berkobar dengan semangat revolusioner.

Ketiganya terjerat dalam hubungan emosional yang kompleks, selaras dengan situasi kota yang tidak menentu. Fatimah merindukan kehangatan dan perhatian dari Isa, tetapi Isa yang dihantui trauma perang tak mampu memberikannya.

Kehadiran Hazil sebagai sosok muda yang penuh semangat menjadi pelarian bagi Fatimah. Ketegangan antara cinta, perjuangan, dan pengkhianatan membentuk jalinan cerita yang intens, menghadirkan dinamika personal yang selaras dengan konflik besar yang melanda kota.

Film Perang Kota akan tayang di bioskop Indonesia pada 30 April 2025. Sebelumnya, film ini telah world premiere di ajang International Film Festival Rotterdam (IFFR) 2025. Film ini juga telah tayang secara komersial di layar bioskop beberapa negara seperti Belanda, Belgia, dan Luksemburg pada 17 April 2025 lalu.

Baca juga: Kartini di Industri Film, Deretan Sutradara Perempuan yang Karyanya Tembus Box Office

(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News
 

SEBELUMNYA

Cahaya Manthovani, Sociopreneur Muda yang Menginspirasi Lewat Aksi Nyata

BERIKUTNYA

Perempuan di SAR, Perjuangan dan Ketangguhan Rida di Balik Misi Penyelamatan

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: