Sering Buang Air Kecil saat Malam Hari? Waspadai Gejala Umum Diabetes
21 April 2025 |
18:00 WIB
Indonesia belum lama ini memperingati Hari Diabetes Nasional yang jatuh pada 18 April. Ini menjadi momentum penting, mengingat diabetes mencatat prevalensi diabetes di dalam negeri kini telah mencapai angka 11,7 persen, menurut data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2023.
Data Kemenkes juga mencatat Indonesia memiliki sebanyak 19,5 juta penderita diabetes, yang menjadikannya masuk dalam 5 besar negara di dunia dengan masalah diabetes. Angka ini menunjukkan, gaya hidup modern yang tak seimbang antara pola makan, aktivitas fisik, dan stres makin mendorong masyarakat ke jurang penyakit kronis bahkan di usia muda.
Apabila tidak ditangani dengan baik, angka diabetes di Indonesia diprediksi bisa menembus 28,6 juta orang pada 2045. Buruknya, angka ini belum disertai dengan kejadian diabetes yang tidak terdiagnosa.
Baca juga: Prevalensi Diabetes di Indonesia Meningkat, Ini Langkah Preventif yang Harus Diketahui
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes Adeputri Tanesha Idhayu mengatakan, ciri utama atau gejala umum dari diabetes sebenarnya sudah bisa dikenali dari sinyal sederhana, misalnya mudah haus, hingga frekuensi buang air kecil yang sering pada malam hari.
Menurut Adeputri, kondisi ini sangat dipengaruhi oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang kurang sehat. Padahal, diabetes yang disebabkan oleh kebiasaan buruk bisa dimoderasi sebelum memunculkan penyakit. "Kita bisa modifikasi gaya hidup dan berat badan," katanya.
Dia menekankan bahwa obesitas adalah salah satu faktor risiko utama diabetes dengan jumlah yang juga terus meningkat. Selain dipicu oleh berat badan berlebih, penyakit penyerta seperti hipertensi dan kadar kolesterol tinggi juga memperburuk risiko diabetes. Merokok dan konsumsi alkohol pun termasuk dalam kebiasaan buruk yang meningkatkan risiko penyakit ini.
Diabetes tipe 2 menjadi jenis paling umum, yang kini tak lagi hanya ditemukan pada orang tua. Dulu, kasus diabetes banyak terjadi pada usia 60 tahun ke atas. Akan tetapi, saat ini pasien usia 30-40 tahun mulai banyak yang terdiagnosis.
Bahkan, Adeputri menyebut tidak sedikit yang sudah mengalami komplikasi juga. Pergeseran usia ini disebabkan oleh pola makan tinggi gula dan rendah aktivitas fisik. Anak-anak pun tak luput dari ancaman ini. Obesitas pada anak terbukti bisa memicu munculnya diabetes tipe 2 pada usia yang lebih dini.
Selain itu, berat badan yang menurun tanpa sebab juga perlu diwaspadai terutama jika disertai dengan gejala tersebut. Untuk memastikan diagnosis, dibutuhkan pemeriksaan laboratorium, seperti gula darah puasa, gula darah sewaktu, dan HbA1c.
Pemeriksaan dari darah vena menjadi standar utama karena lebih akurat dibandingkan glukometer dari darah kapiler yang biasa digunakan untuk pemantauan rutin.
Adeputri menyebut, jika seseorang dinyatakan mengidap diabetes, terapi tidak hanya berfokus pada obat-obatan. Ada 5 pilar utama pengelolaan penyakit berupa edukasi, perencanaan makan, aktivitas fisik, pengobatan, dan pemantauan gula darah mandiri yang semuanya perlu diperhatikan secara imbang.
Edukasi menjadi hal paling penting agar pasien memahami bahwa diabetes adalah penyakit seumur hidup yang harus dikontrol. “Diabetes itu adalah penyakit yang kita akan hidup seumur hidup. Dia tidak bisa sembuh, bisanya terkontrol," jelasnya.
Beberapa pasien dengan perubahan gaya hidup drastis memang bisa mengalami remisi, terutama mereka yang muda dan mengalami obesitas. Akan tetapi, bagi kebanyakan penderita, terutama yang sudah mengalami komplikasi atau lanjut usia, pengobatan akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Melalui perubahan gaya hidup, deteksi dini, dan pengelolaan yang tepat, diabetes bisa dikendalikan dan komplikasi bisa dicegah.
Baca juga: Mengulik Fakta Diabetes Tipe 2 dan Gagal Ginjal pada Anak Akibat Makanan Manis
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Data Kemenkes juga mencatat Indonesia memiliki sebanyak 19,5 juta penderita diabetes, yang menjadikannya masuk dalam 5 besar negara di dunia dengan masalah diabetes. Angka ini menunjukkan, gaya hidup modern yang tak seimbang antara pola makan, aktivitas fisik, dan stres makin mendorong masyarakat ke jurang penyakit kronis bahkan di usia muda.
Apabila tidak ditangani dengan baik, angka diabetes di Indonesia diprediksi bisa menembus 28,6 juta orang pada 2045. Buruknya, angka ini belum disertai dengan kejadian diabetes yang tidak terdiagnosa.
Baca juga: Prevalensi Diabetes di Indonesia Meningkat, Ini Langkah Preventif yang Harus Diketahui
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Endokrin Metabolik Diabetes Adeputri Tanesha Idhayu mengatakan, ciri utama atau gejala umum dari diabetes sebenarnya sudah bisa dikenali dari sinyal sederhana, misalnya mudah haus, hingga frekuensi buang air kecil yang sering pada malam hari.
Menurut Adeputri, kondisi ini sangat dipengaruhi oleh gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari yang kurang sehat. Padahal, diabetes yang disebabkan oleh kebiasaan buruk bisa dimoderasi sebelum memunculkan penyakit. "Kita bisa modifikasi gaya hidup dan berat badan," katanya.
Dia menekankan bahwa obesitas adalah salah satu faktor risiko utama diabetes dengan jumlah yang juga terus meningkat. Selain dipicu oleh berat badan berlebih, penyakit penyerta seperti hipertensi dan kadar kolesterol tinggi juga memperburuk risiko diabetes. Merokok dan konsumsi alkohol pun termasuk dalam kebiasaan buruk yang meningkatkan risiko penyakit ini.
Diabetes tipe 2 menjadi jenis paling umum, yang kini tak lagi hanya ditemukan pada orang tua. Dulu, kasus diabetes banyak terjadi pada usia 60 tahun ke atas. Akan tetapi, saat ini pasien usia 30-40 tahun mulai banyak yang terdiagnosis.
Bahkan, Adeputri menyebut tidak sedikit yang sudah mengalami komplikasi juga. Pergeseran usia ini disebabkan oleh pola makan tinggi gula dan rendah aktivitas fisik. Anak-anak pun tak luput dari ancaman ini. Obesitas pada anak terbukti bisa memicu munculnya diabetes tipe 2 pada usia yang lebih dini.
Gejala, Diagnosis & Terapi
Kembali ke gejala klasik, Adeputri menjelaskan bahwa ciri umum diabetes bisa menjadi penanda awal yang penting untuk segera dilakukan pemeriksaan. “Yang paling khas adalah sering lapar, sering haus, dan sering berkemih," ungkap Adeputri.Selain itu, berat badan yang menurun tanpa sebab juga perlu diwaspadai terutama jika disertai dengan gejala tersebut. Untuk memastikan diagnosis, dibutuhkan pemeriksaan laboratorium, seperti gula darah puasa, gula darah sewaktu, dan HbA1c.
Pemeriksaan dari darah vena menjadi standar utama karena lebih akurat dibandingkan glukometer dari darah kapiler yang biasa digunakan untuk pemantauan rutin.
Adeputri menyebut, jika seseorang dinyatakan mengidap diabetes, terapi tidak hanya berfokus pada obat-obatan. Ada 5 pilar utama pengelolaan penyakit berupa edukasi, perencanaan makan, aktivitas fisik, pengobatan, dan pemantauan gula darah mandiri yang semuanya perlu diperhatikan secara imbang.
Edukasi menjadi hal paling penting agar pasien memahami bahwa diabetes adalah penyakit seumur hidup yang harus dikontrol. “Diabetes itu adalah penyakit yang kita akan hidup seumur hidup. Dia tidak bisa sembuh, bisanya terkontrol," jelasnya.
Beberapa pasien dengan perubahan gaya hidup drastis memang bisa mengalami remisi, terutama mereka yang muda dan mengalami obesitas. Akan tetapi, bagi kebanyakan penderita, terutama yang sudah mengalami komplikasi atau lanjut usia, pengobatan akan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Melalui perubahan gaya hidup, deteksi dini, dan pengelolaan yang tepat, diabetes bisa dikendalikan dan komplikasi bisa dicegah.
Baca juga: Mengulik Fakta Diabetes Tipe 2 dan Gagal Ginjal pada Anak Akibat Makanan Manis
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.