Pneumonia Masih Mengintai Balita, Ini Pentingnya Vaksinasi PCV
15 April 2025 |
10:31 WIB
Pneumonia masih menjadi penyebab utama kematian balita di seluruh dunia termasuk Indonesia. Padahal, penyakit ini bisa dicegah melalui imunisasi. Setiap tahun, Indonesia juga ikutmemperingati Pekan Imunisasi Dunia pada minggu ke-4 April. Peringatan didukung WHO dan UNICEF untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya imunisasi.
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI Prima Yosephine menyebutkan bahwa pneumonia masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada balita. “Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan angka kematian balita akibat pneumonia tertinggi di dunia, sekitar 25.000 kematian setiap tahun,” jelasnya. Itu berarti, 2-3 balita meninggal setiap jam karena pneumonia.
Baca juga: Vaksinasi Penting untuk Mencegah Pneumonia yang Jadi Silent Killer
Sebagai langkah pencegahan, pemerintah menggalakkan imunisasi Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) secara nasional sejak 2022. Vaksin ini ditujukan untuk mencegah infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae yang merupakan penyebab utama pneumonia.
“Pneumokokus (virus penyebab pneumonia) ini sudah bisa dicegah dengan vaksin pneumokokus,” ujar Prima.
PCV diberikan dalam 3 dosis yakni saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, dan 12 bulan. Bagi anak yang terlambat, pemerintah juga menyediakan imunisasi kejar hingga usia 5 tahun.
Namun, capaian vaksinasi masih belum optimal. Data yang dirangkum Kemenkes RI per Maret 2025 menunjukkan cakupan imunisasi PCV baru mencapai 8?r target nasional sebesar 16%. “Kalau kita lihat capaian per provinsi, maka hanya Jakarta yang bisa mencapai target. Sebagian besar provinsi itu masih di bawah 10%,” kata Prima. Dia menegaskan perlunya penguatan promosi, edukasi, serta pemerataan akses layanan imunisasi.
Selain dampak kesehatan, pneumonia juga menimbulkan beban ekonomi besar. Dalam 6 tahun terakhir, kasus pneumonia menyebabkan kerugian sebesar Rp379,3 miliar. “Ini tentu akan membebani pembangunan yang sedang kita laksanakan,” tambah Prima.
Dokter Spesialis Anak Hartono Gunardi mengingatkan bahwa pneumonia bukan hanya problem bagi Indonesia, tetapi juga masalah global. “Setiap 43 detik, satu anak meninggal karena pneumonia. Bayangkan, dalam 30 menit saja, puluhan anak di dunia kehilangan nyawa karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah,” ujarnya.
Faktor risiko pneumonia termasuk kurangnya ASI eksklusif, polusi udara, asap rokok, serta imunisasi yang tidak lengkap. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki risiko hampir 8 kali lebih tinggi terkena pneumonia. “Kita tidak boleh menunda imunisasi, dan tidak ada istilah imunisasi hangus. Bahkan jika terlambat, tetap bisa dilanjutkan sesuai jadwal kejar,” tegas Hartono.
Vaksin PCV13 yang digunakan di Indonesia mengandung 13 serotipe bakteri penyebab pneumonia. Selain mencegah infeksi, vaksin ini juga menurunkan kolonisasi bakteri di saluran napas, sehingga melindungi anak-anak lain dan orang dewasa di sekitarnya melalui kekebalan komunitas.
Untuk mengurangi kematian akibat pneumonia, Hartono menekankan pentingnya kolaborasi antara orang tua, tenaga kesehatan, dan pemerintah. “Pencegahan tentu lebih murah dan lebih manusiawi dibanding pengobatan,” pungkasnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Direktur Pengelolaan Imunisasi Kementerian Kesehatan RI Prima Yosephine menyebutkan bahwa pneumonia masih menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi pada balita. “Indonesia termasuk dalam 10 negara dengan angka kematian balita akibat pneumonia tertinggi di dunia, sekitar 25.000 kematian setiap tahun,” jelasnya. Itu berarti, 2-3 balita meninggal setiap jam karena pneumonia.
Baca juga: Vaksinasi Penting untuk Mencegah Pneumonia yang Jadi Silent Killer
Sebagai langkah pencegahan, pemerintah menggalakkan imunisasi Pneumococcal Conjugate Vaccine (PCV) secara nasional sejak 2022. Vaksin ini ditujukan untuk mencegah infeksi bakteri Streptococcus pneumoniae yang merupakan penyebab utama pneumonia.
“Pneumokokus (virus penyebab pneumonia) ini sudah bisa dicegah dengan vaksin pneumokokus,” ujar Prima.
PCV diberikan dalam 3 dosis yakni saat anak berusia 2 bulan, 3 bulan, dan 12 bulan. Bagi anak yang terlambat, pemerintah juga menyediakan imunisasi kejar hingga usia 5 tahun.
Namun, capaian vaksinasi masih belum optimal. Data yang dirangkum Kemenkes RI per Maret 2025 menunjukkan cakupan imunisasi PCV baru mencapai 8?r target nasional sebesar 16%. “Kalau kita lihat capaian per provinsi, maka hanya Jakarta yang bisa mencapai target. Sebagian besar provinsi itu masih di bawah 10%,” kata Prima. Dia menegaskan perlunya penguatan promosi, edukasi, serta pemerataan akses layanan imunisasi.
Selain dampak kesehatan, pneumonia juga menimbulkan beban ekonomi besar. Dalam 6 tahun terakhir, kasus pneumonia menyebabkan kerugian sebesar Rp379,3 miliar. “Ini tentu akan membebani pembangunan yang sedang kita laksanakan,” tambah Prima.
Dokter Spesialis Anak Hartono Gunardi mengingatkan bahwa pneumonia bukan hanya problem bagi Indonesia, tetapi juga masalah global. “Setiap 43 detik, satu anak meninggal karena pneumonia. Bayangkan, dalam 30 menit saja, puluhan anak di dunia kehilangan nyawa karena penyakit yang sebenarnya bisa dicegah,” ujarnya.
Faktor risiko pneumonia termasuk kurangnya ASI eksklusif, polusi udara, asap rokok, serta imunisasi yang tidak lengkap. Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif memiliki risiko hampir 8 kali lebih tinggi terkena pneumonia. “Kita tidak boleh menunda imunisasi, dan tidak ada istilah imunisasi hangus. Bahkan jika terlambat, tetap bisa dilanjutkan sesuai jadwal kejar,” tegas Hartono.
Vaksin PCV13 yang digunakan di Indonesia mengandung 13 serotipe bakteri penyebab pneumonia. Selain mencegah infeksi, vaksin ini juga menurunkan kolonisasi bakteri di saluran napas, sehingga melindungi anak-anak lain dan orang dewasa di sekitarnya melalui kekebalan komunitas.
Untuk mengurangi kematian akibat pneumonia, Hartono menekankan pentingnya kolaborasi antara orang tua, tenaga kesehatan, dan pemerintah. “Pencegahan tentu lebih murah dan lebih manusiawi dibanding pengobatan,” pungkasnya.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.