5 Fakta Menarik Film Pengepungan di Bukit Duri, Tayang 17 April 2025 di Bioskop
10 April 2025 |
21:00 WIB
Sutradara sekaligus penulis skenario Joko Anwar akan merilis film anyarnya berjudul Pengepungan di Bukit Duri. Karya ini menjadi film ke-11 yang digarap oleh sang sutradara, sekaligus karya thriller-aksi pertamanya sejak terakhir kali menggarap film Gundala pada 2019.
Film Pengepungan di Bukit Duri mengangkat isu kekerasan yang terjadi di kalangan remaja. Filmnya mengambil latar 2027, ketika situasi di Indonesia bergejolak. Menggambarkan kondisi masyarakat yang berada di ambang kehancuran, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial.
Ceritanya akan mengikuti tokoh Edwin yang diperankan oleh aktor Morgan Oey. Sebelum kakaknya meninggal, Edwin berjanji untuk menemukan anak sang kakak yang hilang. Pencarian Edwin membawanya menjadi guru pengganti di SMA Duri, sekolah untuk anak-anak bermasalah.
Baca Juga: Cara Aktor Morgan Oey Mendalami Peran di Film Pengepungan di Bukit Duri
Di sana, Edwin harus berhadapan dengan murid-murid paling beringas sambil mencari keponakannya. Ketika akhirnya dia menemukan anak kakaknya, kerusuhan pecah di seluruh kota. Mereka terjebak di sekolah dan harus melawan anak-anak brutal yang kini mengincar nyawa mereka.
Situasi semakin rumit, Edwin pun menghadapi pertarungan untuk bertahan hidup ketika sekolah tempatnya mengajar mendadak berubah menjadi ajang pertarungan hidup dan mati.
Pengepungan di Bukit Duri akan tayang di bioskop Indonesia pada 17 April 2025. Sebelum mengikuti jalinan ceritanya, simak beberapa fakta menarik dari film tersebut seperti yang telah dirangkum Hypeabis.id berikut ini.
Bagi Joko, remaja adalah memiliki peranan yang penting sebagai penerus sebuah bangsa. Di sisi lain, perlakuan orang dewasa kepada remaja juga memegang peranan untuk membentuk generasi penerus tersebut. Hal itulah yang coba diangkat dalam film Pengepungan di Bukit Duri. Memperlihatkan bagaimana perlakukan orang dewasa kepada kelompok remaja.
Karakter-karakter yang hadir dalam film Pengepungan di Bukit Duri masing-masing akan memberikan perspektif yang berbeda dalam memandang dan merespons kekerasan tersebut. Setiap karakter dengan latar belakang yang kompleks, dihadirkan untuk menjadi refleksi bagi penonton.
"Kenapa kami mengambil tema remaja karena remaja adalah fase yang paling krusial dalam masyarakat. Apakah kelompok remaja ini nantinya akan menjadi surplus demografi untuk sebuah negara, atau justru menjadi beban. Jadi penting banget untuk disorot masalah remaja ini," katanya.
Proses risetnya telah dimulai sejak 2002, dengan melakukan wawancara terhadap beberapa anak remaja yang dianggap bermasalah oleh lingkungan sosialnya. Termasuk, melakukan interview dengan beberapa pendidik, dan orang-orang yang terlibat dalam isu-isu kekerasan di kalangan remaja.
Ada alasan tersendiri mengapa Joko Anwar baru menggarap skenario film Pengepungan di Bukit Duri meski skenarionya telah digarap sejak belasan tahun lalu. Dia menyebut, menggarap film ini membutuhkan kematangan baik sebagai sutradara yang berkaitan dengan teknis produksi, maupun sebagai manusia.
Di sisi lain, dalam kurun waktu tersebut, skenario film Pengepungan di Bukit Duri juga mengalami perkembangan dan penajaman sesuai dengan kondisi sosial yang terus berubah dari waktu ke waktu. Hal ini dilakukan oleh sang kreator agar skenario filmnya tetap relevan dan dekat dengan masyarakat.
Plus, selama itu juga, Joko mencoba meramu teknis penyajian film aksi garapannya agar tidak terkesan mengglorifikasi kekerasan, tetapi justru menyentuh psikis dari penonton tentang apa yang ingin disampaikan dalam film Pengepungan di Bukit Duri.
"Walaupun tetap film ini akan menghibur dari segi karakter, plot, cerita, dan sebagainya, tapi di balik itu juga ada isu yang sangat penting. Setelah 17 tahun menimbang-nimbang dan menajamkan skenarionya, saya merasa baru saat ini cukup dewasa untuk membuat film ini," kata sutradara berusia 48 tahun ini.
Tia Hasibuan selaku produser mengatakan kolaborasi tersebut terjadi lantaran Amazon MGM Studios yang tengah membuka peluang kerja sama proyek film dengan rumah produksi internasional. Di sisi lain, Come and See Pictures juga tengah mencari kolaborator. Akhirnya keduanya pun bekerja sama sejak 2021, hingga akhirnya merampungkan proyek film ini pada 2024.
"Kami ingin mencari partner terbaik, yang benar-benar memiliki visi yang sama dengan Come and See Pictures, dan visi cerita yang mau kami sampaikan ke khalayak," ucapnya.
James Farrell selaku Vice President International Originals Amazon MGM Studios mengatakan kolaborasi ini menandai pencapaian penting bagi pihaknya, lantaran untuk pertama kalinya rumah produksi berlogo singa itu bekerja sama dengan perusahaan produksi film dari Asia Tenggara untuk perilisan film bioskop. Termasuk, menjadi kolaborasi pertama dengan Joko Anwar.
"Kami sangat antusias untuk mempersembahkan hasil kerja sama kami dengan tim Come and See Pictures menghidupkan visi unik Joko Anwar ke layar lebar bagi penonton Indonesia," katanya.
Dalam cerita, sekolah SMA Bukit Duri awalnya adalah penjara sehingga tim artistik harus mendesain dua kali. Pertama sebagai bekas penjara, kedua sebagai sekolah. Adapun, desainer produksi membangun sekitar 22 titik set sekolah mulai dari ruang kelas, ruang kepala sekolah, lorong, hingga ruang security.
Selain sekolah, ada pula set lain yang menunjukkan sebuah latar pecinan underground yang mengindikasikan sebuah kemunduran meski secara latar waktu terjadi di Indonesia masa depan. Banyak sampah berserakan, coretan di berbagai tempat umum, hingga dunia luar yang lebih berantakan.
"Lebih rusuh, lebih banyak orang yang berani mengekspresikan diri tapi tidak dengan cara yang benar. Jadi banyak terjadi perusakan di mana-mana. Total hari set-nya sendiri sekitar 2 minggu lebih, dengan 60–70 set builder. Jadi masing-masing ruangan kami coba bangun ceritanya," kata desainer produksi Dennis Sutanto.
Sementara itu sinematografer film, Jaisal Tanjung, mengungkapkan contrast menjadi pilihan utama untuk menentukan palet warna film. Warna-warna yang dipilih disesuaikan dengan para karakter di film dan sesuai dengan visi sutradara.
"Lebih ber-story telling dibanding membuat style-style yang berlebihan. Senatural dan seorganik mungkin, itu yang ingin kami capai. Rasanya, ketika orang menonton film ini, harapannya penonton fokus dengan karakter dan ceritanya," ujarnya.
Akhirnya, terpilih lah sejumlah aktor dan aktris muda berbakat yang membintangi film dengan judul bahasa Inggris The Siege at Thorn High itu, yakni Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, dan Florian Rutters.
Selain itu, ada juga nama-nama lainnya seperti Faris Fadjar Munggaran, Sandy Pradana, Farandika, Raihan Khan, Sheila Kusnadi, Millo Taslim, dan Bima Azriel.
"Beberapa kali hampir frustasi karena enggak dapet. Tapi begitu mereka masuk ke ruang audisi, semua pemain ini bukan hanya bikin kami senang karena mendapatkan para pemain yang bisa memainkan karakter-karakter yang ada di skenario, tapi ternyata Indonesia punya talenta-talenta yang luar biasa," kata Joko.
Jadi gimana Genhype? Apakah kalian tertarik untuk menonton filmnya?
Baca Juga: Bayangan Distopia Joko Anwar tentang Dunia Pendidikan di Film Pengepungan di Bukit Duri
Film Pengepungan di Bukit Duri mengangkat isu kekerasan yang terjadi di kalangan remaja. Filmnya mengambil latar 2027, ketika situasi di Indonesia bergejolak. Menggambarkan kondisi masyarakat yang berada di ambang kehancuran, dipicu oleh diskriminasi dan kebencian rasial.
Ceritanya akan mengikuti tokoh Edwin yang diperankan oleh aktor Morgan Oey. Sebelum kakaknya meninggal, Edwin berjanji untuk menemukan anak sang kakak yang hilang. Pencarian Edwin membawanya menjadi guru pengganti di SMA Duri, sekolah untuk anak-anak bermasalah.
Baca Juga: Cara Aktor Morgan Oey Mendalami Peran di Film Pengepungan di Bukit Duri
Di sana, Edwin harus berhadapan dengan murid-murid paling beringas sambil mencari keponakannya. Ketika akhirnya dia menemukan anak kakaknya, kerusuhan pecah di seluruh kota. Mereka terjebak di sekolah dan harus melawan anak-anak brutal yang kini mengincar nyawa mereka.
Situasi semakin rumit, Edwin pun menghadapi pertarungan untuk bertahan hidup ketika sekolah tempatnya mengajar mendadak berubah menjadi ajang pertarungan hidup dan mati.
Pengepungan di Bukit Duri akan tayang di bioskop Indonesia pada 17 April 2025. Sebelum mengikuti jalinan ceritanya, simak beberapa fakta menarik dari film tersebut seperti yang telah dirangkum Hypeabis.id berikut ini.
1. Angkat isu kekerasan di kalangan remaja
Pengepungan di Bukit Duri menjadi film pertama Joko Anwar yang mengangkat isu remaja yang dibintangi oleh jajaran aktor dan aktris muda berbakat Indonesia. Idenya berangkat dari fenomena kekerasan yang masih menjadi isu dalam kehidupan masyarakat saat ini.Bagi Joko, remaja adalah memiliki peranan yang penting sebagai penerus sebuah bangsa. Di sisi lain, perlakuan orang dewasa kepada remaja juga memegang peranan untuk membentuk generasi penerus tersebut. Hal itulah yang coba diangkat dalam film Pengepungan di Bukit Duri. Memperlihatkan bagaimana perlakukan orang dewasa kepada kelompok remaja.
Karakter-karakter yang hadir dalam film Pengepungan di Bukit Duri masing-masing akan memberikan perspektif yang berbeda dalam memandang dan merespons kekerasan tersebut. Setiap karakter dengan latar belakang yang kompleks, dihadirkan untuk menjadi refleksi bagi penonton.
"Kenapa kami mengambil tema remaja karena remaja adalah fase yang paling krusial dalam masyarakat. Apakah kelompok remaja ini nantinya akan menjadi surplus demografi untuk sebuah negara, atau justru menjadi beban. Jadi penting banget untuk disorot masalah remaja ini," katanya.
2. Skenarionya ditulis sejak 17 tahun lalu
Meski baru akan tayang 2025 di bioskop, naskah film bergenre action-thriller ini telah digarap Joko sejak 2007. Setelah 17 tahun, skenario itu baru benar-benar direalisasikan menjadi film layar lebar. Skenario Pengepungan di Bukit Duri bahkan mulai digarap Joko sejak dia pertama kali terjun ke dunia perfilman.Proses risetnya telah dimulai sejak 2002, dengan melakukan wawancara terhadap beberapa anak remaja yang dianggap bermasalah oleh lingkungan sosialnya. Termasuk, melakukan interview dengan beberapa pendidik, dan orang-orang yang terlibat dalam isu-isu kekerasan di kalangan remaja.
Ada alasan tersendiri mengapa Joko Anwar baru menggarap skenario film Pengepungan di Bukit Duri meski skenarionya telah digarap sejak belasan tahun lalu. Dia menyebut, menggarap film ini membutuhkan kematangan baik sebagai sutradara yang berkaitan dengan teknis produksi, maupun sebagai manusia.
Di sisi lain, dalam kurun waktu tersebut, skenario film Pengepungan di Bukit Duri juga mengalami perkembangan dan penajaman sesuai dengan kondisi sosial yang terus berubah dari waktu ke waktu. Hal ini dilakukan oleh sang kreator agar skenario filmnya tetap relevan dan dekat dengan masyarakat.
Plus, selama itu juga, Joko mencoba meramu teknis penyajian film aksi garapannya agar tidak terkesan mengglorifikasi kekerasan, tetapi justru menyentuh psikis dari penonton tentang apa yang ingin disampaikan dalam film Pengepungan di Bukit Duri.
"Walaupun tetap film ini akan menghibur dari segi karakter, plot, cerita, dan sebagainya, tapi di balik itu juga ada isu yang sangat penting. Setelah 17 tahun menimbang-nimbang dan menajamkan skenarionya, saya merasa baru saat ini cukup dewasa untuk membuat film ini," kata sutradara berusia 48 tahun ini.
3. Proyek kolaborasi dengan Hollywood
Pengepungan di Bukit Duri merupakan film kolaborasi Come and See Pictures dengan rumah produksi Hollywood Amazon MGM Studios. Kerja sama ini menjadi kolaborasi perdana Amazon MGM Studios dengan rumah produksi di Asia Tenggara untuk film rilisan bioskop.Tia Hasibuan selaku produser mengatakan kolaborasi tersebut terjadi lantaran Amazon MGM Studios yang tengah membuka peluang kerja sama proyek film dengan rumah produksi internasional. Di sisi lain, Come and See Pictures juga tengah mencari kolaborator. Akhirnya keduanya pun bekerja sama sejak 2021, hingga akhirnya merampungkan proyek film ini pada 2024.
"Kami ingin mencari partner terbaik, yang benar-benar memiliki visi yang sama dengan Come and See Pictures, dan visi cerita yang mau kami sampaikan ke khalayak," ucapnya.
James Farrell selaku Vice President International Originals Amazon MGM Studios mengatakan kolaborasi ini menandai pencapaian penting bagi pihaknya, lantaran untuk pertama kalinya rumah produksi berlogo singa itu bekerja sama dengan perusahaan produksi film dari Asia Tenggara untuk perilisan film bioskop. Termasuk, menjadi kolaborasi pertama dengan Joko Anwar.
"Kami sangat antusias untuk mempersembahkan hasil kerja sama kami dengan tim Come and See Pictures menghidupkan visi unik Joko Anwar ke layar lebar bagi penonton Indonesia," katanya.
4. Set dunia film yang memukau
Berlatar di Indonesia pada 2027, film Pengepungan di Bukit Duri memperlihatkan suasana yang kacau ketika latar kota Jakarta mengalami sebuah kemunduran. Set sekolah SMA Bukit Duri yang menjadi salah satu latar dalam film dibangun di atas bangunan bersejarah, Laswi Heritage di Bandung.Dalam cerita, sekolah SMA Bukit Duri awalnya adalah penjara sehingga tim artistik harus mendesain dua kali. Pertama sebagai bekas penjara, kedua sebagai sekolah. Adapun, desainer produksi membangun sekitar 22 titik set sekolah mulai dari ruang kelas, ruang kepala sekolah, lorong, hingga ruang security.
Selain sekolah, ada pula set lain yang menunjukkan sebuah latar pecinan underground yang mengindikasikan sebuah kemunduran meski secara latar waktu terjadi di Indonesia masa depan. Banyak sampah berserakan, coretan di berbagai tempat umum, hingga dunia luar yang lebih berantakan.
"Lebih rusuh, lebih banyak orang yang berani mengekspresikan diri tapi tidak dengan cara yang benar. Jadi banyak terjadi perusakan di mana-mana. Total hari set-nya sendiri sekitar 2 minggu lebih, dengan 60–70 set builder. Jadi masing-masing ruangan kami coba bangun ceritanya," kata desainer produksi Dennis Sutanto.
Sementara itu sinematografer film, Jaisal Tanjung, mengungkapkan contrast menjadi pilihan utama untuk menentukan palet warna film. Warna-warna yang dipilih disesuaikan dengan para karakter di film dan sesuai dengan visi sutradara.
"Lebih ber-story telling dibanding membuat style-style yang berlebihan. Senatural dan seorganik mungkin, itu yang ingin kami capai. Rasanya, ketika orang menonton film ini, harapannya penonton fokus dengan karakter dan ceritanya," ujarnya.
5. Proses casting selama 4 bulan
Dibantu dengan casting director, Joko melakukan proses pencarian pemain film Pengepungan di Bukit Duri selama sekitar 4 bulan. Bahkan, dia mengaku sampai frustasi untuk mencari para pemain yang tepat, sesuai dengan kebutuhan cerita film. Proses pencarian pemainnya pun berlangsung ketat. Joko mengungkapkan bahwa untuk tiap karakter film ini, rata-rata ada sekitar 20 pemain yang melakukan audisi.Akhirnya, terpilih lah sejumlah aktor dan aktris muda berbakat yang membintangi film dengan judul bahasa Inggris The Siege at Thorn High itu, yakni Morgan Oey, Omara Esteghlal, Hana Malasan, Endy Arfian, Fatih Unru, Satine Zaneta, Dewa Dayana, dan Florian Rutters.
Selain itu, ada juga nama-nama lainnya seperti Faris Fadjar Munggaran, Sandy Pradana, Farandika, Raihan Khan, Sheila Kusnadi, Millo Taslim, dan Bima Azriel.
"Beberapa kali hampir frustasi karena enggak dapet. Tapi begitu mereka masuk ke ruang audisi, semua pemain ini bukan hanya bikin kami senang karena mendapatkan para pemain yang bisa memainkan karakter-karakter yang ada di skenario, tapi ternyata Indonesia punya talenta-talenta yang luar biasa," kata Joko.
Jadi gimana Genhype? Apakah kalian tertarik untuk menonton filmnya?
Baca Juga: Bayangan Distopia Joko Anwar tentang Dunia Pendidikan di Film Pengepungan di Bukit Duri
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.