KKN di Desa Penari menjadi film horor terlaris sepanjang masa (Sumber gambar : MD Pictures)

Cerita Rakyat Jadi Inspirasi, Berikut Sejarah Film Horor di Indonesia

19 May 2022   |   18:30 WIB
Image
Desyinta Nuraini Jurnalis Hypeabis.id

Film horor mulai menggeliat di bioskop seiring pelonggaran aktivitas masyarakat. Setelah suksesnya film KKN di Desa Penari, kini muncul pula kisah horor Sewu Dino dari utas Twitter yang mendapat sinyal akan diangkat ke layar lebar. Sewu Dino merupakan bahasa Jawa yang berarti Seribu Hari.

Kisah pengalaman horor tersebut juga dibagikan akun Twitter Simpel Man yang mencuatkan kisah KKN di Desa Penari. Para pengguna Twitter tampak antusias apabila Sewu Dino dibuat menjadi film. 

Keberadaan film horor nyatanya menjadi bagian dari sejarah perfilman Indonesia. Walaupun kualitasnya sempat naik turun, tetapi genre ini selalu mendapat tempat di tengah cinephile.

Baca juga: Ini 20 Film Horor Paling Menyeramkan Menurut Sains

Banyaknya folklor atau cerita rakyat, serta mitologi yang tumbuh dan berkembang tentang hal-hal supranatural sekalipun di zaman modern seperti sekarang ini, membuat film horor terus hidup. Para sineas yang bergulat di genre ini tinggal mengeksplorasi lebih mendalam dan membangun cerita yang  serta erat dengan kehidupan masyarakat Indonesia itu.

"Cerita horor salah satu sumber ide cerita film Indonesia. Kita banyak khasanah folklor, mitologi, dan kita punya perbendaharaan karakter supernatural yang kaya banget. Aku bikin inventaris ada 42 jenis hantu Indonesia," ujar Sutradara Joko Anwar saat dihubungi beberapa waktu lalu.

Menilik sejarahnya, perkembangan film horor di Indonesia hanya terpaut 38 tahun dari film horor pertama di dunia yang dibuat sineas asal Prancis Georges Méliès dengan Le Manoir du diable (Rumah Iblis) pada 1896.

Tepatnya pada 1926, seorang Tionghoa peranakan bernamakan The Teng Chun, mengangkat cerita klasik Tionghoa ke layar lebar berjudul Ouw Peh Tjoa atau Doea Siloeman Oeler Poeti en Item pada 1934. Sementara film Indonesia pertama yang dibuat dengan mengangkat kisah legenda rakyat Jawa Barat, berjudul Loetoeng Kasaroeng pada 1926. Itupun merupakan film bisu hitam-putih garapan orang asing, L. Heuveldorp dan G. Krugers.

"Ketika film Indonesia masih baru lahir, sudah ada film horor," sebut Joko.

Bisa dikatakan masa keemasan film Indonesia pun ditandai dengan masa keemasan film horor Indonesia. Bicara soal era golden age ini, Joko menyebut terjadi dalam beberapa rentang waktu.

Pertama, yakni pada 1940, sebelum Indonesia merdeka. Kala itu banyak film termasuk genre horor yang dibuat dan memberi pemasukan yang besar. Java Industrial Film, perusahaan milik Then Theng Chun saja bisa memproduksi 15 film, salah satunya Tengkorak Hidoep (1941) karya Tjoe Hock yang meledak di pasaran.

Selama rentang waktu 1970-1980, Joko menerangkan banyak film horor yang mendapat tempat di masyarakat, salah satunya Beranak dalam Kubur (1971) yang disutradarai Awaludin dan Ali Shahab.

"1980, golden age untuk film Indonesia dan film horor. Ada sejumlah film ikonik seperti Dikejar Dosa, Cincin Berdarah, Pengabdi Setan, Ratu Ilmu Hitam, Sundel Bolong, Malam Jumat Kliwon," tuturnya.

Film horor sempat redup pada 1990-an ketika banyak sineas yang tidak mengedepankan kualitas dan pembuatan film yang asal-asalan. Bisa dibilang film Indonesia mati suri termasuk film horor.

Joko menyebut pada 2001, Jelangkung membawa kembali penonton Indonesia ke bioskop. Sayangnya diikuti film horor Indonesia yang tidak dibekali dengan script, director, akting, dan lagi-lagi dibuat asal-asalan. Banyak film horor yang terlalu menjual sensualitas walaupun mereka sejatinya saling berkaitan.

"Sebenarnya horor dan sensualitas satu nafas tetapi tidak mengedepankan cerita yang baik," kata Joko.

Justru film Indonesia mencapai golden age kembali pada 2017. Sebut saja Danur, Pengabdi Setan, Sebelum Iblis Menjemput yang dibuat dengan produksi dan cerita yang baik hingga mendapat tempat di tengah masyarakat lokal hingga internasional.

Kesuksesan ini tentu tidak lepas dari adaptasi cerita yang berkembang di masyarakat dengan pengemasan yang apik. Belum lagi minat dari masyarakat Indonesia yang senang tontonan menghibur dengan sensasi kenikmatan sinematis.

"Pengalaman sinematis mengasyikkan ditawarkan film horor secara jujur. Tujuan film horor tentu membuat penonton merasa takut namun senang, film horor dibuat untuk sensasi hiburan yang murni," terang Joko.


Editor: Indyah Sutriningrum
 

SEBELUMNYA

Jalan Berbatu Netflix di Industri Video Streaming 

BERIKUTNYA

Sel Yumi dan Bobby Tampil Menggemaskan di Poster Terbaru Yumi's Cell 2

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: