Ini 5 Pasal yang Sedang Diuji Materi di MK Oleh 29 Musisi Indonesia
14 March 2025 |
21:30 WIB
Sebanyak 29 musisi terkenal di Indonesia yang tergabung dalam Gerakan VISI tengah mengajukan permohonan uji materi atau judicial review terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Mereka yang tergabung sebagai pemohon adalah Armand Maulana, Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Titi DJ, Judika, Bunga Citra Lestari (BCL), Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Nino RAN, Vidi Aldiano, Afgan, Ruth Sahanaya, Yuni Shara, Fadly Padi, Ikang Fawzi, Andien, Dewi Gita, Hedi Yunus, Mario Ginanjar, Teddy Adhytia, David Bayu, Tantri Kotak, Arda Naff, Ghea Indrawari, Rendy Pandugo, Gamaliel, dan Mentari Novel.
Dalam permohonan uji materi UU Hak Cipta yang terdapat di nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 tersebut, para pemohon menilai ada sejumlah pasal terkait hak cipta yang masih menimbulkan ketidakjelasan. Dalam dokumen ini, mereka mengajukan uji materi terhadap lima pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilainya bermasalah.
Baca juga: Once Ungkap Progres Revisi UU Hak Cipta di DPR RI
Pertama, para pemohon menyoroti Pasal 9 ayat (3) yang memuat larangan penggunaan lagu tanpa izin pencipta. Pasal tersebut selama ini kerap dijadikan dasar argumen bagi pencipta menyatakan larangan penggunaan atas lagu-lagu mereka.
Pasal 9 ayat (3) berbunyi: Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaian dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.
Kedua, para pemohon kemudian menyandingkan ayat tersebut dengan Pasal 23 Ayat (5). Sebab, di ayat tersebut, secara jelas disebutkan penggunaan hak cipta tanpa izin sebenarnya diperbolehkan, ketika dalam konteks pertunjukan.
Pasal 23 ayat (5) berbunyi: Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
Ketiga, pemohon juga menyoroti terkait praktik lisensi langsung yang belakangan cukup sering digaungkan. Atas dasar itu, pemohon pun meminta MK untuk menegaskan kembali Pasal 81 UU Hak Cipta.
Pasal 81 berbunyi: Kecuali yang diperjanjikan lain, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait dapat melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (21).
Keempat, para pemohon kemudian menyandingkan Pasal 81 dengan Pasal 87. Menurut pemohon, Pasal 87 telah dengan jelas menegaskan mekanisme lisensi dan royalti merupakan ranah LMK.
Pasal 87 ayat (1) berbunyi: Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota lembaga manajemen kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.
Kelima, para pemohon menyoroti Pasal 113 ayat (2) yang merujuk pada sebagian poin dalam Pasal 9. Dalam pasal hukuman atas pelanggaran hak cipta ini, para pemohon menyoroti dimasukannya klausul Pasal 9 ayat (1) huruf f. Pasal tersebut dianggap telah masuk ke wilayah performing rights, sehingga telah punya mekanisme sendiri melalui LMK.
Pasal 113 ayat (2) berbunyi: Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Dalam permohonan yang diajukan, para musisi menyoroti sering kali lima pasal tersebut dijadikan untuk menghukum pihak lain. Pasal tersebut pun dinilai perlu ditegaskan lagi maknanya.
“Hal ini menjadi isu hukum dalam praktik penggunaan karya cipta mengingat ketentuan Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta kerap digunakan oleh pihak-pihak lain dengan penafsiran yang berbeda, sehingga mengakibatkan ketidakpastian dalam praktiknya,” bunyi permohonan pemohon.
Dalam permohonannya, mereka juga menekankan ketidakjelasan terkait mekanisme perizinan dan pembayaran royalti, baik sebagai pencipta lagu maupun sebagai penyanyi. Mereka mempertanyakan apakah izin untuk membawakan lagu harus diperoleh langsung dari pencipta atau dapat dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Selain itu, gugatan tersebut juga menyoroti kemungkinan terjadinya konflik kepentingan akibat proses perizinan yang bergantung pada subjektivitas pencipta.
"Terlebih dengan adanya fakta bahwa kecenderungan pemberian izin dari pencipta bersifat subjektif (like and dislike), dan tidak semua pelaku pertunjukan memiliki kedekatan atau akses kepada pencipta untuk meminta izin," demikian bunyi gugatan tersebut.
Para pemohon berharap agar ekosistem musik ke depan bisa lebih adil. Sebab, sejatinya yang paling penting dari persoalan royalti ialah terciptanya kesejahteraan bersama tanpa adanya satu pun pihak yang dikesampingkan.
Baca juga: Ahmad Dhani Tanggapi Gugatan 29 Penyanyi Terkait UU Hak Cipta di MK
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Mereka yang tergabung sebagai pemohon adalah Armand Maulana, Ariel NOAH, Vina Panduwinata, Titi DJ, Judika, Bunga Citra Lestari (BCL), Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Nino RAN, Vidi Aldiano, Afgan, Ruth Sahanaya, Yuni Shara, Fadly Padi, Ikang Fawzi, Andien, Dewi Gita, Hedi Yunus, Mario Ginanjar, Teddy Adhytia, David Bayu, Tantri Kotak, Arda Naff, Ghea Indrawari, Rendy Pandugo, Gamaliel, dan Mentari Novel.
Dalam permohonan uji materi UU Hak Cipta yang terdapat di nomor 33/PUU/PAN.MK/AP3/03/2025 tersebut, para pemohon menilai ada sejumlah pasal terkait hak cipta yang masih menimbulkan ketidakjelasan. Dalam dokumen ini, mereka mengajukan uji materi terhadap lima pasal dalam UU Hak Cipta yang dinilainya bermasalah.
Baca juga: Once Ungkap Progres Revisi UU Hak Cipta di DPR RI
Pertama, para pemohon menyoroti Pasal 9 ayat (3) yang memuat larangan penggunaan lagu tanpa izin pencipta. Pasal tersebut selama ini kerap dijadikan dasar argumen bagi pencipta menyatakan larangan penggunaan atas lagu-lagu mereka.
Pasal 9 ayat (3) berbunyi: Setiap orang yang tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta dilarang melakukan penggandaian dan/atau penggunaan secara komersial ciptaan.
Kedua, para pemohon kemudian menyandingkan ayat tersebut dengan Pasal 23 Ayat (5). Sebab, di ayat tersebut, secara jelas disebutkan penggunaan hak cipta tanpa izin sebenarnya diperbolehkan, ketika dalam konteks pertunjukan.
Pasal 23 ayat (5) berbunyi: Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif.
Ketiga, pemohon juga menyoroti terkait praktik lisensi langsung yang belakangan cukup sering digaungkan. Atas dasar itu, pemohon pun meminta MK untuk menegaskan kembali Pasal 81 UU Hak Cipta.
Pasal 81 berbunyi: Kecuali yang diperjanjikan lain, pemegang hak cipta atau pemilik hak terkait dapat melaksanakan sendiri atau memberikan lisensi kepada pihak ketiga untuk melaksanakan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Pasal 23 ayat (2), Pasal 24 ayat (2), dan Pasal 25 ayat (21).
Keempat, para pemohon kemudian menyandingkan Pasal 81 dengan Pasal 87. Menurut pemohon, Pasal 87 telah dengan jelas menegaskan mekanisme lisensi dan royalti merupakan ranah LMK.
Pasal 87 ayat (1) berbunyi: Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota lembaga manajemen kolektif agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta dan hak terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial.
Kelima, para pemohon menyoroti Pasal 113 ayat (2) yang merujuk pada sebagian poin dalam Pasal 9. Dalam pasal hukuman atas pelanggaran hak cipta ini, para pemohon menyoroti dimasukannya klausul Pasal 9 ayat (1) huruf f. Pasal tersebut dianggap telah masuk ke wilayah performing rights, sehingga telah punya mekanisme sendiri melalui LMK.
Pasal 113 ayat (2) berbunyi: Setiap orang yang dengan tanpa hak dan/atau tanpa izin pencipta atau pemegang hak cipta melakukan pelanggaran hak ekonomi pencipta sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) huruf c, huruf d, huruf f, dan/atau huruf h untuk penggunaan secara komersial dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
Dalam permohonan yang diajukan, para musisi menyoroti sering kali lima pasal tersebut dijadikan untuk menghukum pihak lain. Pasal tersebut pun dinilai perlu ditegaskan lagi maknanya.
“Hal ini menjadi isu hukum dalam praktik penggunaan karya cipta mengingat ketentuan Pasal 9 ayat (3), Pasal 23 ayat (5), Pasal 81, Pasal 87 ayat (1), dan Pasal 113 ayat (2) UU Hak Cipta kerap digunakan oleh pihak-pihak lain dengan penafsiran yang berbeda, sehingga mengakibatkan ketidakpastian dalam praktiknya,” bunyi permohonan pemohon.
Dalam permohonannya, mereka juga menekankan ketidakjelasan terkait mekanisme perizinan dan pembayaran royalti, baik sebagai pencipta lagu maupun sebagai penyanyi. Mereka mempertanyakan apakah izin untuk membawakan lagu harus diperoleh langsung dari pencipta atau dapat dilakukan melalui Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN).
Selain itu, gugatan tersebut juga menyoroti kemungkinan terjadinya konflik kepentingan akibat proses perizinan yang bergantung pada subjektivitas pencipta.
"Terlebih dengan adanya fakta bahwa kecenderungan pemberian izin dari pencipta bersifat subjektif (like and dislike), dan tidak semua pelaku pertunjukan memiliki kedekatan atau akses kepada pencipta untuk meminta izin," demikian bunyi gugatan tersebut.
Para pemohon berharap agar ekosistem musik ke depan bisa lebih adil. Sebab, sejatinya yang paling penting dari persoalan royalti ialah terciptanya kesejahteraan bersama tanpa adanya satu pun pihak yang dikesampingkan.
Baca juga: Ahmad Dhani Tanggapi Gugatan 29 Penyanyi Terkait UU Hak Cipta di MK
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.