Ahmad Dhani Tanggapi Gugatan 29 Penyanyi Terkait UU Hak Cipta di MK
12 March 2025 |
21:00 WIB
Musisi Ahmad Dhani merespons penyanyi yang menggugat Undang-Undang (UU) Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi. Pentolan Dewa 19 itu menilai gugatan tersebut membuat para penyanyi seolah ingin menghindari izin kepada pencipta lagu serta tanggung jawab pembayaran royalti.
Pria yang akrab disapa Dhani itu menilai gugatan yang dilayangkan oleh 29 penyanyi terkait UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta kepada MK tersebut memiliki keinginan untuk mendapatkan dua fatwa dari MK.
Baca juga: Armand Maulana Hingga Bernadya Gugat UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi
Pertama, para penyanyi tidak perlu izin pencipta lagu untuk melakukan pertunjukan musik. Kedua, para penyanyi tidak perlu bertanggung jawab atas pembayaran royalti terkait penggunaan lagu.
"Menurut saya itu kekanak-kanakan," katanya lewat pesan singkat kepada Hypeabis.id, Rabu (12/3/2025).
Menurut Dhani, semua poin aturan yang tertuang dalam UU Hak Cipta sudah menjelaskan dengan terang beberapa hal. Pertama, pelaku pertunjukan itu adalah penyanyi. Kedua, penyanyi harus meminta izin pencipta saat membawakan lagu mereka. Ketiga, royalti performing rights harus dibayar pelaku pertunjukan (bukan event organizer).
Selain itu, dia juga menyinggung terkait polemik hak cipta dan royalti yang ramai disorot karena kasus pelanggaran hak cipta Ari Bias vs Agnez Mo. Polemik itu berawal dari putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang memenangkan penulis lagu Ari Bias pada 30 Januari 2025. Dalam putusan itu, Agnez Mo diwajibkan membayar denda sebesar Rp1,5 miliar.
"Hakim sudah memutuskan Agnez Mo bersalah karna tidak ada izin dan tidak melakukan pembayaran royalti pertunjukan," kata Dhani.
Diketahui, sebayak 29 penyanyi mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu terdaftar pada 7 Maret 2025. Seluruh penyanyi yang terdaftar sebagai pemohon itu sebagian besar merupakan solois dan vokalis band, mulai dari Armand Maulana, Ariel NOAH, hingga Nino RAN.
Kemudian, ada pula para solois seperti Judika, Bunga Citra Lestari, Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Vidi Aldiano, hingga Afgan yang turut menjadi pemohon. Beberapa penyanyi senior turut masuk daftar pemohon, mulai dari Vina Panduwinata, Ruth Sahanaya, Titi DJ, Ikang Fawzi, hingga Dewi Gita.
Sebagian besar penyanyi dalam daftar pemohon tersebut juga merupakan bagian dari asosiasi penyanyi baru bernama Vibrasi Suara Indonesia (VISI). Dikutip dari unggahan di akun Instagram resmi @vibrasisuaraindonesia, secara garis besar, terdapat 4 poin yang menjadi kegelisahan mereka, sehingga merasa perlu untuk mengajukan permohonan pengujian UU Hak Cipta, antara lain:
1. Apakah pelaku pertunjukan wajib untuk meminta izin secara langsung kepada pencipta lagu, untuk menampilkan ciptaan lagu tersebut dalam suatu pertunjukan (performing). Apakah untuk performing rights, penyanyi harus izin langsung dari pencipta lagu?
2. Para pemohon memahami adanya kewajiban membayar royalti performing rights atas penggunaan ciptaan komersial di suatu pertunjukan. Namun, siapa yang memiliki kewajiban untuk membayar royalti performing rights tersebut? Pelaku pertunjukan kah atau penyelenggara?
3. Para pemohon memahami bahwa Permenkumham nomor 9 tahun 2022 tentang Pelaksaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik mengatur variabel penentu tarif royalti dan kemudian dihimpun oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Namun, apakah pencipta bisa begitu saja menentukan sendiri tarif royalti performing rights atas ciptaannyaa dengan serta merta mengabaikan Permenkumham tersebut.
4. Apakah seseorang bisa begitu saja dipidanakan hanya semata-mata belum melaksanakan kewajibannya untuk membayar royalti performing rights ke LMKN, padahal menurut pemahaman para pemohon kewajiban tersebut merupakan kewajiban perdata?
Keempat poin yang menjadi kegelisahan para pemohon itu dinilai berpotensi penyalahgunaan hak oleh pencipta lagu terkait anacaman pidana akibat ketidakjelasan hukum. Termasuk, pembatasan dalam berkarya, ketidakpastian hukum dalam memperoleh izin dan membayar royalti, serta beban administrasi dan finansial yang berlebihan.
Selain itu, mereka mengajukan permohonan karena mengamati adanya isu hukum yang menimbulkan ketidakpastian dan berpotensi merugikan hak konstitusional mereka.
Beberapa contoh kasus yang mereka cantumkan dalam surat permohonan gugatan yakni grup band The Groove mendapat somasi dari Rieka Roeslan, Sammy Simorangkir yang disomasi Doadibadai, Agnez Mo yang digugat perdata oleh Ari Bias dan Once Mekel yang dilarang Ahmad Dhani bawakan lagu Dewa 19.
Adapun UU Hak Cipta yang diminta para musisi untuk dikaji ulang adalah materi pasal 9 ayat 3, pasal 23 ayat 5, pasal 81, pasal 87 ayat 1 dan pasal 113 ayat 2.
Dalam unggahannya, VISI menyebut langkah ini diharapkan dapat menjadi penengah untuk membuat situasi lebih terang benderang. Mereka juga menegaskan bahwa sejatinya tujuan mereka menempuh sikap ini adalah demi kesejahteraan bersama, tanpa adanya satu pun pihak yang dikesampingkan.
"Semoga dengan satu visi, kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih baik. Kami mendorong negara untuk hadir dan memberikan kepastian hukum yang berkeadilan," demikian tulis VISI.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Pria yang akrab disapa Dhani itu menilai gugatan yang dilayangkan oleh 29 penyanyi terkait UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta kepada MK tersebut memiliki keinginan untuk mendapatkan dua fatwa dari MK.
Baca juga: Armand Maulana Hingga Bernadya Gugat UU Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi
Pertama, para penyanyi tidak perlu izin pencipta lagu untuk melakukan pertunjukan musik. Kedua, para penyanyi tidak perlu bertanggung jawab atas pembayaran royalti terkait penggunaan lagu.
"Menurut saya itu kekanak-kanakan," katanya lewat pesan singkat kepada Hypeabis.id, Rabu (12/3/2025).
Menurut Dhani, semua poin aturan yang tertuang dalam UU Hak Cipta sudah menjelaskan dengan terang beberapa hal. Pertama, pelaku pertunjukan itu adalah penyanyi. Kedua, penyanyi harus meminta izin pencipta saat membawakan lagu mereka. Ketiga, royalti performing rights harus dibayar pelaku pertunjukan (bukan event organizer).
Selain itu, dia juga menyinggung terkait polemik hak cipta dan royalti yang ramai disorot karena kasus pelanggaran hak cipta Ari Bias vs Agnez Mo. Polemik itu berawal dari putusan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat yang memenangkan penulis lagu Ari Bias pada 30 Januari 2025. Dalam putusan itu, Agnez Mo diwajibkan membayar denda sebesar Rp1,5 miliar.
"Hakim sudah memutuskan Agnez Mo bersalah karna tidak ada izin dan tidak melakukan pembayaran royalti pertunjukan," kata Dhani.
Diketahui, sebayak 29 penyanyi mengajukan gugatan uji materi UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta ke Mahkamah Konstitusi. Gugatan itu terdaftar pada 7 Maret 2025. Seluruh penyanyi yang terdaftar sebagai pemohon itu sebagian besar merupakan solois dan vokalis band, mulai dari Armand Maulana, Ariel NOAH, hingga Nino RAN.
Kemudian, ada pula para solois seperti Judika, Bunga Citra Lestari, Rossa, Raisa, Nadin Amizah, Bernadya, Vidi Aldiano, hingga Afgan yang turut menjadi pemohon. Beberapa penyanyi senior turut masuk daftar pemohon, mulai dari Vina Panduwinata, Ruth Sahanaya, Titi DJ, Ikang Fawzi, hingga Dewi Gita.
Sebagian besar penyanyi dalam daftar pemohon tersebut juga merupakan bagian dari asosiasi penyanyi baru bernama Vibrasi Suara Indonesia (VISI). Dikutip dari unggahan di akun Instagram resmi @vibrasisuaraindonesia, secara garis besar, terdapat 4 poin yang menjadi kegelisahan mereka, sehingga merasa perlu untuk mengajukan permohonan pengujian UU Hak Cipta, antara lain:
1. Apakah pelaku pertunjukan wajib untuk meminta izin secara langsung kepada pencipta lagu, untuk menampilkan ciptaan lagu tersebut dalam suatu pertunjukan (performing). Apakah untuk performing rights, penyanyi harus izin langsung dari pencipta lagu?
2. Para pemohon memahami adanya kewajiban membayar royalti performing rights atas penggunaan ciptaan komersial di suatu pertunjukan. Namun, siapa yang memiliki kewajiban untuk membayar royalti performing rights tersebut? Pelaku pertunjukan kah atau penyelenggara?
3. Para pemohon memahami bahwa Permenkumham nomor 9 tahun 2022 tentang Pelaksaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan Musik mengatur variabel penentu tarif royalti dan kemudian dihimpun oleh Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN). Namun, apakah pencipta bisa begitu saja menentukan sendiri tarif royalti performing rights atas ciptaannyaa dengan serta merta mengabaikan Permenkumham tersebut.
4. Apakah seseorang bisa begitu saja dipidanakan hanya semata-mata belum melaksanakan kewajibannya untuk membayar royalti performing rights ke LMKN, padahal menurut pemahaman para pemohon kewajiban tersebut merupakan kewajiban perdata?
Keempat poin yang menjadi kegelisahan para pemohon itu dinilai berpotensi penyalahgunaan hak oleh pencipta lagu terkait anacaman pidana akibat ketidakjelasan hukum. Termasuk, pembatasan dalam berkarya, ketidakpastian hukum dalam memperoleh izin dan membayar royalti, serta beban administrasi dan finansial yang berlebihan.
Selain itu, mereka mengajukan permohonan karena mengamati adanya isu hukum yang menimbulkan ketidakpastian dan berpotensi merugikan hak konstitusional mereka.
Beberapa contoh kasus yang mereka cantumkan dalam surat permohonan gugatan yakni grup band The Groove mendapat somasi dari Rieka Roeslan, Sammy Simorangkir yang disomasi Doadibadai, Agnez Mo yang digugat perdata oleh Ari Bias dan Once Mekel yang dilarang Ahmad Dhani bawakan lagu Dewa 19.
Adapun UU Hak Cipta yang diminta para musisi untuk dikaji ulang adalah materi pasal 9 ayat 3, pasal 23 ayat 5, pasal 81, pasal 87 ayat 1 dan pasal 113 ayat 2.
Dalam unggahannya, VISI menyebut langkah ini diharapkan dapat menjadi penengah untuk membuat situasi lebih terang benderang. Mereka juga menegaskan bahwa sejatinya tujuan mereka menempuh sikap ini adalah demi kesejahteraan bersama, tanpa adanya satu pun pihak yang dikesampingkan.
"Semoga dengan satu visi, kita dapat bergerak menuju masa depan yang lebih baik. Kami mendorong negara untuk hadir dan memberikan kepastian hukum yang berkeadilan," demikian tulis VISI.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.