Menyelamatkan Batik Tulis Batang Warisan Budaya yang Terancam Punah
28 February 2025 |
13:00 WIB
Batik Tulis Batang, salah satu warisan budaya batik Indonesia, kini terancam punah. Batik yang telah dikembangkan secara turun-temurun ini menjadi bagian dari kehidupan masyarakat di berbagai desa di Kabupaten Batang, Jawa Tengah.
Setiap desa memiliki desain batik yang khas, yang secara umum terbagi menjadi dua gaya utama: batik pedalaman atau kratonan, seperti Batik Sogan Batangan, serta batik pesisiran, seperti Batik Rifa'iah, Batik Masinan, Batik Boresan, dan Batik Kramalan.
Baca juga: Upaya Revitalisasi Batik Tulis Batang yang Hampir Punah oleh SMKN 1 Warungasem
Menurut William Kwan, Direktur Institut Pluralisme Indonesia (IPI) sekaligus pakar batik, jumlah pengrajin Batik Batang kini semakin menyusut. Saat ini, hanya tersisa dua pembatik lansia yang masih membuat Batik Sogan Batangan, dua pembatik lansia untuk Batik Masin, serta sekitar 30 pembatik aktif Batik Rifa'iah dengan rentang usia 40-60 tahun.
"Hampir tidak terjadi regenerasi pembatik Batang selama 10 tahun terakhir," tuturnya.
Menurutnya, kurangnya promosi usaha Batik Batang di luar daerah Batang menjadi salah satu alasannya. Selama ini, pemasaran batik Batang hanya terkonsentrasi di dalam daerah Batang dan Pekalongan saja.
Selain itu, teknik pembatikan Batang masih mengandalkan kemampuan individual sehingga proses pembuatannya lama, bisa berbulan-bulan bahkan tahunan. Setiap helai batik tulis Batang dibuat secara tradisional dan mandiri oleh ibu-ibu pembatik.
Beda dengan batik pada umumnya di luar Batang yang dibuat oleh beberapa orang pembatik. Semuanya dibuat secara tradisional dengan teknik batik tulis dan batik cap. Tidak ada yang dibuat dengan teknik printing alias tekstil bermotif batik.
"Biasanya satu lembar kain batik, dibuat oleh beberapa pembatik sekaligus, orang pertama bikin pola utama dan orang kedua bikin detail, dan orang ketiga membuat motif kain belakangnya, nanti yang mewarnai dan merebus kain beda lagi," ujar William.
Meski demikian, hasil desain yang dibuat lebih beragam sehingga membuatnya sangat langka. Lantaran batik di Batang hanya dibuat oleh satu orang pembatik, setiap keluarga mengembangkan motifnya sendiri yang sulit ditiru, bahkan antar desa bisa memiliki motif batik berbeda-beda.
Belum lagi, harga jual Batik Tulis Batang terbilang relatif rendah. Menurut William, ini kurang sepadan dengan tingginya biaya pembuatannya. Harganya saat ini berkisar antara Rp1-5 juta.
Berdasarkan kualitas pembatikan, Batik Tulis Batang dibuat dalam kualitas biasa, sedang, halus dan premium dengan waktu pembuatan berkisar dari satu bulan sampai lebih dari satu tahun.
Terakhir, yang paling memprihatinkan yakni hampir tidak adanya minat generasi muda untuk melanjutkan profesi pembatik tulis di Batang.
"Tanpa upaya revitalisasi budaya dan usaha batik Batang melalui kolaborasi antar pihak-pihak yang peduli, Batik Tulis Batang diperkirakan segera punah dalam waktu kurang lebih 10-20 tahun," katanya.
Melakukan kolaborasi antar berbagai pihak seperti pemerintah, komunitas, pengusaha/industri, lembaga pendidikan dan media, sangat penting untuk pelestarian dan pengembangan kembali Batik Tulis Batang.
Kolaborasi dengan lembaga pendidikan melalui pendidikan batik menjadi strategi untuk regenerasi para pembatik muda. Pelatihan dan pendampingan bagi generasi muda di Batang telah berjalan sejak Mei 2024 bertempat di SMKN 1 Warungasem sebagai aktivasi teaching factory (TEFA).
Melalui aktivasi TEFA SMKN 1 Warungasem, sekolah sebagai institusi pendidikan berusaha untuk turut berkontribusi sebagai fasilitator pengembangan kolaborasi pendidikan budaya dan ekonomi kreatif batik antar sekolah dan lintas institusi di Batang yang diharapkan dapat membantu upaya revitalisasi batik Batang.
Aktivasi TEFA juga melibatkan kolaborasi pembelajaran antar sekolah dengan melibatkan 7 sekolah setingkat SLTA di Kabupaten Batang. Beberapa di antaranya seperti SMKN 1 Warungasem, SMKN 1 Batang, SMK PGRI, SMAN 2 Batang, SMAN Wonotunggal, SLB Negeri Batang dan MAN Batang).
"Pelatihan desain fesyen, desain batik dan digital marketing mulai diberikan kepada para siswa SLTA. Batik akan dimasukkan sebagai bagian kurikulum pembelajaran di sekolah. Para siswa juga difasilitasi untuk belajar langsung kepada para pembatik tulis Batang," kata William.
Tak sampai di sana, dukungan eksternal juga diupayakan untuk pelestarian Batik Batang. Hal ini, misalnya, tampak pada dukungan Konsorsium Pengusaha Peduli Sekolah Vokasi Indonesia yang memberikan bantuan berupa proyek peningkatan Fasilitas TEFA.
Dalam Gedung TEFA ditampilkan karya-karya batik oleh generasi muda Batang. Ada sebuah runway (catwalk) yang dilengkapi delapan lampu par, yang menjadi ajang penampilan siswi-siswi SMKN 1 Warungasem untuk menunjukkan karya-karya batik mereka.
Selain itu, dilakukan juga pelatihan desain untuk para guru Tata Busana SMKN 1 Warungasem oleh para desainer berbakat dari Indonesia Fashion Chamber (IFC), Jakarta.
Dukungan lainnya untuk revitalisasi batik, antara lain kerjasama dengan Institut Pluralisme Indonesia (IPI) yang telah bermitra dengan SMKN 1 Warungasem sejak 2015. Program kemitraan yang sedang berlangsung adalah Batik Bhinneka Tunggal Ika (BBTI), sebuah pembelajaran batik bersama antar siswa SLTA di Kabupaten Batang dan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) dan Kota Jambi (Provinsi Jambi).
Pemerintah Kabupaten Batang, Jawa Tengah mengapresiasi pihak-pihak yang telah melakukan berbagai upaya untuk merevitalisasi batik tulis Batang.
Wakil Bupati Batang, Suyono, menyampaikan rasa terima kasihnya pada Institut Pluralisme Indonesia yang telah memberikan pendidikan dan pendampingan kepada para pembatik generasi muda.
"Kami akan support pada kegiatan-kegiatan yang mendorong terhadap kecintaan batik, kami persilakan semua orang untuk mengajukan bantuan untuk memajukan teknik membatik atau karya membatik agar batik tidak punah," katanya.
Lebih lanjut, dia juga mengimbau generasi muda untuk meningkatkan kecintaan pada batik agar terhindar dari kepunahan, seiring dengan semakin sedikitnya jumlah perajin batik di era modern. Menurutnya, saat ini masih banyak siswa sekolah menengah yang tidak memahami batik, padahal hasil karya membatik memiliki nilai ekonomi tinggi.
Pemkab, juga siap memfasilitasi pelatihan membatik untuk generasi muda dan melakukan promosi untuk daerah-daerah yang ingin menyelenggarakan pameran batik. "Kami akan menghadirkan kerajinan batik dalam ajang promosi atau pameran, serta mengajak perusahaan-perusahaan di daerah ini untuk memakai busana batik pada hari tertentu," pungkasnya.
Baca juga: Mengenal Batik Batang yang Kental dengan Sejarah Ajaran Agama Islam
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Setiap desa memiliki desain batik yang khas, yang secara umum terbagi menjadi dua gaya utama: batik pedalaman atau kratonan, seperti Batik Sogan Batangan, serta batik pesisiran, seperti Batik Rifa'iah, Batik Masinan, Batik Boresan, dan Batik Kramalan.
Baca juga: Upaya Revitalisasi Batik Tulis Batang yang Hampir Punah oleh SMKN 1 Warungasem
Menurut William Kwan, Direktur Institut Pluralisme Indonesia (IPI) sekaligus pakar batik, jumlah pengrajin Batik Batang kini semakin menyusut. Saat ini, hanya tersisa dua pembatik lansia yang masih membuat Batik Sogan Batangan, dua pembatik lansia untuk Batik Masin, serta sekitar 30 pembatik aktif Batik Rifa'iah dengan rentang usia 40-60 tahun.
"Hampir tidak terjadi regenerasi pembatik Batang selama 10 tahun terakhir," tuturnya.
Menurutnya, kurangnya promosi usaha Batik Batang di luar daerah Batang menjadi salah satu alasannya. Selama ini, pemasaran batik Batang hanya terkonsentrasi di dalam daerah Batang dan Pekalongan saja.
William Kwan (Sumber Foto: Gema Warta Sembilan)
Selain itu, teknik pembatikan Batang masih mengandalkan kemampuan individual sehingga proses pembuatannya lama, bisa berbulan-bulan bahkan tahunan. Setiap helai batik tulis Batang dibuat secara tradisional dan mandiri oleh ibu-ibu pembatik.
Beda dengan batik pada umumnya di luar Batang yang dibuat oleh beberapa orang pembatik. Semuanya dibuat secara tradisional dengan teknik batik tulis dan batik cap. Tidak ada yang dibuat dengan teknik printing alias tekstil bermotif batik.
"Biasanya satu lembar kain batik, dibuat oleh beberapa pembatik sekaligus, orang pertama bikin pola utama dan orang kedua bikin detail, dan orang ketiga membuat motif kain belakangnya, nanti yang mewarnai dan merebus kain beda lagi," ujar William.
Meski demikian, hasil desain yang dibuat lebih beragam sehingga membuatnya sangat langka. Lantaran batik di Batang hanya dibuat oleh satu orang pembatik, setiap keluarga mengembangkan motifnya sendiri yang sulit ditiru, bahkan antar desa bisa memiliki motif batik berbeda-beda.
Belum lagi, harga jual Batik Tulis Batang terbilang relatif rendah. Menurut William, ini kurang sepadan dengan tingginya biaya pembuatannya. Harganya saat ini berkisar antara Rp1-5 juta.
Berdasarkan kualitas pembatikan, Batik Tulis Batang dibuat dalam kualitas biasa, sedang, halus dan premium dengan waktu pembuatan berkisar dari satu bulan sampai lebih dari satu tahun.
Terakhir, yang paling memprihatinkan yakni hampir tidak adanya minat generasi muda untuk melanjutkan profesi pembatik tulis di Batang.
"Tanpa upaya revitalisasi budaya dan usaha batik Batang melalui kolaborasi antar pihak-pihak yang peduli, Batik Tulis Batang diperkirakan segera punah dalam waktu kurang lebih 10-20 tahun," katanya.
Upaya Mempertahankan Eksistensi Batik Tulis Batang
William Kwan memaparkan, penting sekali melakukan upaya-upaya untuk melestarikan Batik Tulis Batang supaya tidak punah. Misalnya memfasilitasi para pembatik potensial di Batang untuk meningkatkan kapasitas mereka di bidang usaha, teknik, desain dan pengetahuan budaya batik.Melakukan kolaborasi antar berbagai pihak seperti pemerintah, komunitas, pengusaha/industri, lembaga pendidikan dan media, sangat penting untuk pelestarian dan pengembangan kembali Batik Tulis Batang.
Kolaborasi dengan lembaga pendidikan melalui pendidikan batik menjadi strategi untuk regenerasi para pembatik muda. Pelatihan dan pendampingan bagi generasi muda di Batang telah berjalan sejak Mei 2024 bertempat di SMKN 1 Warungasem sebagai aktivasi teaching factory (TEFA).
Melalui aktivasi TEFA SMKN 1 Warungasem, sekolah sebagai institusi pendidikan berusaha untuk turut berkontribusi sebagai fasilitator pengembangan kolaborasi pendidikan budaya dan ekonomi kreatif batik antar sekolah dan lintas institusi di Batang yang diharapkan dapat membantu upaya revitalisasi batik Batang.
Fashion Show Siswi SMKN 1 Warungasem (Sumber Foto: Gema Warta Sembilan)
Aktivasi TEFA juga melibatkan kolaborasi pembelajaran antar sekolah dengan melibatkan 7 sekolah setingkat SLTA di Kabupaten Batang. Beberapa di antaranya seperti SMKN 1 Warungasem, SMKN 1 Batang, SMK PGRI, SMAN 2 Batang, SMAN Wonotunggal, SLB Negeri Batang dan MAN Batang).
"Pelatihan desain fesyen, desain batik dan digital marketing mulai diberikan kepada para siswa SLTA. Batik akan dimasukkan sebagai bagian kurikulum pembelajaran di sekolah. Para siswa juga difasilitasi untuk belajar langsung kepada para pembatik tulis Batang," kata William.
Tak sampai di sana, dukungan eksternal juga diupayakan untuk pelestarian Batik Batang. Hal ini, misalnya, tampak pada dukungan Konsorsium Pengusaha Peduli Sekolah Vokasi Indonesia yang memberikan bantuan berupa proyek peningkatan Fasilitas TEFA.
Dalam Gedung TEFA ditampilkan karya-karya batik oleh generasi muda Batang. Ada sebuah runway (catwalk) yang dilengkapi delapan lampu par, yang menjadi ajang penampilan siswi-siswi SMKN 1 Warungasem untuk menunjukkan karya-karya batik mereka.
Selain itu, dilakukan juga pelatihan desain untuk para guru Tata Busana SMKN 1 Warungasem oleh para desainer berbakat dari Indonesia Fashion Chamber (IFC), Jakarta.
Dukungan lainnya untuk revitalisasi batik, antara lain kerjasama dengan Institut Pluralisme Indonesia (IPI) yang telah bermitra dengan SMKN 1 Warungasem sejak 2015. Program kemitraan yang sedang berlangsung adalah Batik Bhinneka Tunggal Ika (BBTI), sebuah pembelajaran batik bersama antar siswa SLTA di Kabupaten Batang dan Kabupaten Magelang (Provinsi Jawa Tengah) dan Kota Jambi (Provinsi Jambi).
Pemerintah Kabupaten Batang, Jawa Tengah mengapresiasi pihak-pihak yang telah melakukan berbagai upaya untuk merevitalisasi batik tulis Batang.
Wakil Bupati Batang, Suyono, menyampaikan rasa terima kasihnya pada Institut Pluralisme Indonesia yang telah memberikan pendidikan dan pendampingan kepada para pembatik generasi muda.
"Kami akan support pada kegiatan-kegiatan yang mendorong terhadap kecintaan batik, kami persilakan semua orang untuk mengajukan bantuan untuk memajukan teknik membatik atau karya membatik agar batik tidak punah," katanya.
Lebih lanjut, dia juga mengimbau generasi muda untuk meningkatkan kecintaan pada batik agar terhindar dari kepunahan, seiring dengan semakin sedikitnya jumlah perajin batik di era modern. Menurutnya, saat ini masih banyak siswa sekolah menengah yang tidak memahami batik, padahal hasil karya membatik memiliki nilai ekonomi tinggi.
Pemkab, juga siap memfasilitasi pelatihan membatik untuk generasi muda dan melakukan promosi untuk daerah-daerah yang ingin menyelenggarakan pameran batik. "Kami akan menghadirkan kerajinan batik dalam ajang promosi atau pameran, serta mengajak perusahaan-perusahaan di daerah ini untuk memakai busana batik pada hari tertentu," pungkasnya.
Baca juga: Mengenal Batik Batang yang Kental dengan Sejarah Ajaran Agama Islam
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.