Seniman Lintas Generasi Gelar Pameran Marhaban ya Ramadan di Neo Gallery
26 February 2025 |
06:00 WIB
Momen Ramadan sepertinya membawa keberkahan tersendiri bagi sejumlah seniman di Indonesia. Sebab, mereka menyambut bulan mulia itu dengan menggelar pameran seni rupa bertajuk Marhaban ya Ramadan di Neo Gallery, Jakarta pada 22 Februari sampai 9 Maret 2025.
Total terdapat 15 seniman yang memeriahkan seteleng grup ini. Semuanya membawa lukisan kaligrafi bernapaskan Islam yang dituang ke atas kanvas, kertas, hingga kain dengan pendekatan tradisional hingga kontemporer, baik dalam wujud dwimatra dan trimatra.
Baca juga: Pameran Seni Rongka Bertema Mistika: Meraba yang Terlihat, Menalar yang Gaib
Kurator pameran, Okky Madasari mengatakan, sebagai sebuah kesatuan, seteleng ini berhasil menciptakan 'sejarah kecil' dalam skala sejarah seni rupa di Indonesia dengan menghadirkan berbagai keunikan, terobosan dan inovasi dalam langgam kaligrafi Islam.
Menurutnya, para seniman berhasil menunjukkan bagaimana seni Islam, yang datang bersama agama dari Timur Tengah menyatu dengan budaya dan semangat lokal. Kelak momen itulah yang akan menjadi catatan kaki sejarah seni di Indonesia dari sudut pandang seni kaligrafi.
Lain dari itu, sejumlah seniman juga tak lupa turut menyuarakan penderitaan Palestina yang berlangsung tanpa henti akibat kebiadaban Israel. Lewat kaligrafi ini, mereka seolah mengirim harapan dan doa agar bangsa tersebut segera mendapatkan keadilan dan kemerdekaan.
"Dari sisi individu, setiap karya menarik kita untuk sejenak tenggelam dalam pengalaman keindahan spiritualitas seraya merasakan semangat gugatan akan terwujudnya dunia yang berkeadilan," tulisnya dalam pengantar pameran.
Karya Agus Baqul misal, yang mengusung corak berbeda dengan para pendahulunya. Mengetengahkan palet berwarna ngejreng, Agus memboyong karya bertajuk “Hasbunallah wa Ni'mal Wakil” dan “Doa Mohon Pertolongan”. Kedua karya berdimensi 140 X 180 cm, ini juga ditujukan sebagai doa untuk Palestina.
Pada kedua karya tersebut sang seniman juga menampilkan goresan kaligrafi dengan teknik yang cukup rumit. Ada lapisan cat yang tumpang tindih, sehingga memberi gradasi warna yang kontras antara aksara Arab di bagian muka, dan bayangan lain di baliknya. Bleber cat yang mengalir juga memberi estetika lain.
Memasuki ruang lain, Genhype juga akan bertemu dengan karya sejumlah seniman kaligrafi perempuan seperti Anis Affandi dan Fatwa Amalia. Anis, tampil lewat karya bertajuk “Message in the Bottle”, yang meskipun, kontradiktif bakal memberi pemahaman baru bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam memandang perbedaan.
Dalam karyanya, Anis membuat kaligrafi di atas kertas yang kemudian dimasukan dalam senarai botol minuman keras. Sejumlah botol tersebut juga masih memiliki merek atau label minuman jenis tertentu. Namun, keganjilan-keganjilan inilah yang justru mengajak pengunjung untuk memaknai atau menafsir hubungan dengan liyan.
"Instalasi ini berusaha memotret keragaman dalam masyarakat. Keberagaman budaya, agama, ras, etnik, dan golongan seharusnya dapat menjadi dasar untuk berdampingan untuk saling menghargai, alih-alih sebaliknya," tulisnya dalam deskripsi karya.
Seniman senior Yusuf Susilo Hartono juga tampil dengan karya lewat pendekatan yang lebih spiritual. Seniman yang juga jurnalis itu memboyong karya bertajuk “Bulan Sabit di Palestina”, yang secara eksplisit menggambarkan penderitaan rakyat Palestina dengan warna merah, simbol dari pertumpahan darah.
Dalam karyanya yang lain, Yusuf juga meminjam adagium cogito ergo sum milik Descartes, untuk menamai lukisannya “Aku Berdzikir, Maka Aku Ada”. Lewat karya ini Yusuf seolah sedang menunjukkan bagaimana dzikir bagi umat Islam adalah wujud eksistensi yang memberi makna dalam keberadaan-Nya di dunia.
Baca juga: Bawa Karya Gigantik, Arkiv Vilmansa Soroti Isu Biota Laut Indonesia Lewat Pameran di Galnas
Okky mengungkap, secara keseluruhan pameran ini juga meruntuhkan narasi bahwa seni rupa Islam hanyalah mengenai reproduksi aksara Arab, garis-garis geometris, pohon-pohon dan bayangan makhluk hidup. Lebih dari itu, lukisan-lukisan dalam pameran ini justru membuktikan bahwa seni Islam, atau lebih tepatnya, seni rupa Islam di Indonesia, lebih dari hanya sekedar aksara atau bentuk.
"Seni rupa Islam di Indonesia adalah tentang hidup dan kehidupan sebagai apa yang diajarkan Islam itu sendiri. Pameran ini sedikit banyak juga merangkum perjalanan seni rupa Islam kontemporer Indonesia dan kemungkinan-kemungkinan baru yang menyertainya," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Total terdapat 15 seniman yang memeriahkan seteleng grup ini. Semuanya membawa lukisan kaligrafi bernapaskan Islam yang dituang ke atas kanvas, kertas, hingga kain dengan pendekatan tradisional hingga kontemporer, baik dalam wujud dwimatra dan trimatra.
Baca juga: Pameran Seni Rongka Bertema Mistika: Meraba yang Terlihat, Menalar yang Gaib
Kurator pameran, Okky Madasari mengatakan, sebagai sebuah kesatuan, seteleng ini berhasil menciptakan 'sejarah kecil' dalam skala sejarah seni rupa di Indonesia dengan menghadirkan berbagai keunikan, terobosan dan inovasi dalam langgam kaligrafi Islam.
Menurutnya, para seniman berhasil menunjukkan bagaimana seni Islam, yang datang bersama agama dari Timur Tengah menyatu dengan budaya dan semangat lokal. Kelak momen itulah yang akan menjadi catatan kaki sejarah seni di Indonesia dari sudut pandang seni kaligrafi.
Lain dari itu, sejumlah seniman juga tak lupa turut menyuarakan penderitaan Palestina yang berlangsung tanpa henti akibat kebiadaban Israel. Lewat kaligrafi ini, mereka seolah mengirim harapan dan doa agar bangsa tersebut segera mendapatkan keadilan dan kemerdekaan.
"Dari sisi individu, setiap karya menarik kita untuk sejenak tenggelam dalam pengalaman keindahan spiritualitas seraya merasakan semangat gugatan akan terwujudnya dunia yang berkeadilan," tulisnya dalam pengantar pameran.
Karya Agus Baqul bertajuk “Hasbunallah wa Ni'mal Wakil” dan “Doa Mohon Pertolongan” dalam pameran Marhaban ya Ramadan di Neo Gallery , Jakarta. (sumber gambar: Hypeabis.id/Prasetyo Agung Ginanjar)
Pada kedua karya tersebut sang seniman juga menampilkan goresan kaligrafi dengan teknik yang cukup rumit. Ada lapisan cat yang tumpang tindih, sehingga memberi gradasi warna yang kontras antara aksara Arab di bagian muka, dan bayangan lain di baliknya. Bleber cat yang mengalir juga memberi estetika lain.
Memasuki ruang lain, Genhype juga akan bertemu dengan karya sejumlah seniman kaligrafi perempuan seperti Anis Affandi dan Fatwa Amalia. Anis, tampil lewat karya bertajuk “Message in the Bottle”, yang meskipun, kontradiktif bakal memberi pemahaman baru bagaimana seharusnya manusia bersikap dalam memandang perbedaan.
Dalam karyanya, Anis membuat kaligrafi di atas kertas yang kemudian dimasukan dalam senarai botol minuman keras. Sejumlah botol tersebut juga masih memiliki merek atau label minuman jenis tertentu. Namun, keganjilan-keganjilan inilah yang justru mengajak pengunjung untuk memaknai atau menafsir hubungan dengan liyan.
"Instalasi ini berusaha memotret keragaman dalam masyarakat. Keberagaman budaya, agama, ras, etnik, dan golongan seharusnya dapat menjadi dasar untuk berdampingan untuk saling menghargai, alih-alih sebaliknya," tulisnya dalam deskripsi karya.
Seniman senior Yusuf Susilo Hartono juga tampil dengan karya lewat pendekatan yang lebih spiritual. Seniman yang juga jurnalis itu memboyong karya bertajuk “Bulan Sabit di Palestina”, yang secara eksplisit menggambarkan penderitaan rakyat Palestina dengan warna merah, simbol dari pertumpahan darah.
Dalam karyanya yang lain, Yusuf juga meminjam adagium cogito ergo sum milik Descartes, untuk menamai lukisannya “Aku Berdzikir, Maka Aku Ada”. Lewat karya ini Yusuf seolah sedang menunjukkan bagaimana dzikir bagi umat Islam adalah wujud eksistensi yang memberi makna dalam keberadaan-Nya di dunia.
Baca juga: Bawa Karya Gigantik, Arkiv Vilmansa Soroti Isu Biota Laut Indonesia Lewat Pameran di Galnas
Okky mengungkap, secara keseluruhan pameran ini juga meruntuhkan narasi bahwa seni rupa Islam hanyalah mengenai reproduksi aksara Arab, garis-garis geometris, pohon-pohon dan bayangan makhluk hidup. Lebih dari itu, lukisan-lukisan dalam pameran ini justru membuktikan bahwa seni Islam, atau lebih tepatnya, seni rupa Islam di Indonesia, lebih dari hanya sekedar aksara atau bentuk.
"Seni rupa Islam di Indonesia adalah tentang hidup dan kehidupan sebagai apa yang diajarkan Islam itu sendiri. Pameran ini sedikit banyak juga merangkum perjalanan seni rupa Islam kontemporer Indonesia dan kemungkinan-kemungkinan baru yang menyertainya," katanya.
Editor: Fajar Sidik
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.