Kapan Mobil Swakemudi Mengaspal di Indonesia? Ini kata Produsen & Pengamat
25 February 2025 |
07:00 WIB
Industri otomotif terus berevolusi. Sejak kali pertama prototype mobil ditemukan pada abad ke-18, sejumlah produsen mobil terus berinovasi dengan berbagi cara. Kiwari, perusahan otomotif dunia juga mulai mengembangkan autonomous vehicle atau mobil otonom, atau swakemudi.
Beberapa waktu terakhir, mobil swakemudi memang menjadi perbincangan hangat di industri mobil otomotif. Mobil tanpa kemudi alias sopir ini bahkan telah banyak diuji coba di sejumlah negara dengan mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan atau AI.
Baca juga: Kapan Mobil Otonom Jadi Kendaraan Mainstream di Indonesia?
Direktur Inovasi Bisnis, Penjualan, dan Pemasaran PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy mengatakan, pengintegrasian AI dalam mobil otonom adalah keniscayaan. Oleh karena itu berbagi inovasi untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan juga terus dilakukan.
Namun, selain faktor keamanan, para produsen dunia, menurutnya juga berbenturan dengan regulasi yang ketat. Sebab, selain infrastruktur yang belum terbentuk dengan baik, tingkat kepercayaan pengguna terhadap mobil ini juga masih perlu dipupuk.
Kondisi lalu lintas yang padat dan infrastruktur yang beragam berpotensi menghambat akurasi teknologi ini. Implementasi data lokal dan model AI yang belum optimal di setiap negara, juga menjadi salah satu tantangan bagi sejumlah produsen mobil.
"Honda Global melihat persaingan sebagai pendorong inovasi. Dengan fondasi robotik yang kuat (ASIMO), kami terus berinvestasi dalam R&D untuk fitur keselamatan, kenyamanan, dan sistem otonom di industri otomotif," katanya.
Salah satu fokus mereka saat ini, papar Yusak, adalah terus melakukan riset dengan berbagai pendekatan dan inovasi. Semua ini merupakan kelanjutan dari sejarah robotik Honda, yang dimulai dari pengembangan ASIMO, yang berfungsi mengasah kemampuan sensor dan pengambilan keputusan secara real-time.
Di Indonesia, dia juga mulai terlihat tren positif di kalangan konsumen. Menurutnya, fitur AI seperti Honda Sensing dan inovasi ASIMO OS di Zero Series mulai diapresiasi, meskipun masih ada kekhawatiran terkait infrastruktur dan regulasi yang saat ini terus digodok.
Infrastruktur juga masih menjadi tantangan utama yang perlu segera ditingkatkan. Terutama terkait jaringan 5G, komunikasi real-time, sistem manajemen lalu lintas, standarisasi, dan perbaikan kualitas jalan agar kompatibel dengan sensor dan AI.
Terpisah, Marketing Director PT Toyota Astra Motor Anton Jimmi Suwandy juga sepakat bahwa tantangan terbesar menghadirkan mobil otonom di Indonesia adalah infrastrukturnya yang belum siap. Terlebih jika teknologi full otonom nanti akan diimplementasikan di jalan raya.
Anton menjelaskan, saat ini teknologi yang telah diimplementasikan baru sebatas semi-otonom. Di produk keluaran Toyota, fitur tersebut hadir lewat teknologi Active Safety Feature Toyota Safety Sense (TSS), di mana mobil bisa melakukan berbagai manuver meski pengendara harus memegang kendali penuh pada stir.
"Kini hampir seluruh pabrikan mobil telah mengimplementasikan active safety features-nya masing-masing. Teknologi ini tidak hanya berkontribusi pada keselamatan pengendara, tetapi juga pengguna jalan lain bahkan pejalan kaki atau pesepeda," katanya.
Sejumlah produsen otomotif dunia memang terus berinovasi dengan mengeluarkan produk tercanggih mereka. Setelah demam kendaraan listrik, kini mobil otonom mulai meruyak. Namun, survei AAA justru menunjukkan bahwa para produsen harus bermanuver untuk meningkatkan masyarakat.
Berdasarkan hasil riset AAA, mayoritas pengemudi di Amerika Serikat masih takut untuk mengoperasikan mobil ini. Sebanyak 66 persen dari 1.010 responden yang mereka wawancara masih gamang terhadap teknologi tersebut, sedangkan 25 persen lainnya mengungkapkan ketidakyakinan akan mobil otonom.
Pengamat otomotif Bebin Djuana mengatakan, mengaspalnya mobil otonom di jalanan umum masih membutuhkan waktu. Untuk skala global dengan perkembangan AI dan kemampuan satelit pemetaan trafik terhadap mobil ini memang bakal semakin akurat, akan tetapi belum semua negara bisa menerapkannya.
Sementara itu, di Indonesia, pengoperasian mobil ini juga masih dibutuhkan waktu yang lebih panjang. Sebab, dari segi kesiapan infrastruktur seperti sarana rambu lalu lintas belum memadai. Dari segi etika dan disiplin berlalu lintas, literasi masyarakat di Indonesia juga tergolong masih rendah.
Selain itu, banyak wilayah di Indonesia yang belum memiliki standar rambu lalu lintas yang seragam dan berstandar internasional. Misalnya, dari zebra cross, warna pembatas jalan, dan lainnya. Jika tidak ada keseragaman, mobil otonom akan kesulitan membaca data-data tersebut.
Bebin menjelaskan preferensi masyarakat di Tanah Air memang menyukai sesuatu yang baru walaupun belum tentu mampu atau bisa memanfaatkannya. Dengan kondisi situasi saat ini Indonesia menurutnya mobil otonom belum bisa diimplementasikan, terlebih dengan belum meratanya jaringan internet di pelosok.
"Inovasi saat ini sudah cukup maju, tapi belum berani mengandalkannya 100 persen. Terutama di kota-kota yang padat trafiknya. Kalau sebagai safety pendukung sudah cukup mumpuni saat ini, melihat kecepatan respon dan akurasinya," katanya.
Baca juga: Survey Menunjukkan Mayoritas Warga Amerika Serikat Khawatir Dengan Mobil Otonom
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Beberapa waktu terakhir, mobil swakemudi memang menjadi perbincangan hangat di industri mobil otomotif. Mobil tanpa kemudi alias sopir ini bahkan telah banyak diuji coba di sejumlah negara dengan mengintegrasikan teknologi kecerdasan buatan atau AI.
Baca juga: Kapan Mobil Otonom Jadi Kendaraan Mainstream di Indonesia?
Direktur Inovasi Bisnis, Penjualan, dan Pemasaran PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy mengatakan, pengintegrasian AI dalam mobil otonom adalah keniscayaan. Oleh karena itu berbagi inovasi untuk meningkatkan kenyamanan dan keselamatan juga terus dilakukan.
Namun, selain faktor keamanan, para produsen dunia, menurutnya juga berbenturan dengan regulasi yang ketat. Sebab, selain infrastruktur yang belum terbentuk dengan baik, tingkat kepercayaan pengguna terhadap mobil ini juga masih perlu dipupuk.
Kondisi lalu lintas yang padat dan infrastruktur yang beragam berpotensi menghambat akurasi teknologi ini. Implementasi data lokal dan model AI yang belum optimal di setiap negara, juga menjadi salah satu tantangan bagi sejumlah produsen mobil.
"Honda Global melihat persaingan sebagai pendorong inovasi. Dengan fondasi robotik yang kuat (ASIMO), kami terus berinvestasi dalam R&D untuk fitur keselamatan, kenyamanan, dan sistem otonom di industri otomotif," katanya.
Salah satu fokus mereka saat ini, papar Yusak, adalah terus melakukan riset dengan berbagai pendekatan dan inovasi. Semua ini merupakan kelanjutan dari sejarah robotik Honda, yang dimulai dari pengembangan ASIMO, yang berfungsi mengasah kemampuan sensor dan pengambilan keputusan secara real-time.
Di Indonesia, dia juga mulai terlihat tren positif di kalangan konsumen. Menurutnya, fitur AI seperti Honda Sensing dan inovasi ASIMO OS di Zero Series mulai diapresiasi, meskipun masih ada kekhawatiran terkait infrastruktur dan regulasi yang saat ini terus digodok.
Infrastruktur juga masih menjadi tantangan utama yang perlu segera ditingkatkan. Terutama terkait jaringan 5G, komunikasi real-time, sistem manajemen lalu lintas, standarisasi, dan perbaikan kualitas jalan agar kompatibel dengan sensor dan AI.
Terpisah, Marketing Director PT Toyota Astra Motor Anton Jimmi Suwandy juga sepakat bahwa tantangan terbesar menghadirkan mobil otonom di Indonesia adalah infrastrukturnya yang belum siap. Terlebih jika teknologi full otonom nanti akan diimplementasikan di jalan raya.
Anton menjelaskan, saat ini teknologi yang telah diimplementasikan baru sebatas semi-otonom. Di produk keluaran Toyota, fitur tersebut hadir lewat teknologi Active Safety Feature Toyota Safety Sense (TSS), di mana mobil bisa melakukan berbagai manuver meski pengendara harus memegang kendali penuh pada stir.
"Kini hampir seluruh pabrikan mobil telah mengimplementasikan active safety features-nya masing-masing. Teknologi ini tidak hanya berkontribusi pada keselamatan pengendara, tetapi juga pengguna jalan lain bahkan pejalan kaki atau pesepeda," katanya.
Butuh Waktu
Sejumlah produsen otomotif dunia memang terus berinovasi dengan mengeluarkan produk tercanggih mereka. Setelah demam kendaraan listrik, kini mobil otonom mulai meruyak. Namun, survei AAA justru menunjukkan bahwa para produsen harus bermanuver untuk meningkatkan masyarakat.Berdasarkan hasil riset AAA, mayoritas pengemudi di Amerika Serikat masih takut untuk mengoperasikan mobil ini. Sebanyak 66 persen dari 1.010 responden yang mereka wawancara masih gamang terhadap teknologi tersebut, sedangkan 25 persen lainnya mengungkapkan ketidakyakinan akan mobil otonom.
Pengamat otomotif Bebin Djuana mengatakan, mengaspalnya mobil otonom di jalanan umum masih membutuhkan waktu. Untuk skala global dengan perkembangan AI dan kemampuan satelit pemetaan trafik terhadap mobil ini memang bakal semakin akurat, akan tetapi belum semua negara bisa menerapkannya.
Sementara itu, di Indonesia, pengoperasian mobil ini juga masih dibutuhkan waktu yang lebih panjang. Sebab, dari segi kesiapan infrastruktur seperti sarana rambu lalu lintas belum memadai. Dari segi etika dan disiplin berlalu lintas, literasi masyarakat di Indonesia juga tergolong masih rendah.
Selain itu, banyak wilayah di Indonesia yang belum memiliki standar rambu lalu lintas yang seragam dan berstandar internasional. Misalnya, dari zebra cross, warna pembatas jalan, dan lainnya. Jika tidak ada keseragaman, mobil otonom akan kesulitan membaca data-data tersebut.
Bebin menjelaskan preferensi masyarakat di Tanah Air memang menyukai sesuatu yang baru walaupun belum tentu mampu atau bisa memanfaatkannya. Dengan kondisi situasi saat ini Indonesia menurutnya mobil otonom belum bisa diimplementasikan, terlebih dengan belum meratanya jaringan internet di pelosok.
"Inovasi saat ini sudah cukup maju, tapi belum berani mengandalkannya 100 persen. Terutama di kota-kota yang padat trafiknya. Kalau sebagai safety pendukung sudah cukup mumpuni saat ini, melihat kecepatan respon dan akurasinya," katanya.
Baca juga: Survey Menunjukkan Mayoritas Warga Amerika Serikat Khawatir Dengan Mobil Otonom
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.