Kapan Mobil Otonom Jadi Kendaraan Mainstream di Indonesia?
01 March 2023 |
14:00 WIB
Autonomous vehicle atau mobil otonom kini sedang dikembangkan oleh banyak pabrikan otomotif. Dengan teknologi ini, mobil hanya perlu diperintah untuk bergerak ke lokasi yang ingin dituju tanpa perlu dikendarai oleh manusia. Gambaran teknologi yang dahulu hanya sering dilihat di film-film bergenre fiksi sains itu kini telah menjadi nyata.
Saat ini sejumlah pabrikan otomotif tengah berlomba menciptakan teknologi swakemudi yang komprehensif sebelum akhirnya mobil otonom menjadi hal yang mainstream. Direktur Inovasi Bisnis, Penjualan, dan Pemasaran PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy mengatakan bahwa otonom adalah teknologi yang menjadi salah satu fokus utama Honda Global.
Baca juga: Mobil Tipe 2 Kursi Apakah Cocok Buat Pengemudi Indonesia?
Penyematan teknologi ini ke depan diharapkan bisa menjadi pelengkap untuk menambah kualitas, keamanan, dan kenyamanan berkendara. Produsen mobil asal Jepang ini pada tahun lalu juga mengumumkan telah mengembangkan fitur self-driving Sensing 360 dan Sensing Elite. Nantinya, teknologi ini dapat mengurangi beban pengemudi dengan mendeteksi kondisi abnormal tertentu sehingga risiko kecelakaan bisa menurun.
Menurut Yusak, teknologi otonom dapat menjadi masa depan industri otomotif. Sebab, dengan teknologi ini, pengemudi dapat melakukan efisiensi dalam berkendara dan yang paling utama ialah meningkatkan keamanan saat berkendara. Meskipun demikian, pengemudi diharapkan masih melakukan monitor lingkungan dan melakukan tugas kemudi jika diperlukan.
Meski pengembangan mobil otonom begitu masif di dunia, Indonesia tampaknya masih harus sabar menunggu. Ada beberapa faktor yang membuat mobil otonom belum terlalu banyak di Indonesia. Yusak menjelaskan permasalahan kondisi jalan, cuaca, lalu lintas, karakter pengguna kendaraan menjadi tantangan tersendiri sehingga teknologi otonom belum terlalu populer diterapkan.
Dihubungi terpisah, Marketing Director PT Toyota Astra Motor Anton Jimmi Suwandy sepakat bahwa tantangan terbesar menghadirkan mobil otonom di Indonesia adalah infrastrukturnya yang belum siap. Saat ini Toyota baru membawa teknologi semi otonom bernama Toyota Safety Sense (TSS) yang sudah disematkan di beberapa mobil yang beredar di Indonesia.
Lantaran masih semi otonom, teknologi TSS masih membutuhkan manusia untuk mengemudi. Namun, teknologi tersebut cukup membantu pengemudi memastikan keamanan berkendara, seperti memantau jarak dengan kendaraan lain, membaca mobil tetap berada di jalur, dan lainnya.
“Untuk ke depan sangat mungkin kok [mobil] otonom dikembangkan di Indonesia. Namun, menurut saya semi otonom yang akan lebih banyak berkembang terlebih dahulu. Untuk full autonomous mungkin masih butuh waktu dan kesiapan dari berbagai sisi,” ucap Anton kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung Yannes Martinus Pasaribu mengatakan bahwa teknologi otonom secara global sudah sampai ke level lima. Pada level ini otomatisasi dijalankan penuh. Mobil sudah bisa dikendalikan tanpa bantuan dari pengemudi sama sekali.
Namun, di Indonesia teknologi otonom baru memasuki level dua. Pada level tersebut, otomatisasi baru berjalan sebagian. Secara umum pengemudi masih memegang kendali penuh. Akan tetapi, untuk tugas ringan, seperti parkir otomatis sudah bisa dilakukan.
Yannes menyebut ekosistem di Indonesia masih belum terlalu siap untuk otonom level tiga hingga lima. Salah satu masalah pelik ialah sinyal internet yang belum merata. Padahal, keberadaan sinyal sangat penting untuk membaca aneka data untuk mengendalikan mobil tersebut.
Selain itu, banyak wilayah di Indonesia yang belum memiliki standar rambu lalu lintas yang seragam dan berstandar internasional. Misalnya, dari zebra cross, warna pembatas jalan, dan lainnya. Jika tidak ada keseragaman, mobil otonom akan kesulitan membaca data-data tersebut.
“Tidak hanya kendaraannya saja yang canggih, tetapi infrastrukturnya juga harus memadai agar ekosistem mobil otonom bisa terbentuk. Saya lihat jalan tol sudah mengarah ke standar internasional. Jika terus dikembangkan, mungkin baru pada 2035 mobil full autonomous bisa digunakan di Indonesia,” ungkap Yannes.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Saat ini sejumlah pabrikan otomotif tengah berlomba menciptakan teknologi swakemudi yang komprehensif sebelum akhirnya mobil otonom menjadi hal yang mainstream. Direktur Inovasi Bisnis, Penjualan, dan Pemasaran PT Honda Prospect Motor (HPM) Yusak Billy mengatakan bahwa otonom adalah teknologi yang menjadi salah satu fokus utama Honda Global.
Baca juga: Mobil Tipe 2 Kursi Apakah Cocok Buat Pengemudi Indonesia?
Penyematan teknologi ini ke depan diharapkan bisa menjadi pelengkap untuk menambah kualitas, keamanan, dan kenyamanan berkendara. Produsen mobil asal Jepang ini pada tahun lalu juga mengumumkan telah mengembangkan fitur self-driving Sensing 360 dan Sensing Elite. Nantinya, teknologi ini dapat mengurangi beban pengemudi dengan mendeteksi kondisi abnormal tertentu sehingga risiko kecelakaan bisa menurun.
Menurut Yusak, teknologi otonom dapat menjadi masa depan industri otomotif. Sebab, dengan teknologi ini, pengemudi dapat melakukan efisiensi dalam berkendara dan yang paling utama ialah meningkatkan keamanan saat berkendara. Meskipun demikian, pengemudi diharapkan masih melakukan monitor lingkungan dan melakukan tugas kemudi jika diperlukan.
Meski pengembangan mobil otonom begitu masif di dunia, Indonesia tampaknya masih harus sabar menunggu. Ada beberapa faktor yang membuat mobil otonom belum terlalu banyak di Indonesia. Yusak menjelaskan permasalahan kondisi jalan, cuaca, lalu lintas, karakter pengguna kendaraan menjadi tantangan tersendiri sehingga teknologi otonom belum terlalu populer diterapkan.
Dihubungi terpisah, Marketing Director PT Toyota Astra Motor Anton Jimmi Suwandy sepakat bahwa tantangan terbesar menghadirkan mobil otonom di Indonesia adalah infrastrukturnya yang belum siap. Saat ini Toyota baru membawa teknologi semi otonom bernama Toyota Safety Sense (TSS) yang sudah disematkan di beberapa mobil yang beredar di Indonesia.
Lantaran masih semi otonom, teknologi TSS masih membutuhkan manusia untuk mengemudi. Namun, teknologi tersebut cukup membantu pengemudi memastikan keamanan berkendara, seperti memantau jarak dengan kendaraan lain, membaca mobil tetap berada di jalur, dan lainnya.
(Sumber gambar: Freepik)
“Untuk ke depan sangat mungkin kok [mobil] otonom dikembangkan di Indonesia. Namun, menurut saya semi otonom yang akan lebih banyak berkembang terlebih dahulu. Untuk full autonomous mungkin masih butuh waktu dan kesiapan dari berbagai sisi,” ucap Anton kepada Hypeabis.id, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung Yannes Martinus Pasaribu mengatakan bahwa teknologi otonom secara global sudah sampai ke level lima. Pada level ini otomatisasi dijalankan penuh. Mobil sudah bisa dikendalikan tanpa bantuan dari pengemudi sama sekali.
Namun, di Indonesia teknologi otonom baru memasuki level dua. Pada level tersebut, otomatisasi baru berjalan sebagian. Secara umum pengemudi masih memegang kendali penuh. Akan tetapi, untuk tugas ringan, seperti parkir otomatis sudah bisa dilakukan.
Yannes menyebut ekosistem di Indonesia masih belum terlalu siap untuk otonom level tiga hingga lima. Salah satu masalah pelik ialah sinyal internet yang belum merata. Padahal, keberadaan sinyal sangat penting untuk membaca aneka data untuk mengendalikan mobil tersebut.
Selain itu, banyak wilayah di Indonesia yang belum memiliki standar rambu lalu lintas yang seragam dan berstandar internasional. Misalnya, dari zebra cross, warna pembatas jalan, dan lainnya. Jika tidak ada keseragaman, mobil otonom akan kesulitan membaca data-data tersebut.
“Tidak hanya kendaraannya saja yang canggih, tetapi infrastrukturnya juga harus memadai agar ekosistem mobil otonom bisa terbentuk. Saya lihat jalan tol sudah mengarah ke standar internasional. Jika terus dikembangkan, mungkin baru pada 2035 mobil full autonomous bisa digunakan di Indonesia,” ungkap Yannes.
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Nirmala Aninda
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.