Mau Bikin Menu Makanan Sehat dan Bergizi dengan Harga Terjangkau? Ini Kata Ahli Gizi
26 January 2025 |
22:17 WIB
Memenuhi asupan gizi dengan mengonsumsi makanan sehat dan bernutrisi tinggi merupakan kunci untuk menjaga kesehatan tubuh dan meningkatkan kualitas hidup. Dengan memahami panduan menyajikan makanan sehat sehari-hari, kita bisa memenuhi kebutuhan gizi untuk keluarga di rumah.
Sebagai upaya memenuhi asupan makanan sehat dan bergizi untuk masyarakat Indonesia, Presiden Prabowo menginisiasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang resmi dimulai pada awal Januari 2025, bertepatan dengan kembalinya kegiatan belajar mengajar di sekolah.
MBG menyasar tiga juta orang, mulai dari balita, santri, siswa PAUD sampai SMA/sederajat, ibu hamil dan ibu menyusui. Melalui satuan pelayanan dan pemenuhan gizi (SPPG) di berbagai daerah Indonesia dalam periode Januari sampai April.
Baca juga: Cek Standar Keamanan Pangan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Kemenkes
Program ini merupakan bagian dari pelayanan IFSR (Indonesia Food Security Review) dan bekerja sama dengan pihak United Nation World Food Programme dan menjadi bagian dari School Meals Coalition yang diselenggarakan dengan tujuan untuk mengatasi masalah kelaparan, kurang gizi, dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Mochammad Rizal, ahli gizi sekaligus ketua divisi kebugaran Indonesia Sport Nutricionist Association memaparkan bahwa, kita bisa menyajikan makanan sehat dan bergizi untuk menu makan sehari-hari di rumah dengan harga terjangkau.
"Dalam satu porsi makanan, usahakan ada karbohidrat, protein, lemak, serta miktonutrien seperti sayuran dan buah," katanya pada Hypeabis.id.
Mengacu pada Program Makan Bergizi Gratis yang harganya berkisar antara Rp10.000 sampai Rp15.000 per porsi. Dengan budget tersebut, kita juga bisa membuat makanan sehat dan bergizi di rumah dengan beragam varian menu supaya tidak bosan.
"Dengan pengeluaran Rp10-15 ribu per porsi, strategi utamanya adalah memilih bahan dengan harga terjangkau, memastikan proporsinya seimbang sesuai prinsip Isi Piringku, memenuhi protein dan mikronutrien, serta memvariasikan teknik memasak," katanya.
Pilihlah bahan pangan lokal dengan harga terjangkau seperti tempe, tahu, ikan pindang, telur, sayuran musiman, serta buah lokal seperti pepaya, pisang yang padat gizi. Selain itu pastikan proporsinya seimbang sesuai prinsip Isi Piringku dari Kemenkes RI.
Dalam menu makanan sehari-hari, setiap porsinya diisi 30 persen karbohidrat (nasi, jagung, ubi), 30 persen sayuran hijau atau berwarna (bayam, wortel, sawi), 20 persen protein hewani (telur, ayam, ikan) atau protein nabati (tempe, tahu, kacang-kacangan), dan 20 persen buah (pisang, pepaya, atau jeruk kecil). Lemak sehat ditambahkan secukupnya, misalnya dari minyak atau santan.
Penting juga untuk memenuhi protein dalam setiap kali makan. Untuk anak usia sekolah sekitar 6-12 tahun, kebutuhan proteinnya sekitar 35-50 gram per hari. Satu kali makan, paling tidak targetkan sekitar 12-15 gram protein, yang bisa didapat dari tempe, tahu, telur, atau ikan. Sesekali bisa dari ayam dan daging merah.
"Proteinnya kalau menggunakan ayam dan daging merah setiap hari kemungkinan tidak cukup dengan budget terbatas, sehingga perlu variasi dengan bahan lebih terjangkau dan melakukan subsidi silang," kata Rizal.
Selain itu, penuhi kebutuhan mikronutrien seperti Zat besi, kalsium, vitamin A, dan vitamin C yang bisa didapat dari sayuran hijau, buah berwarna, ikan teri, serta kacang-kacangan.
Supaya anak tidak bosan, selain memvariasikan menu penting juga untuk menggunakan teknik memasak yang beragam. Pengolahan masakan dengan cara dikukus, direbus, ditumis dengan sedikit minyak, dan dipepes membantu mempertahankan kandungan gizi. Jika ingin digoreng boleh tapi tidak hanya digoreng saja setiap hari, harus divariasikan.
"Tujuan utama dari pemenuhan kebutuhan gizi melalui makanan sehat adalah memastikan anak mendapatkan asupan gizi seimbang yang memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian," paparnya.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) Anak usia 6-12 tahun
"Kuncinya dengan mengganti bahan makanan yang biasa dikonsumsi dengan bahan makanan yang lebih bergizi, serta menggunakan teknik memasak yang menjaga kandungan nutrisi," paparnya.
Misalnya nasi putih yang bisa diganti dengan brown rice, beras merah, atau beras basmati. Memang, nasi putih cenderung lebih digemari sebab memiliki rasa umami yang cocok dengan beragam makanan Indonesia yang berbumbu.
Apabila tetap ingin mengonsumsi nasi putih, maka cara memasaknya bisa diubah. Misalnya, tambahkan air kaldu dari tulang-tulangan seperti ayam, sapi, atau ikan serta sayuran, sehingga rasanya menjadi lebih nikmat dan lebih bergizi.
Cara lainnya, bisa juga ditambahkan virgin coconut oil setelah beras dicuci satu kali atau menambahkan santan dengan perbandingan santan 100 ml dan air biasa 1.000 ml agar lebih bergizi.
Bagi yang kurang suka beras merah, Chef Edwin menyarankan untuk menggantinya dengan brown rice yang memiliki kandungan kalori yang sama. Saat dimasak, aroma brown rice cenderung lebih enak karena menyerupai nasi tim atau hainan, sehingga cocok jika dimasak dengan ayam dan jahe untuk menghasilkan aroma yang menarik. Beras ini juga cocok dimasak ala resep Mediterania atau Timur Tengah.
"Selain itu, beras basmati juga bisa menjadi alternatif karbohidrat. Di pasaran, ada beberapa jenis beras basmati. Untuk yang premium, ada tipe Golden Sella yang lebih ramah untuk pengidap diabetes,” ujar Chef Edwin.
Supaya lebih kreatif, kita juga dapat mengolah nasi seperti kimbab ala masakan Korea. Caranya, tambahkan minyak wijen pada nasi yang diaduk, lalu letakkan di atas lembaran rumput laut atau nori dan isi dengan sayuran serta daging.
Alternatif lainnya, bisa memasak nasi yang dicampur multigrain seperti kacang hijau, barley, dan lainnya, dengan perbandingan 1:3 untuk hasil yang lebih sehat dan kaya akan rasa.
Bagi yang bosan mengonsumsi nasi, Chef Edwin merekomendasikan umbi-umbian sebagai penggantinya karena tinggi serat dan rasanya nikmat. Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu penghasil umbi-umbian tertinggi di dunia, dan memiliki potensi yang sangat besar untuk diolah menjadi berbagai makanan yang nikmat.
“Beberapa cara memasak umbi-umbian yang simpel dan bisa diterapkan, antara lain dipanggang kemudian dibelah untuk diisi berbagai jenis sayuran, daging, lalu ditaburi keju setelah itu dipanggang kembali sebentar," katanya.
Umbu-umbian juga bisa juga dibuat gnocchi, makanan khas Italia yang menyerupai cireng. Cara membuatnya, yakni ubi dipangang, dihaluskan, lalu dicampur dengan tepung. Bisa juga dibuat puree yang ditambahkan kaldu, serta humus ala Timur Tengah yang ditambah selai dari wijen.
Berbagai jenis labu seperti labu parang dan labu Jepang atau kabocha juga bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat harian. Cara mengolahnya pun lebih mudah, yaitu cukup dengan dikukus. Setelah matang, labu dapat disantap dengan beragam masakan Indonesia seperti rendang atau kari.
Sementara proteinnya, ikan kembung bisa menjadi alternatif pengganti salmon sebagai lauk pauk dengan harga yang lebih terjangkau. Seperti yang kita tahu, salmon merupakan ikan yang mengandung banyak nutrisi penting, seperti protein, vitamin D, asam lemak omega-3, dan kalium.
Namun, kandunagn nutrisi ikan kembung juga tak kalah banyak. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, kandungan protein pada ikan kembung sebanyak 21,4 gram, sementara salmon 19,9 gram. Lalu, ikan kembung memiliki kandungan omega-3 lebih tinggi yaitu 2,6 gram, sementara salmon mengandung 1,4 gram omega-3.
Selain ikan kembung, Chef Edwin juga menyarankan untuk mengonsumsi ikan tenggiri dan ikan sarden yang juga kaya nutrisi penting. Tapi, sebaiknya diolah sendiri untuk memastikan kualitas dan kandungan gizinya. Penting sekali menerapkan teknik memasak sederhana dan alami yang tidak menghilangkan kandungan gizi makanan, seperti merebus, mengukus, menumis.
“Prinsipnya adalah memastikan gizi masuk, bukan sekadar membuat kenyang. Teknik memasak yang baik tidak harus rumit atau canggih, cukup dengan kembali ke dasar dan menghargai rasa alami dari bahan makanan,” kata Chef Edwin.
Baca juga: FDA Amerika Serikat Cekal Pengguna Bahan Red 3 pada Makanan Kemasan, Indonesia?
Editor: Puput Ady Sukarno
Sebagai upaya memenuhi asupan makanan sehat dan bergizi untuk masyarakat Indonesia, Presiden Prabowo menginisiasi program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang resmi dimulai pada awal Januari 2025, bertepatan dengan kembalinya kegiatan belajar mengajar di sekolah.
MBG menyasar tiga juta orang, mulai dari balita, santri, siswa PAUD sampai SMA/sederajat, ibu hamil dan ibu menyusui. Melalui satuan pelayanan dan pemenuhan gizi (SPPG) di berbagai daerah Indonesia dalam periode Januari sampai April.
Baca juga: Cek Standar Keamanan Pangan dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dari Kemenkes
Program ini merupakan bagian dari pelayanan IFSR (Indonesia Food Security Review) dan bekerja sama dengan pihak United Nation World Food Programme dan menjadi bagian dari School Meals Coalition yang diselenggarakan dengan tujuan untuk mengatasi masalah kelaparan, kurang gizi, dan meningkatkan kesehatan masyarakat.
Mochammad Rizal, ahli gizi sekaligus ketua divisi kebugaran Indonesia Sport Nutricionist Association memaparkan bahwa, kita bisa menyajikan makanan sehat dan bergizi untuk menu makan sehari-hari di rumah dengan harga terjangkau.
"Dalam satu porsi makanan, usahakan ada karbohidrat, protein, lemak, serta miktonutrien seperti sayuran dan buah," katanya pada Hypeabis.id.
Mengacu pada Program Makan Bergizi Gratis yang harganya berkisar antara Rp10.000 sampai Rp15.000 per porsi. Dengan budget tersebut, kita juga bisa membuat makanan sehat dan bergizi di rumah dengan beragam varian menu supaya tidak bosan.
"Dengan pengeluaran Rp10-15 ribu per porsi, strategi utamanya adalah memilih bahan dengan harga terjangkau, memastikan proporsinya seimbang sesuai prinsip Isi Piringku, memenuhi protein dan mikronutrien, serta memvariasikan teknik memasak," katanya.
Pilihlah bahan pangan lokal dengan harga terjangkau seperti tempe, tahu, ikan pindang, telur, sayuran musiman, serta buah lokal seperti pepaya, pisang yang padat gizi. Selain itu pastikan proporsinya seimbang sesuai prinsip Isi Piringku dari Kemenkes RI.
Dalam menu makanan sehari-hari, setiap porsinya diisi 30 persen karbohidrat (nasi, jagung, ubi), 30 persen sayuran hijau atau berwarna (bayam, wortel, sawi), 20 persen protein hewani (telur, ayam, ikan) atau protein nabati (tempe, tahu, kacang-kacangan), dan 20 persen buah (pisang, pepaya, atau jeruk kecil). Lemak sehat ditambahkan secukupnya, misalnya dari minyak atau santan.
Penting juga untuk memenuhi protein dalam setiap kali makan. Untuk anak usia sekolah sekitar 6-12 tahun, kebutuhan proteinnya sekitar 35-50 gram per hari. Satu kali makan, paling tidak targetkan sekitar 12-15 gram protein, yang bisa didapat dari tempe, tahu, telur, atau ikan. Sesekali bisa dari ayam dan daging merah.
"Proteinnya kalau menggunakan ayam dan daging merah setiap hari kemungkinan tidak cukup dengan budget terbatas, sehingga perlu variasi dengan bahan lebih terjangkau dan melakukan subsidi silang," kata Rizal.
Selain itu, penuhi kebutuhan mikronutrien seperti Zat besi, kalsium, vitamin A, dan vitamin C yang bisa didapat dari sayuran hijau, buah berwarna, ikan teri, serta kacang-kacangan.
Supaya anak tidak bosan, selain memvariasikan menu penting juga untuk menggunakan teknik memasak yang beragam. Pengolahan masakan dengan cara dikukus, direbus, ditumis dengan sedikit minyak, dan dipepes membantu mempertahankan kandungan gizi. Jika ingin digoreng boleh tapi tidak hanya digoreng saja setiap hari, harus divariasikan.
"Tujuan utama dari pemenuhan kebutuhan gizi melalui makanan sehat adalah memastikan anak mendapatkan asupan gizi seimbang yang memenuhi standar Angka Kecukupan Gizi (AKG) harian," paparnya.
Angka Kecukupan Gizi (AKG) Anak usia 6-12 tahun
- Energi: 1600-2000 kkal (untuk satu porsi makan, targetkan sekitar 500-700 kkal).
- Protein: 35-50 gram/hari (dari satu porsi makan sekitar 12-15 gram).
- Karbohidrat: 210-280 gram/hari (dari satu porsi makan sekitar 70-90 gram).
- Lemak: 50-70 gram/hari (dari satu porsi makan sekitar 15-20 gram).
- Zat Besi: Penting untuk mencegah anemia (kebutuhan sekitar 10 mg/hari).
- Vitamin A: Dari sayuran atau buah berwarna (sekitar 500-700 µg/hari).
- Kalsium: Dari tahu, tempe, ikan (800-1000 mg/hari)
Alternatif Bahan Makanan Sehat dan Bergizi
Makanan sehat seringkali dipandang sebelah mata karena dianggap kurang lezat, padahal ada beragam jenis makanan sehat alternatif yang rasanya tak kalah lezat. Edwin Lau, seorang chef atau juru masak yang kerap menyajikan makanan sehat dan bergizi, membagikan tip supaya orang-orang mau membangun kebiasaan mengonsumsi makanan sehat."Kuncinya dengan mengganti bahan makanan yang biasa dikonsumsi dengan bahan makanan yang lebih bergizi, serta menggunakan teknik memasak yang menjaga kandungan nutrisi," paparnya.
Misalnya nasi putih yang bisa diganti dengan brown rice, beras merah, atau beras basmati. Memang, nasi putih cenderung lebih digemari sebab memiliki rasa umami yang cocok dengan beragam makanan Indonesia yang berbumbu.
Apabila tetap ingin mengonsumsi nasi putih, maka cara memasaknya bisa diubah. Misalnya, tambahkan air kaldu dari tulang-tulangan seperti ayam, sapi, atau ikan serta sayuran, sehingga rasanya menjadi lebih nikmat dan lebih bergizi.
Cara lainnya, bisa juga ditambahkan virgin coconut oil setelah beras dicuci satu kali atau menambahkan santan dengan perbandingan santan 100 ml dan air biasa 1.000 ml agar lebih bergizi.
Bagi yang kurang suka beras merah, Chef Edwin menyarankan untuk menggantinya dengan brown rice yang memiliki kandungan kalori yang sama. Saat dimasak, aroma brown rice cenderung lebih enak karena menyerupai nasi tim atau hainan, sehingga cocok jika dimasak dengan ayam dan jahe untuk menghasilkan aroma yang menarik. Beras ini juga cocok dimasak ala resep Mediterania atau Timur Tengah.
"Selain itu, beras basmati juga bisa menjadi alternatif karbohidrat. Di pasaran, ada beberapa jenis beras basmati. Untuk yang premium, ada tipe Golden Sella yang lebih ramah untuk pengidap diabetes,” ujar Chef Edwin.
Supaya lebih kreatif, kita juga dapat mengolah nasi seperti kimbab ala masakan Korea. Caranya, tambahkan minyak wijen pada nasi yang diaduk, lalu letakkan di atas lembaran rumput laut atau nori dan isi dengan sayuran serta daging.
Alternatif lainnya, bisa memasak nasi yang dicampur multigrain seperti kacang hijau, barley, dan lainnya, dengan perbandingan 1:3 untuk hasil yang lebih sehat dan kaya akan rasa.
Bagi yang bosan mengonsumsi nasi, Chef Edwin merekomendasikan umbi-umbian sebagai penggantinya karena tinggi serat dan rasanya nikmat. Menurutnya, Indonesia merupakan salah satu penghasil umbi-umbian tertinggi di dunia, dan memiliki potensi yang sangat besar untuk diolah menjadi berbagai makanan yang nikmat.
“Beberapa cara memasak umbi-umbian yang simpel dan bisa diterapkan, antara lain dipanggang kemudian dibelah untuk diisi berbagai jenis sayuran, daging, lalu ditaburi keju setelah itu dipanggang kembali sebentar," katanya.
Umbu-umbian juga bisa juga dibuat gnocchi, makanan khas Italia yang menyerupai cireng. Cara membuatnya, yakni ubi dipangang, dihaluskan, lalu dicampur dengan tepung. Bisa juga dibuat puree yang ditambahkan kaldu, serta humus ala Timur Tengah yang ditambah selai dari wijen.
Berbagai jenis labu seperti labu parang dan labu Jepang atau kabocha juga bisa dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan karbohidrat harian. Cara mengolahnya pun lebih mudah, yaitu cukup dengan dikukus. Setelah matang, labu dapat disantap dengan beragam masakan Indonesia seperti rendang atau kari.
Sementara proteinnya, ikan kembung bisa menjadi alternatif pengganti salmon sebagai lauk pauk dengan harga yang lebih terjangkau. Seperti yang kita tahu, salmon merupakan ikan yang mengandung banyak nutrisi penting, seperti protein, vitamin D, asam lemak omega-3, dan kalium.
Namun, kandunagn nutrisi ikan kembung juga tak kalah banyak. Menurut data Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, kandungan protein pada ikan kembung sebanyak 21,4 gram, sementara salmon 19,9 gram. Lalu, ikan kembung memiliki kandungan omega-3 lebih tinggi yaitu 2,6 gram, sementara salmon mengandung 1,4 gram omega-3.
Selain ikan kembung, Chef Edwin juga menyarankan untuk mengonsumsi ikan tenggiri dan ikan sarden yang juga kaya nutrisi penting. Tapi, sebaiknya diolah sendiri untuk memastikan kualitas dan kandungan gizinya. Penting sekali menerapkan teknik memasak sederhana dan alami yang tidak menghilangkan kandungan gizi makanan, seperti merebus, mengukus, menumis.
“Prinsipnya adalah memastikan gizi masuk, bukan sekadar membuat kenyang. Teknik memasak yang baik tidak harus rumit atau canggih, cukup dengan kembali ke dasar dan menghargai rasa alami dari bahan makanan,” kata Chef Edwin.
Baca juga: FDA Amerika Serikat Cekal Pengguna Bahan Red 3 pada Makanan Kemasan, Indonesia?
Editor: Puput Ady Sukarno
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.