Pameran Sang Presiden 2001 Dihelat di Galnas, Tampilkan Senarai Karya Perupa Hardi
10 January 2025 |
07:14 WIB
Galeri Nasional Indonesia kembali menggelar pameran terbaru pada awal 2025. Kiwari, salah satu galeri terbesar di Tanah Air itu memacak senarai karya dari perupa Raden Suhardi Adimaryono alias Hardi (1951-2023) dalam seteleng bertajuk Jejak Perlawanan: Sang Presiden 2001.
Berlangsung pada 9 hingga 26 Januari 2025, pameran ini merupakan bentuk tribute kepada Raden Suhardi Adimaryono. Hardi merupakan salah satu perupa yang turut membentuk dinamika sejarah seni rupa di Indonesia dengan karya-karyanya yang sarat akan pesan sosial.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon, mengatakan Hardi merupakan salah satu eksponen dari Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) pada 1975. GSRB adalah sebuah gerakan yang muncul dari sebuah keinginan untuk bereksperimen di dunia seni rupa dengan lebih bebas tanpa ikatan baku.
Baca juga: Pameran Tale Within Threads: Saat Seni Tekstil Menggugat Isu Lingkungan
Selain menghadirkan kelindan artistik, pameran juga mengejawantahkan pemikiran sang seniman sejak era 70-an hingga tutup usia pada 2023. Sebab, selain dikenal sebagai perupa, Hardi juga seorang wartawan yang kritis dalam merespon realitas di masyarakat.
"Hardi adalah seniman yang berusaha memaksimalkan apa yang ada pada dirinya untuk melahirkan karya di berbagai bidang. Selain itu dia juga dikenal sebagai aktivis, yang dalam perjalanan kariernya penuh risiko," katanya.
Terpisah, kurator pameran Dio Pamola C., mengatakan, Hardi adalah seniman yang menjadikan seni sebagai alat perlawanan untuk merefleksikan realitas sosial-politik Indonesia. Menurutnya, Hardi tidak hanya melukis di atas kanvas tapi juga melukis zeitgeist zaman, dengan bahasa rupa yang berani.
Ihwal dihelatnya pameran ini, menurutnya, juga dilakukan untuk mengenang kiprah Hardi senarai karyanya yang sarat makna. Dia mengungkap, terdapat 66 karya karya Hardi yang terdiri dari lukisan, sketsa, dan arsip pribadi yang ditampilkan dalam seteleng ini, salah satunya lukisan bertajuk Presiden 2001.
"Yang kita pemerkan bukan Hardi yang mengkritik sosok ini, atau itu. Melainkan arsip-arsip yang ada dan ditemukan untuk mengenang sosoknya, hingga akhirnya merujuk pada jejak perlawanan sang presiden," katanya.
Secara umum pameran ini menghadirkan karya Hardi dari awal pengembaraannya sebagai pelukis hingga berpulang. Salah satunya terejawantah dalam sketsa tanpa judul yang dibuat pada 1971, mengenai para pedagang di kawasan Malioboro, Yogyakarta. Ada pula karya terakhir Hardi yang belum selesai, yaitu gambar Mekah.
Namun, yang menjadi primadona adalah cetak sablon bertajuk Presiden RI Tahun 2001, yang menggambarkan potret dirinya dengan busana pejabat tinggi. Selain ikonik, karya ini juga sempat membuat sang pelukis mendekam di penjara selama 3 hari untuk diinterogasi, setelah ditangkap Laksusda Jaya dengan tuduhan makar.
Setelah Orde Baru tumbang, sikap kritis Hardi juga masih dengan lantang menggugat perilaku elite penguasa yang dianggap menyimpang. Pada 2011 misalnya, dia membuat lukisan bertajuk WC Umum, dengan gambar lanskap kota dan gedung DPR. Di depannya ada badut dan kelimun orang yang berak di atas kloset.
Adegan tersebut menyindir perilaku wakil rakyat yang tak pernah mendengar aspirasi 'pemimpinnya', yakni masyarakat yang seharusnya didengar keluh kesahnya. Di lukisan tersebut akronim dari DPR juga diubah menjadi Majelis Persyahwatan Rakyat, Dewan Parasit Rakyat, dan Dewan Pengangguran Daerah.
Ada juga karya bertajuk Tolak Revisi U.U KPK, dan Wakil Partai 2019, yang kala itu dianggap akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Selain lukisan, pameran ini juga menghadirkan berbagai inovasi Hardi di bidang seni, termasuk menggabungkan kujang dan keris sebagai elemen kesatuan senjata yang bernama janker.
Baca juga: Kaleidoskop 2024: Semarak Pameran Seni Berskala Besar di Indonesia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Berlangsung pada 9 hingga 26 Januari 2025, pameran ini merupakan bentuk tribute kepada Raden Suhardi Adimaryono. Hardi merupakan salah satu perupa yang turut membentuk dinamika sejarah seni rupa di Indonesia dengan karya-karyanya yang sarat akan pesan sosial.
Menteri Kebudayaan Fadli Zon, mengatakan Hardi merupakan salah satu eksponen dari Gerakan Seni Rupa Baru (GSRB) pada 1975. GSRB adalah sebuah gerakan yang muncul dari sebuah keinginan untuk bereksperimen di dunia seni rupa dengan lebih bebas tanpa ikatan baku.
Baca juga: Pameran Tale Within Threads: Saat Seni Tekstil Menggugat Isu Lingkungan
Selain menghadirkan kelindan artistik, pameran juga mengejawantahkan pemikiran sang seniman sejak era 70-an hingga tutup usia pada 2023. Sebab, selain dikenal sebagai perupa, Hardi juga seorang wartawan yang kritis dalam merespon realitas di masyarakat.
"Hardi adalah seniman yang berusaha memaksimalkan apa yang ada pada dirinya untuk melahirkan karya di berbagai bidang. Selain itu dia juga dikenal sebagai aktivis, yang dalam perjalanan kariernya penuh risiko," katanya.
Dari kiri: Wakil Menteri Kebudayaan Giring Ganesha dan Menteri Kebudayan Fadli Zon saat menikmati sejumlah karya dalam pameran bertajuk Jejak Perlawanan: Sang Presiden 2001 di Galeri Nasional Indonesia pada Kamis, (9/1/25) malam. (Sumber gambar: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)
Ihwal dihelatnya pameran ini, menurutnya, juga dilakukan untuk mengenang kiprah Hardi senarai karyanya yang sarat makna. Dia mengungkap, terdapat 66 karya karya Hardi yang terdiri dari lukisan, sketsa, dan arsip pribadi yang ditampilkan dalam seteleng ini, salah satunya lukisan bertajuk Presiden 2001.
"Yang kita pemerkan bukan Hardi yang mengkritik sosok ini, atau itu. Melainkan arsip-arsip yang ada dan ditemukan untuk mengenang sosoknya, hingga akhirnya merujuk pada jejak perlawanan sang presiden," katanya.
Secara umum pameran ini menghadirkan karya Hardi dari awal pengembaraannya sebagai pelukis hingga berpulang. Salah satunya terejawantah dalam sketsa tanpa judul yang dibuat pada 1971, mengenai para pedagang di kawasan Malioboro, Yogyakarta. Ada pula karya terakhir Hardi yang belum selesai, yaitu gambar Mekah.
Namun, yang menjadi primadona adalah cetak sablon bertajuk Presiden RI Tahun 2001, yang menggambarkan potret dirinya dengan busana pejabat tinggi. Selain ikonik, karya ini juga sempat membuat sang pelukis mendekam di penjara selama 3 hari untuk diinterogasi, setelah ditangkap Laksusda Jaya dengan tuduhan makar.
Lukisan Hardi bertajuk WC Umum (akrilik pada kanvas, 100 X 120 cm, 2011) dalam pameran bertajuk Jejak Perlawanan: Sang Presiden 2001 di Galeri Nasional Indonesia pada Kamis, (9/1/25) malam. (sumber gambar; Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)
Adegan tersebut menyindir perilaku wakil rakyat yang tak pernah mendengar aspirasi 'pemimpinnya', yakni masyarakat yang seharusnya didengar keluh kesahnya. Di lukisan tersebut akronim dari DPR juga diubah menjadi Majelis Persyahwatan Rakyat, Dewan Parasit Rakyat, dan Dewan Pengangguran Daerah.
Ada juga karya bertajuk Tolak Revisi U.U KPK, dan Wakil Partai 2019, yang kala itu dianggap akan melemahkan lembaga antirasuah tersebut. Selain lukisan, pameran ini juga menghadirkan berbagai inovasi Hardi di bidang seni, termasuk menggabungkan kujang dan keris sebagai elemen kesatuan senjata yang bernama janker.
Baca juga: Kaleidoskop 2024: Semarak Pameran Seni Berskala Besar di Indonesia
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.