Pemenang giveaway nonton bareng film Siksa Kubur menunjukkan tiket bioskop di Jakarta, Jumat (3/5/2024). (Sumber gambar: JIBI/Bisnis/Eusebio Chrysnamurti)

Memacu Pasar Film Kota Tier 3 & Prediksi Jumlah Penonton Indonesia 2025

02 January 2025   |   15:00 WIB
Image
Chelsea Venda Jurnalis Hypeabis.id

Industri perfilman Indonesia tengah berada dalam momentum pertumbuhan yang luar biasa. Tahun lalu, penonton film Indonesia jumlahnya menembus 74 juta. Jumlah tersebut menjadi yang terbanyak sepanjang sejarah, sejak film pertama Indonesia tayang perdana pada 1926.

Kendati telah memecah rekor baru, sederet masalah masih membelenggu ekosistem perfilman Tanah Air. Jika dilihat dari kacamata yang lebih luas, angka tersebut sebenarnya belum terlalu optimal.

Saat ini, jumlah penduduk Indonesia berkisar 280 juta jiwa. Artinya, pasar film dalam negeri saat ini masih belum ada setengah dari populasi total. Masih banyak pekerjaan rumah yang menanti ke depan.

Baca Juga: Deretan Film Indonesia Box Office Tayang di Netflix, Ada Home Sweet Loan

Sejumlah pihak menilai jumlah layar dan pemerataan bioskop sebagai beberapa biang kerok utamanya. Minimnya akses publik ke bioskop, terutama di daerah, membuat pasar film Indonesia yang sejatinya begitu besar, masih belum tergarap maksimal.
 

Bioskop (Sumber gambar: Unsplash/Jake Hills)

Bioskop (Sumber gambar: Unsplash/Jake Hills)


Peneliti film Hikmat Darmawan mengatakan perfilman Indonesia tengah berada pada momentum menarik. Setelah berbagai rekor baru tercipta pada 2024, maka 2025 sebenarnya adalah sebuah pertaruhan besar.

Hikmat berharap rekor jumlah penonton baru tersebut tidak berubah menjadi anomali. Jangan sampai, kata dia, rekor penonton ini justru jadi sesuatu yang akan kembali sulit tercapai pada tahun-tahun berikutnya.

“Menarik kita tunggu sampai September, setelah periode lebaran, liburan, dan sebagainya. Tahun lalu, rekor baru 60 juta penonton kan di September. Kalau tahun ini di September naik jadi 70 juta saja itu sudah sangat bagus,” ucap Hikmat kepada Hypeabis.id.

Hikmat mengatakan jumlah bioskop dan persebaran layar memang telah jadi masalah menahun. Padahal, sebenarnya, Indonesia pernah mempunyai 6.600 layar yang tersebar di hampir seluruh Indonesia pada medio 1980-an. Kala itu, jumlah penduduk Indonesia juga belum mencapai 200 jutaan.

Namun, perlahan jumlah bioskop menyusut menjadi berkisar 4.000-an layar. Itu pun penyebarannya tidak merata dan terkonsentrasi di kota-kota besar, khususnya Pulau Jawa.

Bagi Hikmat, jika ingin pasar film Indonesia terus dipacu, maka penambahan layar dan perbaikan penyebaran bioskop bisa jadi solusinya. Kemunculan bioskop-bioskop anyar di daerah akan menjadi pintu masuk para penonton baru Indonesia.

Menurutnya, selama ini keberadaan bioskop memang baru menyasar kota-kota besar. Padahal, kota-kota kecil, sebenarnya juga sangat bisa menjadi potensi pasar baru yang juga layak diperhatikan.

“Kalau mau tumbuh lebih gede lagi, rasanya memang sudah mulai perlu diperhatikan jumlah layar di luar Jabodetabek,” imbuhnya.

Hikmat mengatakan dengan penambahan layar di daerah, jumlah penonton baru akan berkembang lebih cepat. Dalam artian, jika jumlah penonton saat ini, yang mayoritas berada di kota besar, bertahan, penambahan penonton baru di daerah tentu akan menyumbang angka yang signifikan.

Selain itu, lanjut dia, penambahan jumlah layar di daerah juga akan memberi efek domino lain yang menarik. Menurut Hikmat, film akan menjadi lebih mudah terdistribusi dan menemukan ceruk pasar yang lebih detail.

Misalnya, ada sebuah film horor yang mengambil mitologi daerah tertentu. Tentu saja, film itu akan punya relevansi lebih besar bagi penonton di daerah tersebut. Jika di bioskop daerah tersebut ada banyak bioskop, potensi penontonnya akan lebih besar.

“Jadi, akan muncul film-film yang mungkin tidak sesuai dengan ‘selera’ Jabodetabek, tetapi tiba-tiba bisa meraih 1 juta penonton. Ya, karena film itu justru bisa berhasil menggarap pasar daerah. Ini bisa terjadi kalau bioskop di daerah banyak. Jadi, tidak melulu bergantung pada aspek nasional saja,” jelasnya.

Menurutnya, fenomena ini akan membuat pasar film menjadi menarik. Sebab, aspek Jakarta sentris bisa-bisa memudar. Ke depan, sangat mungkin akan banyak film-film yang justru merajai sebuah daerah, tanpa perlu harus juga mendapat tempat di Jabodetabek misalnya.

Dalam konteks ini, film-film dengan muatan lokal atau bahkan bahasa lokal, bisa lebih bertumbuh. Hal ini tentu diharapkan membuat cerita-cerita kelokalan lebih berkembang.

Selain itu, dengan meluasnya daerah jangkauan bioskop, bisa jadi ini akan memunculkan kembali peran distributor di dalam perfilman Indonesia. Dahulu, Hikmat menyebut distributor itu punya peran penting dalam penyebaran film ke wilayah tertentu.

Distributor juga bertanggung jawab pada pemasaran film, termasuk engkurasi film yang layak dibeli dan menjajakannya ke bioskop. Namun, saat ini peran itu hilang dan produser film di Indonesia berhubungan langsung dengan tiga jaringan bioskop besar dan beberapa bioskop kecil di kota-kota lainnya. 

“Film-film B dan C juga bisa muncul lagi dan menemukan penikmatnya. Masing-masing bisa punya kecocokan produk sendiri. Ini tentu jadi pembacaan optimisnya,” tuturnya.

Menurut Hikmat, saat ini kesadaran para pemangku kepentingan untuk menghadirkan pemerataan bioskop sudah muncul. Saat ini yang perlu dilakukan ialah membuat peta jalan dan mendorong itu terjadi, termasuk kemudahan dalam fasilitas bisnis.
 

Bioskop (Sumber gambar: Unsplash/Karen Zhao )

Bioskop (Sumber gambar: Unsplash/Karen Zhao )


Direktur Utama Sam's Studio Sonu Samtani mengatakan industri perfilman Indonesia sedang tumbuh ke arah yang sangat menarik. Film Indonesia telah menjadi tuan rumah di negeri sendiri.

Sonu berharap pada 2025 ini, jumlah penonton film Indonesia bisa lebih meningkat. Sebab, dirinya melihat antusias penonton film Indonesia masih terjaga dengan baik, lalu kualitas film lokal pun terus membaik setiap tahunnya.

Seiring dengan gaung film Indonesia yang makin besar, pelebaran pasar mesti menjadi acuan yang perlu diperhatikan. Ke depan, Sonu melihat kota-kota tier 3 akan jadi pendongkrak jumlah penonton film Indonesia yang besar.

“Ya, daerah-daerah kabupaten penonton filmnya tentu akan juga turut meningkat. Akses bioskop ke depan mesti diperkecil lagi, tidak hanya di kota besar, tetapi juga kota kecil,” ucapnya kepada Hypeabis.id.

Menurutnya, kota-kota kecil ke depan memang jadi pasar film yang menarik. Sebab, sebelumnya mereka cukup susah menemukan akses ke bioskop, karena harus ke kota besar.

Dengan keberadaan bioskop di kota kecil, akses masyarakat ke hiburan film bisa makin dekat. Sonu percaya gaung film Indonesia yang makin besar sebenarnya juga ingin dirasakan juga oleh masyarakat-masyarakat di kota kecil.

Dia berharap dalam 2-3 tahun ke depan, progres film Indonesia bisa menembus hingga ke 100 juta penonton. Kuncinya, ialah menjaga kepercayaan penonton film Indonesia terhadap film lokal, juga akses yang dibuat makin mudah.

Baca Juga: 9 Film Horor Lokal Siap Meneror di Bioskop Januari 2025

Editor: M. Taufikul Basari

SEBELUMNYA

Apa Itu Seat Squatting? Fenomena yang Bikin Jengkel Penumpang Pesawat

BERIKUTNYA

Waspada 8 Ancaman Kesehatan yang Mengintai Indonesia Pada 2025, Ada Risiko Pandemi Baru

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: