Begini Saran Perencana Keuangan Menghadapi Kenaikan PPN 12 Persen
25 December 2024 |
18:30 WIB
Semakin dekat menyambut tahun baru, masyarakat Indonesia dibayang-bayangi oleh aturan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang ditetapkan akan naik menjadi 12 persen. Barang dan layanan yang terkait dengan gaya hidup ditarget sebagai sektor utama yang pajaknya akan dinaikkan.
Mereka, milenial dan generasi Z yang banyak mengonsumsi barang dan layanan berkenaan dengan gaya hidup mulai dari fesyen, perangkat elektronik, dan layanan streaming pun sebagian besar keberatan dengan rencana kenaikan tersebut. Akan tetapi, terlepas dari pro dan kontranya, masyarakat dapat bersiap menavigasi keuangan untuk tahun mendatang.
Dengan kenaikan PPN tersebut, Financial Planner Head OneShildt Budi Raharjo menjelaskan bahwa masyarakat harus bisa memegang kendali keuangannya. Masyarakat perlu menyesuaikan anggaran dan gaya hidup mereka agar tetap berada dalam kendali meskipun ada perubahan harga akibat kenaikan PPN.
Baca juga: Cek Perincian Barang dan Jasa Premium yang Kena PPN 12% per 1 Januari 2025
Salah satu langkah pertama yang disarankan oleh Budi adalah untuk melakukan tinjau ulang pengeluaran rutin bulanan dan tahunan secara teliti. Dalam hal ini, penting untuk mengidentifikasi dengan jelas pos-pos pengeluaran yang dapat menyesuaikan akibat kenaikan PPN.
"Review ulang segala pengeluaran dengan merekap kembali pengeluaran rutin bulanan serta tahunan yang terjadi secara teliti. Kemudian, melakukan pemilihan apabila terjadi kenaikan pengeluaran dan tambahan pos pengeluaran pada 2025, sehingga menjadikan pengeluaran tersebut memaksa keluarga untuk melakukan penyesuaian," katanya.
Selanjutnya, menyesuaikan pengeluaran dapat dilakukan dengan memprioritaskan mana yang benar-benar dibutuhkan dan mana yang bisa dikurangi atau dihilangkan. Dia menekankan pentingnya memisahkan antara pengeluaran yang bersifat primer, sekunder, dan tersier.
Di tengah kenaikan tarif PPN, keluarga bisa memulai dengan mengurangi pengeluaran yang sifatnya non-primer. Pengeluaran untuk kegiatan rekreasi, hiburan, atau makan di luar yang bisa ditunda atau diganti dengan alternatif lebih murah adalah salah satu solusi yang bisa dipertimbangkan.
"Apakah dari menghapus atau mengurangi pengeluaran yang sifatnya tersier seperti gaya hidup, misalnya pos rekreasi, hiburan, dan jajan. Atau bisa juga dengan melakukan substitusi pengeluaran yang kurang penting tadi dengan suatu produk atau jasa yang manfaatnya sama namun harganya lebih murah," ujarnya.
Mengganti layanan atau produk dengan alternatif yang lebih terjangkau tanpa mengurangi kualitas pengalaman hidup juga dapat menjadi cara untuk tetap menjaga keseimbangan antara gaya hidup dan pengelolaan keuangan. Misalnya, dia mencontohkan, mengganti langganan layanan streaming premium dengan versi lebih murah atau beralih ke transportasi umum jika sebelumnya menggunakan kendaraan pribadi.
Sementara itu, salah satu hal yang harus dihindari adalah menambah pengeluaran tetap yang berkomitmen panjang seperti cicilan atau kredit. Setidaknya, hal ini perlu dipertimbangkan sebelum mengetahui dampak dari kenaikan PPN terhadap keuangan keluarga tahun depan. Berutang tanpa perhitungan matang bisa berisiko menambah beban keuangan yang semakin berat.
Jika ada rencana untuk membeli barang atau berinvestasi dalam jangka pendek seperti membeli gadget baru atau melakukan perjalanan, Budi menyarankan agar dana tersebut sudah dialokasikan sebelumnya melalui tabungan yang telah direncanakan khusus. Dengan begitu, pengeluaran tersebut tidak akan mengganggu kestabilan keuangan keluarga.
Penting untuk menyadari bahwa kenaikan PPN 12 persen bisa menjadi pemicu untuk lebih bijak dalam menyesuaikan gaya hidup dengan kemampuan keuangan yang ada. Perubahan ini, dinilai Budi, harusnya menjadi kesempatan untuk melakukan strategi keuangan yang lebih defensif dan lebih memperhatikan pengelolaan anggaran yang lebih ketat.
Baca juga: Siap-siap Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12%, Cek Skema Kenaikan Tarifnya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Mereka, milenial dan generasi Z yang banyak mengonsumsi barang dan layanan berkenaan dengan gaya hidup mulai dari fesyen, perangkat elektronik, dan layanan streaming pun sebagian besar keberatan dengan rencana kenaikan tersebut. Akan tetapi, terlepas dari pro dan kontranya, masyarakat dapat bersiap menavigasi keuangan untuk tahun mendatang.
Dengan kenaikan PPN tersebut, Financial Planner Head OneShildt Budi Raharjo menjelaskan bahwa masyarakat harus bisa memegang kendali keuangannya. Masyarakat perlu menyesuaikan anggaran dan gaya hidup mereka agar tetap berada dalam kendali meskipun ada perubahan harga akibat kenaikan PPN.
Baca juga: Cek Perincian Barang dan Jasa Premium yang Kena PPN 12% per 1 Januari 2025
Salah satu langkah pertama yang disarankan oleh Budi adalah untuk melakukan tinjau ulang pengeluaran rutin bulanan dan tahunan secara teliti. Dalam hal ini, penting untuk mengidentifikasi dengan jelas pos-pos pengeluaran yang dapat menyesuaikan akibat kenaikan PPN.
"Review ulang segala pengeluaran dengan merekap kembali pengeluaran rutin bulanan serta tahunan yang terjadi secara teliti. Kemudian, melakukan pemilihan apabila terjadi kenaikan pengeluaran dan tambahan pos pengeluaran pada 2025, sehingga menjadikan pengeluaran tersebut memaksa keluarga untuk melakukan penyesuaian," katanya.
Selanjutnya, menyesuaikan pengeluaran dapat dilakukan dengan memprioritaskan mana yang benar-benar dibutuhkan dan mana yang bisa dikurangi atau dihilangkan. Dia menekankan pentingnya memisahkan antara pengeluaran yang bersifat primer, sekunder, dan tersier.
Di tengah kenaikan tarif PPN, keluarga bisa memulai dengan mengurangi pengeluaran yang sifatnya non-primer. Pengeluaran untuk kegiatan rekreasi, hiburan, atau makan di luar yang bisa ditunda atau diganti dengan alternatif lebih murah adalah salah satu solusi yang bisa dipertimbangkan.
"Apakah dari menghapus atau mengurangi pengeluaran yang sifatnya tersier seperti gaya hidup, misalnya pos rekreasi, hiburan, dan jajan. Atau bisa juga dengan melakukan substitusi pengeluaran yang kurang penting tadi dengan suatu produk atau jasa yang manfaatnya sama namun harganya lebih murah," ujarnya.
Mengganti layanan atau produk dengan alternatif yang lebih terjangkau tanpa mengurangi kualitas pengalaman hidup juga dapat menjadi cara untuk tetap menjaga keseimbangan antara gaya hidup dan pengelolaan keuangan. Misalnya, dia mencontohkan, mengganti langganan layanan streaming premium dengan versi lebih murah atau beralih ke transportasi umum jika sebelumnya menggunakan kendaraan pribadi.
Sementara itu, salah satu hal yang harus dihindari adalah menambah pengeluaran tetap yang berkomitmen panjang seperti cicilan atau kredit. Setidaknya, hal ini perlu dipertimbangkan sebelum mengetahui dampak dari kenaikan PPN terhadap keuangan keluarga tahun depan. Berutang tanpa perhitungan matang bisa berisiko menambah beban keuangan yang semakin berat.
Jika ada rencana untuk membeli barang atau berinvestasi dalam jangka pendek seperti membeli gadget baru atau melakukan perjalanan, Budi menyarankan agar dana tersebut sudah dialokasikan sebelumnya melalui tabungan yang telah direncanakan khusus. Dengan begitu, pengeluaran tersebut tidak akan mengganggu kestabilan keuangan keluarga.
Penting untuk menyadari bahwa kenaikan PPN 12 persen bisa menjadi pemicu untuk lebih bijak dalam menyesuaikan gaya hidup dengan kemampuan keuangan yang ada. Perubahan ini, dinilai Budi, harusnya menjadi kesempatan untuk melakukan strategi keuangan yang lebih defensif dan lebih memperhatikan pengelolaan anggaran yang lebih ketat.
Baca juga: Siap-siap Transaksi Uang Elektronik Kena PPN 12%, Cek Skema Kenaikan Tarifnya
(Baca artikel Hypeabis.id lainnya di Google News)
Editor: Syaiful Millah
Komentar
Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.