Magical Crocodile (2022) salah satu instalasi karya Rizka Azizah Hayati dalam pameran Manusia Sungai di Nadi Gallery Jakarta, pada Rabu (18/12/24). (sumber gambar: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)

Mitos Buaya & Kritik Lingkungan dalam Pameran Manusia Sungai di Nadi Gallery

24 December 2024   |   18:48 WIB
Image
Prasetyo Agung Ginanjar Jurnalis Hypeabis.id

Ragam seni rupa kontemporer Indonesia sepertinya makin semarak dalam beberapa waktu terakhir. Belakangan, mulai banyak seniman yang mengeksplorasi material seperti rotan, benang, tali, dan bambu yang diejawantahkan dalam karya seni termutakhir, baik dua atau tiga dimensi.

Beberapa di antaranya menggunakan teknik rajut, anyam, tenun dan makrame, untuk kemudian dipacak dalam ruang pamer. Sebut saja, sosok-sosok seperti Mang Moel, Joko Avianto, Iwan Yusuf, atau Agnes Hansella, yang mengembangkan teknik-teknik di muka, hingga akhirnya menyita perhatian publik.

Baca juga: Pameran Prasejarah Dibuka di Museum Nasional, Tampilkan Fosil Homo Erectus & Macan Purba

Terbaru, seniman Rizka Azizah Hayati, juga mengeksplorasi material antimainstream dengan memanfaatkan kain-kain limbah untuk dijadikan karya seni. Menggunakan teknik yang menghasilkan efek seperti warna karat, pameran tunggal pertamanya yang bertajuk Manusia Sungai, dihelat di Nadi Gallery Jakarta.

Dalam pameran ini, Rizka mengangkat mitos tentang buaya penghuni sungai di tempat kelahirannya, Banjar, Kalimantan Selatan. Semuanya diterjemahkan lewat 2 karya instalasi berukuran besar, 18 lukisan abstrak di atas kanvas, serta senarai lukisan pastel minyak di atas kertas.

Salah satu yang istimewa adalah lewat instalasi bertajuk Magical Crocodile (2022), yang menghadirkan meja dan kursi yang dibungkus kain putih, lilin, dupa, dan dua patung lunak berwujud kerangka buaya. Suasana magis,langsung menguar saat instalasi ini didekati, layaknya sebuah sesajen.

Menurut sang seniman, karya tersebut merupakan bentuk metafora penghormatan bagi buaya penjaga sungai Martapura di Kalimantan, tempatnya berasal. Tumbuh dan besar dalam kultur hibrida- Dayak, Melayu, dan Islam- sejak kecil dia akrab dengan cerita menghaturkan sesaji bagi buaya penunggu sungai.

"Pameran tunggal ini merupakan hasil dari riset lanjutan saya dari karya Magical Crocodile yang saya mulai pada 2022. Untuk medianya saya menggunakan kain limbah tekstil dari masyarakat pinggiran sungai, dan kain-kain penutup makam di kampung saya," katanya.
 

ahah

Pengunjung memotret salah satu instalasi dalam pameran Manusia Sungai di Nadi Gallery Jakarta, pada Rabu (18/12/24). (sumber gambar: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)


Masih mengetengahkan mitos dan kosmologi,  Rizka juga memboyong karya bertajuk Rumahku, Rumahmu, Rumah Kita di dalam Rumah-rumah (2024). Instalasi ini terdiri dari rumah panggung reyot, yang didatangkan langsung dari kampung halamannya, yang menyimbolkan kosmologi rumah tradisional Banjar, atau Baanjung.

Di tengah susunan instalasi tersebut, Rizka juga menempatkan sebuah kolam air dari kayu, sebagai metafora bahwa sumber kehidupan dan peradaban sungai adalah dari hulu ke hilir. Instalasi ini juga menjadi simbol berkurangnya ikan gabus di beberapa sungai di sana karena pencemaran.

Simbolisasi lain juga muncul lewat karya bertajuk Sisa Makan Malam (mix media, 90X24X10 cm, 2024). Alih-alih menyajikan bentuk ikan yang utuh, sama seperti karya sebelumnya, Rizka juga hanya mengimak bentuk ikan yang hanya tinggal tulang belulang, dari pilinan kawat, kain limbah, dan pewarna alami karat.

"Instalasi ini sebenarnya ingin menggambarkan hubungan antara mikro dan makrokosmos manusia. Sebab, manusia sebenarnya bisa berhubungan dengan alam, dan entitas yang lebih tinggi energinya," imbuh Rizka.


Rumah & Mimpi

Kurator Bambang 'Toko' Witjaksono mengatakan, ihwal pameran ini memang berangkat dari ingatan sang seniman terhadap rumah. Terlebih sejak Rizka merantau ke Malang dan Yogyakarta untuk meneruskan pendidikan di Universitas Negeri Malang, dan Institut Seni Indonesia (ISI), Yogyakarta.

Berdasarkan pengalaman, dan kenangan terhadap rumah, Rizka kemudian melakukan riset, lalu mencatatnya dalam sketchbook, atau semacam media jurnal. Lain dari itu, sang seniman juga mendasarkan pameran ini dari pengalaman mimpi yang kemudian diterjemahkan dalam karya lukis.

Salah satunya adalah karya bertajuk 02.00, 2024 (iron rust dye and acrylic paint on canvas, 115X110 cm, 2024). Lukisan ini secara umum mengimak perpaduan warna yang didominasi biru kegelapan, dengan corak merah hijau dan kuning karat, yang disapukan lewat pola-pola yang samar dan penuh gradasi.

"Hampir semua karya lukis Rizka menmpilkan efek cetakan dari karat. Sebab, baginya karat merupakan simbol bekas luka, kerapuhan sekaligus kekuatan yang saling berkelindan, dan itu ada di diri sendiri, cerita sejarah, maupun simbol masa lalu," katanya.
 

hah

Pengunjung menikmati karya lukis dalam pameran Manusia Sungai di Nadi Gallery Jakarta, pada Rabu (18/12/24). (sumber gambar: Hypeabis.id/Eusebio Chrysnamurti)


Beberapa lukisan Rizka yang mengetengahkan tema sungai juga terhimpun dalam lukisan bertajuk Migrasi Beranda (2024), Wild Flowers on The River Bank (2024), dan 07.00 & 17.00 (2024) yang menyajikan objek bubu (alat penangkap ikan) yang bisanya dipasang oleh orang tuanya di sungai dekat rumah Rizka berada.

Baca juga: Jadi Polemik, Begini Kronologi Pameran Tunggal Yos Suprapto di GNI

Terkait lukisan Migrasi Beranda, misal. Lewat karya itu sang seniman mempertanyakan bagaimana orang di kampungnya dulu akrab dengan sungai, bahkan membangun rumah dengan menghadap sungai. Namun, saat ini mereka justru membelakanginya, sehingga bentuk penghormatan pada sungai yang dulunya dianggap sakral menjadi luntur.

Sebagai orang yang tumbuh besar di lingkungan rawa, Bambang mengungkap bahwa sang seniman memang intens mengamati sungai dengan mitos-mitos yang ada di dalamnya. Menurutnya, simbol buaya sebagai penjelmaan leluhur yang menjaga sungai juga menjadi bahan inspirasi sang seniman yang kemudian dimasukkan ke dalam lukisan.

"Bagi Rizka, sisik buaya juga menyimbolkan repetisi, kekuatan sekaligus kekunoan. Sisik buaya bagaikan artefak hidup dari perjalanan evolusi buaya selama berabad-abad," imbuhnya. 

Editor: Fajar Sidik 

SEBELUMNYA

7 Hidangan Khas Nusantara Untuk Natal Lebih Istimewa

BERIKUTNYA

Mengenal Metode Latihan 12-3-30 di Treadmill untuk Kebugaran dan Kardiovaskular

Komentar


Silahkan Login terlebih dahulu untuk meninggalkan komentar.

Baca Juga: